Senin, 08 April 2013

Perang Dunia 1 dan 2

Perang Dunia I

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Langsung ke: navigasi, cari
Perang Dunia I
WW1 TitlePicture For Wikipedia Article.jpg
Searah jarum jam dari atas: Parit di Front Barat; tank Mark IV Britania Raya melintasi parit; kapal perang Angkatan Laut Kerajaan HMS Irresistible tenggelam setelah menabrak ranjau pada Pertempuran Dardanelles; awak senjata mesin Vickers mengenakan masker gas, dan pesawat dua sayap Albatros D.III Jerman
Tanggal 28 Juli 1914 – 11 November 1918 (Gencatan senjata)
Traktat Versailles ditandatangani 28 Juni 1919
(4 tahun dan 11 bulan0 hari)
Traktat Saint-Germain-en-Laye ditandatangani 10 September 1919
Traktat Neuilly-sur-Seine ditandatangani 27 November 1919
Traktat Trianon ditandatangani 4 Juni 1920
Traktat Sèvres ditandatangani 10 Agustus 1920
Lokasi Eropa, Afrika, Timur Tengah, Kepulauan Pasifik, Cina, dan lepas pantai Amerika Selatan dan Utara
Hasil Kemenangan Sekutu
Casus belli Pembunuhan Adipati Agung Franz Ferdinand (28 Juni) diikuti pernyataan perang oleh Austria-Hongaria terhadap Kerajaan Serbia (28 Juli) dan mobilisasi Rusia terhadap Austria-Hongaria (29 Juli)
Pihak yang terlibat
Blok Sekutu (Entente)
Bendera Perancis Perancis
 Imperium Britania Raya
 Kekaisaran Rusia (1914–17)
 Italia (1915–18)
 Amerika Serikat (1917–18)
 Rumania (1916–18)
 Kekaisaran Jepang
 Serbia
 Belgia
 Yunani (1917–18)
dan lain-lain
Blok Sentral
 Kekaisaran Jerman
 Austria-Hongaria
 Kesultanan Utsmaniyah
 Bulgaria (1915–18)

Pihak yang juga terlibat
Flag of the Emirate of Ha'il.svg Jabal Shammar
...dan lainnya
Komandan
Pemimpin dan komandan
Bendera Perancis Raymond Poincaré
Bendera Perancis Georges Clemenceau
Bendera Perancis Ferdinand Foch
Bendera Imperium Britania Raya H. H. Asquith
Bendera Imperium Britania Raya David Lloyd George
Bendera Imperium Britania Raya Douglas Haig
Bendera Kekaisaran Rusia Nicholas II
Bendera Kekaisaran Rusia Nicholas Nikolaevich
Bendera Kerajaan Italia Victor Emanuel III
Bendera Kerajaan Italia Antonio Salandra
Bendera Kerajaan Italia Vittorio Orlando
Bendera Kerajaan Italia Luigi Cadorna
Bendera Amerika Serikat Woodrow Wilson
Bendera Amerika Serikat John J. Pershing
Bendera Kerajaan Serbia Peter I, Raja Serbia
dan lainnya
Pemimpin dan komandan
Bendera Kekaisaran Jerman Wilhelm II
Bendera Kekaisaran Jerman Paul von Hindenburg
Bendera Kekaisaran Jerman Erich Ludendorff
Bendera Austria-Hongaria Franz Joseph I
Bendera Austria-Hongaria Karl I
Bendera Austria-Hongaria Conrad von Hötzendorf
Bendera Kesultanan Utsmaniyah Mehmed V
Bendera Kesultanan Utsmaniyah Enver Pasha
Bendera Kesultanan Utsmaniyah Mustafa Kemal
Bendera Kerajaan Bulgaria Ferdinand I
Bendera Kerajaan Bulgaria Nikola Zhekov
dan lainnya
Kekuatan
Entente[1]
Bendera Kekaisaran Rusia 12.000.000
Bendera Kerajaan Bersatu Britania Raya dan Irlandia 8.841.541[2][3]
Bendera Perancis 8.660.000[4]
Bendera Kerajaan Italia 5.615.140
Bendera Amerika Serikat 4.743.826
Bendera Kerajaan Rumania 1.234.000
Bendera Kekaisaran Jepang 800.000
Bendera Kerajaan Serbia 707.343
Bendera Belgia 380.000
Bendera Kerajaan Yunani 250.000
Total: 42.959.850
Blok Sentral[1]
Bendera Kekaisaran Jerman 13.250.000
Bendera Austria-Hongaria 7.800.000
Bendera Kesultanan Utsmaniyah 2.998.321
Bendera Kerajaan Bulgaria 1.200.000
Total: 25.248.321
Korban
Militer gugur:
5.525.000
Militer terluka:
12.831.500
Militer hilang:
4.121.000
Total:
22.477.500 KIA, WIA, atau MIA ...lebih rinci.
Militer gugur:
4.386.000
Militer terluka:
8.388.000
Militer hilang:
3.629.000
Total:
16.403.000 KIA, WIA, atau MIA ...lebih rinci.
Perang Dunia I (PDI) adalah sebuah perang global terpusat di Eropa yang dimulai pada tanggal 28 Juli 1914 sampai 11 November 1918. Perang ini sering disebut Perang Dunia atau Perang Besar sejak terjadi sampai dimulainya Perang Dunia II pada tahun 1939, dan Perang Dunia Pertama atau Perang Dunia I setelah itu. Perang ini melibatkan semua kekuatan besar dunia,[5] yang terbagi menjadi dua aliansi bertentangan, yaitu Sekutu (berdasarkan Entente Tiga yang terdiri dari Britania Raya, Perancis, dan Rusia) dan Kekuatan Sentral (terpusat pada Aliansi Tiga yang terdiri dari Jerman, Austria-Hongaria, dan Italia; namun saat Austria-Hongaria melakukan serangan sementara persekutuan ini bersifat defensif, Italia tidak ikut berperang).[6] Kedua aliansi ini melakukan reorganisasi (Italia berada di pihak Sekutu) dan memperluas diri saat banyak negara ikut serta dalam perang. Lebih dari 70 juta tentara militer, termasuk 60 juta orang Eropa, dimobilisasi dalam salah satu perang terbesar dalam sejarah.[7][8] Lebih dari 9 juta prajurit gugur, terutama akibat kemajuan teknologi yang meningkatkan tingkat mematikannya suatu senjata tanpa mempertimbangkan perbaikan perlindungan atau mobilitas. Perang Dunia I adalah konflik paling mematikan keenam dalam sejarah dunia, sehingga membuka jalan untuk berbagai perubahan politik seperti revolusi di beberapa negara yang terlibat.[9]
Penyebab jangka panjang perang ini mencakup kebijakan luar negeri imperialis kekuatan besar Eropa, termasuk Kekaisaran Jerman, Kekaisaran Austria-Hongaria, Kesultanan Utsmaniyah, Kekaisaran Rusia, Imperium Britania, Republik Perancis, dan Italia. Pembunuhan tanggal 28 Juni 1914 terhadap Adipati Agung Franz Ferdinand dari Austria, pewaris tahta Austria-Hongaria, oleh seorang nasionalis Yugoslavia di Sarajevo, Bosnia dan Herzegovina adalah pencetus perang ini. Pembunuhan tersebut berujung pada ultimatum Habsburg terhadap Kerajaan Serbia.[10][11] Sejumlah aliansi yang dibentuk selama beberapa dasawarsa sebelumnya terguncang, sehingga dalam hitungan minggu semua kekuatan besar terlibat dalam perang; melalui koloni mereka, konflik ini segera menyebar ke seluruh dunia.
Pada tanggal 28 Juli, konflik ini dibuka dengan invasi ke Serbia oleh Austria-Hongaria,[12][13] diikuti invasi Jerman ke Belgia, Luksemburg, dan Perancis; dan serangan Rusia ke Jerman. Setelah pawai Jerman di Paris tersendat, Front Barat melakukan pertempuran atrisi statis dengan jalur parit yang mengubah sedikit suasana sampai tahun 1917. Di Timur, angkatan darat Rusia berhasil mengalahkan pasukan Kesultanan Utsmaniyah, namun dipaksa mundur dari Prusia Timur dan Polandia oleh angkatan darat Jerman. Front lainnya dibuka setelah Kesultanan Utsmaniyah ikut serta dalam perang tahun 1914, Italia dan Bulgaria tahun 1915, dan Rumania tahun 1916. Kekaisaran Rusia runtuh bulan Maret 1917, dan Rusia menarik diri dari perang setelah Revolusi Oktober pada akhir tahun itu. Setelah serangan Jerman di sepanjang front barat tahun 1918, Sekutu memaksa pasukan Jerman mundur dalam serangkaian serangan yang sukses dan pasukan Amerika Serikat mulai memasuki parit. Jerman, yang bermasalah dengan revolusi pada saat itu, setuju melakukan gencatan senjata pada tanggal 11 November 1918 yang kelak dikenal sebagai Hari Gencatan Senjata. Perang ini berakhir dengan kemenangan di pihak Sekutu.
Peristiwa di front Britania sama rusuhnya seperti front depan, karena para pihak terlibat berusaha memobilisasi tenaga manusia dan sumber daya ekonomi mereka untuk melakukan perang total. Pada akhir perang, empat kekuatan imperial besar—Kekaisaran Jerman, Rusia, Austria-Hongaria, dan Utsmaniyah—bubar. Negara pengganti dua kekaisaran yang disebutkan pertama tadi kehilangan banyak sekali wilayah, sementara dua terakhir bubar sepenuhnya. Eropa Tengah terpecah menjadi beberapa negara kecil.[14] Liga Bangsa-Bangsa dibentuk dengan harapan mencegah konflik seperti ini selanjutnya. Nasionalisme Eropa yang muncul akibat perang dan pembubaran kekaisaran, dampak kekalahan Jerman dan masalah dengan Traktat Versailles diyakini menjadi faktor penyebab pecahnya Perang Dunia II.[15]
Daftar isi
Nama
Di Kanada, Maclean's Magazine pada bulan Oktober 1914 menuliskan, "Sejumlah perang memberi namanya sendiri. Perang ini namanya Perang Besar."[16] Sejarah asal usul dan bulan-bulan pertama perang diterbitkan di New York pada akhir 1914 dengan judul The World War (Perang Dunia).[17] Selama periode antarperang, perang ini lebih sering disebut Perang Dunia dan Perang Besar di negara-negara berbahasa Inggris.
Setelah pecahnya Perang Dunia Kedua tahun 1939, istilah Perang Dunia I atau Perang Dunia Pertama menjadi standar, dengan sejarawan Britania dan Kanada yang lebih suka Perang Dunia Pertama, dan Amerika Perang Dunia I. Kedua istilah ini juga dipakai selama periode antarperang. Frasa "Perang Dunia Pertama" pertama dipakai bulan September 1914 oleh filsuf Jerman Ernest Haeckel, yang mengklaim bahwa "tidak ada keraguan bahwa alur dan tokoh 'Perang Eropa' yang dikhawatirkan ... akan menjadi perang dunia pertama dalam arti sepenuhnya."[18] The First World War (Perang Dunia Pertama) juga merupakan judul buku sejarah tahun 1920 karya perwira dan jurnalis Charles à Court Repington.
Latar belakang

Peta peserta Perang Dunia I: Blok Sekutu berwarna hijau, Blok Sentral berwarna oranye, dan negara netral berwarna abu-abu
Pada abad ke-19, kekuatan-kekuatan besar Eropa berupaya keras mempertahankan keseimbangan kekuatan di seluruh Eropa, sehingga pada tahun 1900 memunculkan jaringan aliansi politik dan militer yang kompleks di benua ini.[6] Berawal tahun 1815 dengan Aliansi Suci antara Prusia, Rusia, dan Austria. Kemudian, pada Oktober 1873, Kanselir Jerman Otto von Bismarck menegosiasikan Liga Tiga Kaisar (Jerman: Dreikaiserbund) antara monarki Austria-Hongaria, Rusia, dan Jerman. Perjanjian ini gagal karena Austria-Hongaria dan Rusia tidak sepakat mengenai kebijakan Balkan, sehingga meninggalkan Jerman dan Austria-Hongaria dalam satu aliansi yang dibentuk tahun 1879 bernama Aliansi Dua. Hal ini dipandang sebagai metode melawan pengaruh Rusia di Balkan saat Kesultanan Utsmaniyah terus melemah.[6] Pada tahun 1882, aliansi ini meluas hingga Italia dan menjadi Aliansi Tiga.[19]
Setelha 1870, konflik Eropa terhindar melalui jaringan perjanjian yang direncanakan secara hati-hati antara Kekaisaran Jerman dan seluruh Eropa yang dirancang oleh Bismarck. Ia berupaya menahan Rusia agar tetap di pihak Jerman untuk menghindari perang dua front dengan Perancis dan Rusia. Ketika Wilhelm II naik tahta sebagai Kaisar Jerman (Kaiser), Bismarck terpaksa pensiun dan sistem aliansinya perlahan dihapus. Misalnya, Kaiser menolak memperbarui Perjanjian Reasuransi dengan Rusia pada tahun 1890. Dua tahun kemudian, Aliansi Perancis-Rusia ditandatangani untuk melawan kekuatan Aliansi Tiga. Pada tahun 1904, Britania Raya menandatangani serangkaian perjanjian dengan Perancis, Entente Cordiale, dan pada 1907, Britania Raya dan Rusia menandatangani Konvensi Inggris-Rusia. Meski perjanjian ini secara formal tidak menyekutukan Britania Raya dengan Perancis atau Rusia, mereka memungkinkan Britania masuk konflik manapun yang kelak melibatkan Perancis dan Rusia, dan sistem penguncian perjanjian bilateral ini kemudian dikenal sebagai Entente Tiga.[6]
Ship at sea with smoke emitting from two funnels
HMS Dreadnought. Perlombaan senjata laut terjadi antara Britania Raya dan Jerman.
Kekuatan industri dan ekonomi Jerman tumbuh pesat setelah penyatuan dan pendirian Kekaisaran pada tahun 1871. Sejak pertengahan 1890-an sampai seterusnya, pemerintahan Wilhelm II memakai basis industri ini untuk memanfaatkan sumber daya ekonomi dalam jumlah besar untuk membangun Kaiserliche Marine (Angkatan Laut Kekaisaran Jerman), yang dibentuk oleh Laksamana Alfred von Tirpitz, untuk menyaingi Angkatan Laut Kerajaan Britania Raya untuk supremasi laut dunia.[20] Hasilnya, setiap negara berusaha mengalahkan negara lain dalam hal kapal modal. Dengan peluncuran HMS Dreadnought tahun 1906, Imperium Britania memperluas keunggulannya terhadap pesaingnya, Jerman.[20] Perlombaan senjata antara Britania dan Jerman akhirnya meluas ke seluruh Eropa, dengan semua kekuatan besar memanfaatkan basis industri mereka untuk memproduksi perlengkapan dan senjata yang diperlukan untuk konflik pan-Eropa.[21] Antara 1908 dan 1913, belanja militer kekuatan-kekuatan Eropa meningkat sebesar 50 persen.[22]

Gavrilo Princip, seorang pelajar Serbia Bosnia, ditahan sesaat setelah membunuh Adipati Agung Franz Ferdinand dari Austria
Austria-Hongaria mengawali krisis Bosnia 1908–1909 dengan menganeksasi secara resmi bekas teritori Utsmaniyah di Bosnia dan Herzegovina, yang telah diduduki sejak 1878. Peristiwa ini membuat Kerajaan Serbia dan pelindungnya, Kekaisaran Rusia yang Pan-Slavik dan Ortodoks berang.[23] Manuver politik Rusia di kawasan ini mendestabilisasi perjanjian damai yang sudah memecah belah apa yang disebut sebagai "tong mesiu Eropa".[23]
Tahun 1912 dan 1913, Perang Balkan Pertama pecah antara Liga Balkan dan Kesultanan Utsmaniyah yang sedang retak. Perjanjian London setelah itu mengurangi luas Kesultanan Utsmaniyah dan menciptakan negara merdeka Albania, tetapi memperbesar teritori Bulgaria, Serbia, Montenegro, dan Yunani. Ketika Bulgaria menyerbu Serbia dan Yunani pada tanggal 16 Juni 1913, negara ini kehilangan sebagian besar Makedonia ke Serbia dan Yunani dan Dobruja Selatan ke Rumania dalam Perang Balkan Kedua selama 33 hari, sehingga destabilisasi di wilayah ini semakin menjadi-jadi.[24]

Peta etnolinguistik Austria-Hongaria, 1910
Pada tanggal 28 Juni 1914, Gavrilo Princip, seorang pelajar Serbia Bosnia dan anggota Pemuda Bosnia, membunuh pewaris tahta Austria-Hongaria, Adipati Agung Franz Ferdinand dari Austria di Sarajevo, Bosnia.[25] Peristiwa ini memulai satu bulan manuver diplomatik di antara Austria-Hongaria, Jerman, Rusia, Perancis, dan Britania, yang disebut Krisis Juli. Ingin mengakhiri intervensi Serbia di Bosnia, Austria-Hongaria mengirimkan Ultimatum Juli ke Serbia, yaitu sepuluh permintaan yang sengaja dibuat tidak masuk akal dengan tujuan memulai perang dengan Serbia.[26] Ketika Serbia hanya menyetujui delapan dari sepuluh permintaan, Austria-Hongaria menyatakan perang pada tanggal 28 Juli 1914. Strachan berpendapat, "Tanggapan ragu dan awal oleh Serbia yang mampu membuat perubahan terhadap perilaku Austria-Hongaria bisa diragukan. Franz Ferdinand bukan sosok yang gila popularitas, dan kematiannya tidak membuat kekaisaran ini berduka sedalam-dalamnya".[27]
Kekaisaran Rusia, tidak ingin Austria-Hongaria menghapus pengaruhnya di Balkan dan mendukung protégé lamanya Serbia, memerintahkan mobilisasi parsial sehari kemudian.[19] Kekaisaran Jerman melakukan mobilisasi tanggal 30 Juli 1914, siap menerapkan "Rencana Shlieffen" berupa invasi ke Perancis secara cepat dan massal untuk mengalahkan Angkatan Darat Perancis, kemudian pindah ke timur untuk melawan Rusia. Kabinet Perancis bergeming terhadap tekanan militer mengenai mobilisasi cepat, dan memerintahkan tentaranya mundur 10 km dari perbatasan untuk menghindari insiden apapun. Perancis baru melakukan mobilisasi pada malam tanggal 2 Agustus, ketika Jerman menyerbu Belgia dan menyerang tentara Perancis. Jerman menyatakan perang terhadap Rusia pada hari itu juga.[28] Britania Raya menyatakan perang terhadap Jerman tanggal 4 Agustus 1914, setelah "balasan tidak memuaskan" terhadap ultimatum Britania bahwa Belgia harus dibiarkan netral.[29]
Teater konflik
Serangan pembuka
Kebingungan Blok Sentral
Strategi Blok Sentral mengalami miskomunikasi. Jerman telah berjanji mendukung invasi Austria-Hongaria ke Serbia, namun penafsiran maksudnya berbeda. Rencana penempatan pasukan yang sebelumnya diuji telah diganti pada awal 1914, namun penggantian tersebut tidak pernah diuji dalam latihan. Para pemimpin Austria-Hongaria yakin Jerman akan melindungi perbatasan utaranya dari serbuan Rusia.[30] Meski begitu, Jerman mengharapkan Austria-Hongaria mengarahkan sebagian besar tentaranya ke Rusia, sementara Jerman menangani Perancis. Kebingungan ini mendorong Angkatan Darat Austria-Hongaria membagi pasukannya antara front Rusia dan Serbia.
Pada tanggal 9 September 1914, Septemberprogramm, sebuah rencana memungkinkan yang menyebutkan tujuan perang tertentu Jerman dan persyaratan yang dipaksakan Jerman terhadap Blok Sekutu, dibuat oleh Kanselir Jerman Theobald von Bethmann-Hollweg. Rencana ini tidak pernah dilaksanakan secara resmi.
Kampanye Afrika
A line of African soldiers backs a German officer surrendering to a British officer backed by a similar line of African soldiers.
Lettow menyerahkan pasukannya ke Britania di Abercorn
Sejumlah pertempuran pertama dalam perang melibatkan kekuatan kolonial Britania, Perancis, dan Jerman di Afrika. Tanggal 7 Agustus, tentara Perancis dan Britania menyerbu protektorat Togoland Jerman. Tanggal 10 Agustus, pasukan Jerman di Afrika Barat Daya menyerang Afrika Selatan; pertempuran sporadis dan sengit berlanjut sampai akhir perang. Pasukan kolonial Jerman di Afrika Timur Jerman, dipimpin Kolonel Paul Emil von Lettow-Vorbeck, melakukan kampanye peperangan gerilya selama Perang Dunia I dan baru menyerah dua minggu setelah gencatan senjata diberlakukan di Eropa.[31]
Kampanye Serbia

Posisi artileri tentara Serbia pada Pertempuran Kolubara.
Austria menyerbu dan memerangi pasukan Serbia pada Pertempuran Cer dan Pertempuran Kolubara yang dimulai tanggal 12 Agustus. Sampai dua minggu berikutnya, serangan Austria dipatahkan dengan kerugian besar, yang menandakan kemenangan besar pertama Sekutu dalam perang ini dan memupuskan harapan Austria-Hongaria akan kemenangan mulus. Akibatnya, Austria harus menempatkan pasukan yang memadai di front Serbia, sehingga melemahkan upayanya membuka perang dengan Rusia.[32] Kekalahan Serbia dalam invasi Austria-Hongaria tahun 1914 tergolong sebagai kemenangan terbalik besar dalam abad terakhir.[33]
Pasukan Jerman di Belgia dan Perancis
Men waving from the door and window of a rail goods van
Tentara Jerman di gerbong kereta menuju garis depan pada tahun 1914. Pesan di gerbong bertuliskan "Perjalanan ke Paris"; pada awal perang, semua sisi berharap konflik ini cepat selesai.
Pada awal pecahnya Perang Dunia Pertama, angkatan darat Jerman (di sebelah barat terdiri dari tujuh pasukan lapangan) melaksanakan versi modifikasi Rencana Schlieffen, yang dirancang untuk menyerang Perancis secara cepat melalui Belgia yang netral sebelum berbelok ke selatan untuk mengepung pasukan Perancis di perbatasan Jerman.[10]. Karena Perancis telah menyatakan bahwa mereka akan "bertindak sebebasnya andai terjadi perang antara Jerman dan Rusia", Jerman memperkirakan kemungkinan serangan di dua front. Jika terjadi hal seperti itu, Rencana Schlieffen menyatakan bahwa Jerman harus mencoba mengalahkan Perancis secara cepat (seperti yang terjadi pada Perang Perancis-Prusia 1870-71). Rencana ini menyarankan bahwa untuk mengulangi kemenangan cepat di barat, Jerman tidak usah menyerang melalui Alsace-Lorraine (yang memiliki perbatasan langsung di sebelah barat sungai Rhine), tetapi mencoba memutuskan Paris secara cepat dari Selat Inggris (terputus dengan Britania Raya). Kemudian pasukan Jerman dipindahkan ke timur untuk menyerbu Rusia. Rusia diyakini membutuhkan persiapan lama sebelum bisa menjadi ancaman besar bagi Blok Sentral.
Jerman ingin bergerak bebas melintasi Belgia (dan Belanda juga, meski ditolak Kaiser Wilhelm II) untuk bertemu Perancis di perbatasannya. Jawaban dari Belgia netral tentu saja "tidak". Jerman kemudian merasa perlu menyerbu Belgia, karena inilah rencana satu-satunya yang ada andai terjadi perang dua front di Jerman. Perancis juga ingin menggerakkan tentara mereka melintasi Belgia, tetapi Belgia menolak untuk menghindari pecahnya perang apapun di tanah Belgia. Pada akhirnya, setelah serbuan Jerman, Belgia mencoba menggabungkan pasukan mereka dengan Perancis (namun sebagian besar pasukan Belgia mundur ke Antwerpen tempat mereka dipaksa menyerah ketika semua harapan bantuan pupus).
Rencana ini meminta agar sisi kanan Jerman bergerak ke Paris, dan awalnya Jerman berhasil, terutama pada Pertempuran Frontiers (14–24 Agustus). Pada 12 September, Perancis, dengan bantuan dari pasukan Britania, menghambat pergerakan Jerman ke timur Paris pada Pertempuran Marne Pertama (5–12 September) dan mendorong pasukan Jerman 50 km ke belakang. Hari-hari terakhir pertempuran ini menandakan akhir dari peperangan bergerak di barat.[10] Serangan Perancis ke Alsace Selatan, dimulai tanggal 20 Agustus dengan Pertempuran Mulhouse, mengalami sedikit kesuksesan.
Di sebelah timur, hanya satu pasukan lapangan, yaitu pasukan ke-8, yang bergerak cepat melalui kereta api melintasi Kekaisaran Jerman. Pasukan yang dulunya cadangan di barat ini dipimpin oleh Jenderal Paul von Hindenburg untuk mempertahankan Prusia Timur, setelah berhasil melakukan serbuan awal ke Rusia dengan dua unit pasukan. Jerman mengalahkan Rusia dalam serangkaian pertempuran yang secara kolektif disebut Pertempuran Tannenberg Pertama (17 Agustus – 2 September). Akan tetapi, invasi Rusia yang gagal lebih disebabkan oleh berhentinya serangan Jerman di barat dan kekalahan taktis oleh Angkatan Darat Perancis di Marne. Pasukan Jerman semakin lelah dan pasukan cadangannya dipindahkan untuk menangani invasi ke Rusia. Staf Jenderal Jerman di bawah Jenderal Helmuth von Moltke yang Muda juga telah memperhitungkan bahwa pemanfaatan transportasi tentara cepat melalui kereta api tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan di luar Kekaisaran Jerman. Blok Sentral gagal mendapatkan kemenangan cepat di Perancis dan terpaksa berperang di dua front. Pasukan Jerman mengambil posisi defensif yang baik di dalam Perancis dan berhasil melumpuhkan mobilisasi 230.000 tentara Perancis dan Britania secara permanen. Meski begitu, masalah komunikasi dan keputusan komando yang bisa dipertanyakan menggagalkan impian kemenangan awal Jerman.[34]
Asia dan Pasifik

Pria di Melbourne mengambil brosur perekrutan, 1914.
Selandia Baru menduduki Samoa Jerman (kemudian Samoa Barat) pada tanggal 30 Agustus 1914. Tanggal 11 September, Pasukan Ekspedisi Laut dan Militer Australia mendarat di pulau Neu Pommern (kemudian Britania Baru), yang merupakan wilayah Nugini Jerman. Tanggal 28 Oktober, kapal jelajah SMS Emden menenggelamkan kapal jelajah Jerman Zhemchug pada Pertempuran Penang. Jepang merebt koloni Mikronesia Jerman dan, setelah Pengepungan Tsingtao, pelabuhan batu bara Jerman di Qingdao di semenanjung Shandong, Cina. Dalam beberapa bulan, pasukan Sekutu telah merebut semua teritori Jerman di Pasifik; hanya pos dagang terisolasi dan sedikit wilayah di Nugini yang bertahan.[35][36]
Front Barat
Awal peperangan parit (1914–1915)
Taktik militer sebelum Perang Dunia I gagal menyamai kemajuan teknologi. Kemajuan ini memungkinkan terciptanya sistem pertahanan canggih yang tidak mampu disamai taktik militer lama sepanjang perang. Kawat berduri merupakan penghalang efektif terhadap pergerakan infanteri massal. Artileri, jauh lebih mematikan daripada tahun 1870-an, ditambah senjata mesin, menjadikan pergerakan di daratan terbuka sangat sulit dilakukan.[37] Jerman memperkenalkan gas beracun; teknik ini kelak dipakai oleh kedua pihak, meski tidak pernah terbukti menentukan dalam memenangkan suatu pertempuran. Dampaknya sangat sadis, menyebabkan kematian yang lama dan menyakitkan, dan gas beracun menjadi salah satu hal terburuk yang paling ditakuti dan diingat dalam perang ini.[38] Komandan di kedua sisi gagal mengembangkan taktik mematahkan posisi parit dengan tanpa kerugian besar. Sementara itu, teknologi mulai menciptakan senjata-senjata ofensif baru, seperti tank.[39]
Setelah Pertempuran Marne Pertama (5–12 September 1914), baik pasukan Entente dan Jerman mengawali serangkaian manuver mengepung dalam peristiwa yang disebut "Perlombaan ke Laut". Britania dan Perancis kelak menyadari bahwa mereka menghadapi pasukan parit Jerman dari Lorraine sampai pesisir Belgia.[10] Britania dan Perancis berupaya melakukan serangan, sementara Jerman mempertahankan teritori yang diduduki. Akibatnya, parit-parit Jerman lebih kokoh ketimbang milik musuhnya, parit Inggris-Perancis hanya bersifat "sementara" sebelum pasukan mereka mematahkan pertahanan Jerman.[40]
Mud stained British soldiers at rest
Di dalam parit: Pasukan Bedil Kerajaan Irlandia di parit komunikasi pada hari pertama di Somme, 1 Juli 1916.
Kedua sisi mencoba memecah kebuntuan menggunakan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pada tanggal 22 April 1915 pada Pertempuran Ypres Kedua, Jerman (melanggar Konvensi Den Haag) memakai gas klorin untuk pertama kalinya di Front Barat. Tentara Aljazair mundur ketika digas sehingga terbentuk celah sepanjang enam kilometer (empat mil) terbuka di lini Sekutu yang segera dimanfaatkan Jerman, mengadakan Pertempuran Kitchener's Wood, sebelum ditutup oleh tentara Kanada.[41] Tank pertama dipakai dalam pertempuran oleh Britania pada Pertempuran Flers-Courcelette (bagian dari serangan Somme yang lebih besar) pada tanggal 15 September 1916 dengan sedikit keberhasilan; Perancis memperkenalkan meriam putar Renault FT pada akhir 1917; Jerman memanfaatkan tank-tank Sekutu yang ditangkap dan sejumlah kecil tank mereka sendiri.
Kelanjutan peperangan parit (1916–1917)
Kedua sisi tidak mampu memberi pukulan menentukan selama dua tahun berikutnya. Sekitar 1,1 sampai 1,2 juta tentara pasukan Britania dan jajahannya berada di Front Barat pada satu waktu.[42] Seribu batalion, menempati sektor lini dari Laut Utara sampai Sungai Orne, melakukan sistem rotasi empat tahap selama satu bulan, kecuali sebuah serangan sedang terjadi. Front ini memiliki parit sepanjang 9.600 kilometer (5,965 mil). Setiap batalion menduduki sektornya selama seminggu sebelum kembali ke lini pendukung dan terus ke lini cadangan sebelum seminggu di luar lini, biasanya di wilayah Poperinge atau Amiens.
Files of soldiers with rifles slung follow close behind a tank, there is a dead body in the foreground
Tentara Kanada bergerak di belakang tank Mark II Britania pada Pertempuran Vimy Ridge.
In the foreground three German soldiers behind cover engage attacking French soldiers
Seorang tentara Perancis menyerang posisi Jerman, Champagne, Perancis, 1917.

Perwira dan tamtama senior dari Kontingen Bermuda Artileri Milisi Bermuda, Artileri Garnisun Kerajaan, di Eropa.
Sepanjang 1915–17, Imperium Britania dan Perancis mengalami lebih banyak korban daripada Jerman, karena sikap strategi dan taktik yang dipilih oleh sisinya. Secara strategis, saat Jerman hanya melakukan satu serangan tunggal di Verdun, Sekutu melakukan banyak upaya untuk mematahkan lini Jerman.

Armada Besar Britania Raya berlayar ke Scapa Flow, 1914
Pada tanggal 1 Juli 1916, Angkatan Darat Britania Raya mengalami hari paling mematikan dalam sejarahnya, dengan korban 57.470 jiwa, termasuk 19.240 gugur, pada hari pertama Pertempuran Somme. Kebanyakan korban jatuh pada satu jam pertama serangan. Seluruh serangan Somme melibatkan setengah juta prajurit Angkatan Darat Britania.[43]

Skadron kapal perang Hochseeflotte di laut
Serangan Jerman yang terus-menerus di Verdun sepanjang 1916,[44] ditambah Somme (Juli dan Agustus 1916), membawa pasukan Perancis yang lelah di ambang perpecahan. Upaya sia-sia dalam serangan frontal memakan banyak korban bagi Britania dan poilu Perancis dan mendorong terjadinya mutini besar-besaran tahun 1917, setelah Serangan Nivelle (April dan Mei 1917) yang gagal.[45]
Secara taktis, doktrin komandan Jerman Erich Ludendorff berupa "pertahanan elastis" cocok dipakai untuk peperangan parit. Pertahanan ini terdiri dari posisi depan yang minim pertahanan dan posisi utama jauh di belakang jangkauan artileri yang lebih kuat, yang dari situlah serangan balasan cepat dan kuat bisa dilancarkan.[46][47]
Ludendorff menulis tentang pertempuran tahun 1917,
25 Agustus mengakhiri fase kedua pertempuran Flandria. Peristiwa ini memakan banyak korban dari pihak kami ... Pertempuran Agustus mematikan di Flandria dan Verdun membawa tekanan berat bagi tentara Barat. Meski di bawah perlindungan beton, semua tampak kurang kuat menghadapi artileri musuh yang luar biasa. Pada beberapa saat, mereka tidak lagi memiliki ketegasan yang saya, bersama para komandan setempat, harapkan. Musuh berupaya mengadaptasikan diri mereka dengan metode kakmi dalam melakukan serangan balasan ... Saya sendiri mengalami tekanan luar biasa. Suasana di Barat tampak mencegah dilakukannya rencana-rencana kami di manapun. Jumlah korban begitu banyak sehingga kami tidak sempat menguburkan mereka secara layak, dan melebihi semua harapan kami.[48]
Pada pertempuran Menin Road Ridge, Ludendorff menulis,
Serangan besar lain dilancarkan terhadap lini kami pada tanggal 20 September ... Serangan musuh terhadap pasukan ke-20 berhasil, yang membuktikan superioritas serangan terhadap pertahanan. Kekuatan mereka tidak melibatkan tank; kami melihat mereka begitu tidak nyaman, tetapi terus mengerahkan semuanya. Kekuatan serangan terletak di artileri, dan faktanya artileri kami tidak mampu memberi dampak yang cukup untuk memecah infanteri saat mereka terus bersatu pada saat itu juga.[49]
Pada Pertempuran Arras 1917, satu-satunya keberhasilan besar militer Britania adalah penaklukan Vimy Ridge oleh Korps Kanada di bawah pimpinan Sir Arthur Currie dan Julian Byng. Tentara yang menyerang, untuk pertama kalinya, mampu mengalahkan, bersatu dengan cepat, dan mempertahankan pegunungan yang membatasi dataran Douai yang kaya akan kandungan batu bara.[50][51]
Perang laut
Pada awal perang, Kekaisaran Jerman memiliki kapal jelajah yang tersebar di seluruh dunia, beberapa di antaranya dipakai untuk menyerang kapal dagang Sekutu. Angkatan Laut Kerajaan Britania Raya secara sistematis memburu mereka, meski menanggun malu akibat ketidakmampuannya melindungi kapal Sekutu. Misalnya, kapal jelajah ringan Jerman SMS Emden, bagian dari skadron Asia Timur yang berpusat di Tsingtao, menangkap atau menghancurkan 15 kapal dagang, serta menenggelamkan sebuah kapal jelajah Rusia dan kapal penghancur Perancis. Namun sebagian besar Skadron Asia Timur Jerman—terdiri dari kapal jelajah lapis baja Scharnhorst dan Gneisenau, kapal jelajah ringan Nürnberg dan Leipzig dan dua kapal angkut—tidak diberi perintah mencegat jalur perkapalan dan malah diperintahkan kembali ke Jerman ketika bertemu kapal perang Britania. Armada Jerman dan Dresden menenggelamkan dua kapal jelajah lapis baja pada Pertempuran Coronel, namun hampir hancur pada Pertempuran Kepulauan Falkland bulan Desember 1914, dengan Dresden dan beberapa kapal pembantu berhasil kabur, tetapi pada Pertempuran Más a Tierra kapal-kapal tadi akhirnya hancur atau ditangkap.[52]
Sesaat setelah pecahnya pertempuran, Britania memulai blokade laut Jerman. Strategi ini terbukti efektif, memutuskan suplai militer dan sipil, meski blokade ini melanggar hukum internasional yang diatur oleh beberapa perjanjian internasional selama dua abad terakhir.[53] Britania membuang ranjau di perairan internasional untuk mencegah kapal apapun memasuki seluruh wilayah samudra, sehingga membahayakan kapal yang netral sekalipun.[54] Karena ada sedikit tanggapan terhadap taktik ni, Jerman mengharapkan taktik yang sama terhadap peperangan kapal selamnya yang tidak terhambat.[55]
Pertempuran Jutland (Jerman: Skagerrakschlacht, atau "Pertempuran Skagerrak") 1916 berubah menjadi pertempuran laut terbesar dalam perang ini, satu-satunya pertempuran kapal perang berskala besar dalam Perang Dunia I, dan salah satu yang terbesar dalam sejarah. Pertempuran ini terjadi pada tanggal 31 Mei – 1 Juni 1916 di Laut Utara lepas pantai Jutland. Armada Laut Lepas Kaiserliche Marine, dipimpin Wakil Laksamana Reinhard Scheer, berperang melawan Armada Besar Angkatan Laut Kerajaan, dipimpin Laksamana Sir John Jellicoe. Pertempuran ini buntu, karena Jerman, yang kalah jumlah dengan armada Britania, berhasil kabur dan mengakibatkan kerusakan lebih banyak bagi armada Britania daripada yang mereka terima. Secara strategis, Britania menguasai lautan, dan sebagian besar armada permukaan Jerman masih tertahan di pelabuhan selama perang berlangsung.[56]
Kapal-U Jerman berusaha memotong jalur suplai antara Amerika Utara dan Britania.[57] Sifat peperangan kapal selam berarti bawha serangan bisa datang tanpa peringatan, sehingga memberi kemungkinan selamat yang kecil bagi awak kapal dagang.[57][58] Amerika Serikat mengeluarkan protes, dan Jerman mengganti aturan pertempuran. Setelah penenggelaman kapal penumpang RMS Lusitania tahun 1915, Jerman berjanji tidak lagi menyerang kapal penumpang, sementara Britania mempersenjatai kapal-kapal dagangnya dan menempatkan mereka di luar perlindungan "aturan kapal jelajah" yang meminta peringatan dan penempatan awak di "tempat aman" (standar yang tidak dimiliki sekoci).[59] Akhirnya, pada awal 1917, Jerman menerapkan kebijakan peperangan kapal selam tak terbatas, menyadari bahwa Amerika Serikat akan ikut berperang.[57][60] Jerman berupaya menghambat jalur laut Sekutu sebelum Amerika Serikat dapat memindahkan pasukan dalam jumlah besar ke luar negeri, tetapi hanya mampu mengerahkan lima kapal-U jarak jauh dengan dampak yang sedikit.[57]

U-155 dipamerkan dekat Tower Bridge di London setelah Perang Dunia Pertama.
Ancaman kapal-U berkurang pada tahun 1917, ketika kapal-kapal dagang mulai berlayar dalam bentuk konvoi dan dikawal kapal penghancur. Taktik ini terbukti sulit bagi kapal-U untuk mencari target, sehingga mengurangi kerugian; setelah hidrofon dan ranjau bawah air diperkenalkan, kapal penghancur pengawal bisa menyerang kapal selam dengan kemungkinan berhasil. Konvoi memperlambat aliran suplai, karena kapal harus menunggu saat konvoi dibentuk. Solusi terhadap penundaan ini adalah program pembangunan kapal angkut baru secara besar-besaran. Kapal tentara terlalu cepat untuk dikejar kapal selam dan tidak berlayar di Atlantik Utara dalam konvoi.[61] Kapal-U telah menenggelamkan lebih dari 5.000 kapal Sekutu dengan kerugian sebanyak 199 kapal selam.[62]
Perang Dunia I juga menjadi peristiwa ketika kapal angkut pesawat pertama kali dipakai dalam pertempuran, dengan HMS Furious meluncurkan pesawat Sopwith Camels dalam serangan sukses terhadap hangar Zeppelin di Tondern pada bulan Juli 1918, serta blimp untuk patroli antikapal selam.[63]
Teater Selatan
Perang di Balkan

Tentara Austria-Hongaria mengeksekusi tawanan perang Serbia. Serbia kehilangan 850.000 orang sepanjang perang, seperempat dari populasinya sebelum perang.[64]
Menghadapi Rusia, Austria-Hongaria hanya mampu menyisihkan sepertiga pasukannya untuk menyerang Serbia. Setelah mengalami kerugian besar, Austria sementara berhasil menduduki ibu kota Serbia, Belgrade. Serangan balasan Serbia pada pertempuran Kolubara berhasil mengusir mereka dari negara ini pada akhir 1914. Selama sepuluh bulan pertama 1915, Austria-Hongaria memanfaatkan sebagian besar cadangan militernya untuk berperang dengan Italia. Akan tetapi, diplomat Jermen dan Austria-Hongaria mengusulkan kudeta dengan membujuk Bulgaria agar ikut menyerang Serbia. Provinsi Slovenia, Kroasia, dan Bosnia menyediakan bala tentara untuk Austria-Hongaria, menyerbu Serbia sekaligus menghadapi Rusia dan Italia. Montenegro berpihak pada Serbia.[65]
Serbia dikuasai dalam kurun satu bulan lebih sedikit, setelah Blok Sentral, sekarang mencakup Bulgaria, mengirimkan 600.000 tentara. Pasukan Serbia, berperang di dua front dan menghadapi kekalahan telak, mundur ke Albania utara (yang sudah mereka duduki sejak awal perang[diragukan ]). Serbia kalah pada Pertempuran Kosovo. Montenegro melindungi mundurnya Serbia ke pantai Adriatik pada Pertempuran Mojkovac tanggal 6–7 Januari 1916, namun Austria pada akhirnya menduduki Montenegro. 70.000 tentara Serbia tersisa dievakuasi dengan kapal ke Yunani.[66]
Pada akhir 1915, satu pasukan Perancis-Britania mendarat di Salonika, Yunani, untuk memberi bantuan dan menekan pemerintah setempat untuk menyatakan perang terhadap Blok Sentral. Sayang sekali bagi Sekutu, Raja Constantine I yang pro-Jerman membubarkan pemerintahan Eleftherios Venizelos yang pro-Sekutu, sebelum pasukan ekspedisi Sekutu tiba.[67] Pertentangan antara raja Yunani dan Sekutu terus memuncak dengan terjadinya Skisma Nasional, yang efektif membelah Yunani menjadi wilayah yang setia pada raja dan pemerintahan sementara Venizelos di Salonika. Setelah negosiasi diplomatik intensif dan konfrontasi bersenjata di Athena antara pasukan Sekutu dan royalis (insiden Noemvriana), raja Yunani mundur dan putra keduanya, Alexander, menggantikannya. Venizelos pulang ke Athena tanggal 29 Mei 1917 dan Yunani, setelah bersatu, secara resmi bergabung di pihak Sekutu. Seluruh pasukan Yunani dimobilisasi dan mulai berpartisipasi dalam operasi militer melawan Blok Sentral di front Makedonia.

Tentara Bulgaria di dalam parit, bersiap menembak pesawat yang datang
Setelah penaklukan, Serbia dibagi antara Austria-Hongaria dan Bulgaria. Pada tahun 1917, Serbia melancarkan Pemberontakan Toplica dan sempat membebaskan wilayah antara pegunungan Kopaonik dan sungai Morava Selatan. Pemberontakan ini dipadamkan oleh pasukan gabungan Bulgaria dan Austria pada akhir Maret 1917.
Front Makedonia pada awalnya cenderung statis. Pasukan Perancis dan Serbia menduduki kembali sedikit wilayah Makedonia dengan menaklukkan Bitola tanggal 19 November 1916 sebagai hasil dari Serangan Monastir yang membawa kestabilan di front ini.
Tentara Serbia dan Perancis akhirnya membuat terobosan, setelah sebagian besar tentara Jerman dan Austria-Hongaria ditarik. Terobosan ini penting dalam mengalahkan Bulgaria dan Austria-Hongaria, yang berujung pada kemenangan akhir PDI. Bulgaria mengalami kekalahan satu-satunya dalam perang pada Pertempuran Dobro Pole, namun beberapa hari kemudian mereka berhasil mengalahkan pasukan Britania dan Yunani pada Pertempuran Doiran demi menghindari pendudukan. Setelah Serbia menerobos perbatasan Bulgaria, Bulgaria menyerah pada tanggal 29 September 1918.[68] Hindenburg dan Ludendorff menyimpulkan bahwa keseimbangan strategi dan operasi sekarang telah beralih melawan Blok Sentral dan sehari setelah kejatuhan Bulgaria, pada pertemuan pejabat-pejabat pemerintahan, mereka mengupayakan penyelesaian secara damai secepat mungkin.[69]
Hilangnya front Makedonia menandakan bahwa jalan ke Budapest dan Wina terbuka untuk 670.000 tentara pimpinan Jenderal Franchet d'Esperey setelah menyerahnya Bulgaria memberi Blok Sentral kerugian sebanyak 278 batalion infanteri dan 1.500 senjata (sama besar dengan 25 sampai 30 divisi Jerman) yang sebelumnya mempertahankan perbatasan.[70] Komando tinggi Jerman merespon dengan mengirimkan tujuh infanteri dan satu divisi kavaleri saja, tetapi pasukan ini terlalu jauh dari front dan sudah terlambat.[70]
Kesultanan Utsmaniyah
Kesultanan Utsmaniyah bergabung dengan Blok Sentral pada perang ini, Aliansi Utsmaniyah-Jerman yang rahasia telah ditandatangani pada bulan Agustus 1914.[71] Aliansi ini mengancam teritori Kaukasus Rusia dan komunikasi Britania dengan India melalui Terusan Suez. Britania dan Perancis membuka front seberang laut melalui Kampanye Gallipoli (1915) dan Mesopotamia. Di Gallipoli, Kesultanan Utsmaniyah berhasil mengusir Britania, Perancis, dan Korps Angkatan Darat Australia dan Selandia Baru (ANZAC). Di Mesopotamia, sebaliknya, setelah Pengepungan Kut (1915–16) yang menghancurkan, pasukan Imperium Britania melakukan reorganisasi dan menduduki Baghdad pada bulan Maret 1917.
Foreground, a battery of 16 heavy guns. Background, conical tents and support vehicles.
Sebuah baterai artileri Britania di Gunung Scopus pada Pertempuran Yerusalem.
Jauh ke barat, Terusan Suez berhasil dipertahankan dari serangan Utsmaniyah tahun 1915 dan 1916; pada bulan Agustus, pasukan gabungan Jerman dan Utsmaniyah dikalahkan pada Pertempuran Romani oleh Pasukan Berkuda Anzac dan Divisi Infanteri (Dataran rendah) ke-52. Setelah kemenangan ini, Pasukan Ekspedisi Mesir Imperium Britania maju melintasi Semenanjung Sinai, mendorong pasukan Utsmaniyah pada Pertempuran Magdhaba bulan Desember dan Pertempuran Rafa di perbatasan antara Sinai Mesir dan Palestina Utsmaniyah bulan Januari 1917.

Parit hutan Rusia pada Pertempuran Sarikamish
Angkatan darat Rusia sedang jaya-jayanya di Kaukasus. Enver Pasha, komandan tertinggi angkatan bersenjata Utsmaniyah, sangat ambisius dan bermimpi menguasai kembali Asia Tengah dan wilayah-wilayah yang diduduki Rusia sebelumnya. Akan tetapi, ia bukan komandan yang cerdas.[72] Ia melancarkan serangan terhadap Rusia di Kaukasus bulan Desember 1914 dengan 100.000 tentara; akibat memaksakan serangan frontal di kawasan pegunungan Rusia saat musim dingin, ia kehilangan 86% pasukannya pada Pertempuran Sarikamish.[73]
Jenderal Yudenich, komandan Rusia pada 1915 sampai 1916, mengusir Turki keluar dari sebagian besar Kaukasus selatan dengan serangkaian kemenangan.[73] Bulan 1917, Adipati Agung Nicholas dari Rusia mengambil alih komando atas front Kaukasus. Nicholas berencana membangun rel kereta dari Georgia Rusia ke teritori taklukan, sehingga suplai segar bisa dikirimkan ke serangan baru tahun 1917. Sayangnya, pada bulan Maret 1917 (Februari dalam kalender Rusia pra-revolusi), Tsar dijatuhkan dalam Revolusi Februari dan Angkatan Darat Kaukasus Rusia mulai terpecah.
Dimulai oleh biro Arab dari Departemen Luar Negeri Britania Raya, Pemberontakan Arab dimulai dengan bantuan Britania bulan Juni 1916 pada Pertempuran Makkah, dipimpin Sherif Hussein dari Makkah dan berakhir dengan penyerahan Damaskus oleh Utsmaniyah. Fakhri Pasha, komandan Utsmaniyah di Madinah, bertahan selama lebih dari 2,5 tahun selama Pengepungan Madinah.[74]
Di sepanjang perbatasan Libya Italia dan Mesir Britania, suku Senussi, didorong dan dipersenjatai Turki, melakukan perang gerilya kecil terhadap tentara Sekutu. Britania terpaksa mengerahkan 12.000 tentaranya untuk menghadapi mereka dalam Kampanye Senussi. Pemberontakan mereka dipatahkan pada pertengahan 1916.[75]
Partisipasi Italia

Korps pegunungan Austria-Hongaria di Tirol
Italia telah bersekutu dengan Kekaisaran Jerman dan Austria-Hongaria sejak 1882 sebagai bagian dari Aliansi Tiga. Akan tetapi, bangsa ini memiliki klaim tersendiri atas teritori Austria di Trentino, Istria, dan Dalmatia. Roma memiliki pakta rahasia dengan Perancis tahun 1902, sehingga efektif meniadakan aliansi ini.[76] Pada awal perang, Italia menolak mengirimkan tentara dengan alasan bahwa Aliansi Tiga bersifat defensif dan Austria-Hongaria adalah agresor. Pemerintah Austria-Hongaria mulai bernegosiasi untuk mengamankan kenetralan Italia dengan memberi imbalan koloni Perancis di Tunisia. Sekutu memberi tawaran balasan bahwa Italia bisa memperoleh Tirol Selatan, Padang Julian dan teritori pesisir Dalmatia setelah kekalahan Austria-Hongaria. Tawaran ini diresmikan oleh Perjanjian London. Terdorong oleh invasi Sekutu ke Turki bulan April 1915, Italia bergabung dengan Entente Tiga dan menyatakan perang terhadap Austria-Hongaria pada tanggal 23 MEi. Lima belas bulan kemudian, Italia menyatakan perang terhadap Jerman.
Secara militer, Italia memiliki superioritas jumlah. Keuntungan ini akhirnya hilang, bukan hanya karena medan peperangan yang sulit, tetapi juga karena strategi dan taktik yang dipakai. Marsekal Lapangan Luigi Cadorna, seorang pendukung keras serangan frontal, ingin sekali maju hingga plato Slovenia, menduduki Ljubljana dan mengancam Wina. Rencana Cadorna tidak mencakup sulitnya medan Alpen yang bergunung-gunung, atau perubahan teknologi yang menciptakan peperangan parit, sehingga memunculkan serangkaian serangan mematikan dan buntu.
Di front Trentino, Austria-Hongaria memanfaatkan daerah pegunungan yang menguntungkan pasukan Italia. Setelah kemunduran strategis pertama, front ini masih belum berubah drastis, sementara Kaiserschützen dan Standschützen Austria menghadapi Alpini Italia dalam pertempuran alot sepanjang musim panas. Austria-Hongaria menyerang balik di Altopiano Asiago, menghadap Verona dan Padua, pada musim semi 1916 (Strafexpedition), namun hanya membuat sedikit kemajuan.
Berawal pada tahun 1915, Italia di bawah pimpinan Cadorna mengadakan sebelas serangan di front Isonzo di sepanjang Sungai Isonzo, timur laut Trieste. Kesebelas serangan tersebut digagalkan oleh Austria-Hongaria, yang menguasai dataran yang lebih tinggi. Pada musim panas 1916, Italia menduduki kota Gorizia. Setelah kemenangan kecil ini, front tetap statis selama setahun meski Italia melakukan beberapa serangan. Pada musim gugur 1917, berkat situasi yang membaik di front Timur, tentara Austria-Hongaria menerima banyak sekali bantuan, termasuk Stormtrooper dan pasukan elit Alpenkorps Jerman.

Gambaran Pertempuran Doberdò, terjadi bulan Agustus 1916 antara pasukan Italia dan Austria-Hongaria.
Blok Sentral melancarkan serangan menghancurkan pada tanggal 26 Oktober 1917 yang dipimpin oleh Jerman. Mereka menang di Caporetto. Angkatan Darat Italia dialihkan dan mundur sejauh lebih dari 100 kilometer (62 mil) untuk reorganisasi, sehingga menstabilkan front di Sungai Piave. Karena pada Pertempuran Caporetto AD Italia mengalami kerugian besar, pemerintah Italia mengadakan wajib militer yang disebut '99 Laki-Laki (Ragazzi del '99): yaitu semua pria berusia 18 tahun. Pada tahun 1918, Austria-Hongaria gagal menerobos pertahanan Italia dalam serangkaian pertempuran di Sungai Piave, dan akhirnya dikalahkan pada Pertempuran Vittorio Veneto bulan Oktober tahun itu. Tanggal 5–6 November 1918, pasukan Italia dilaporkan telah mencapai Lissa, Lagosta, Sebenico, dan permukiman lain di pesisir Dalmatia.[77] Pada akhir perang bulan November 1918, militer Italia memegang kendali atas seluruh Dalmatia yang telah dijanjikan kepada Italia oleh Pakta London.[78] Tahun 1918, Laksamana Enrico Millo menyatakan dirinya sebagai Gubernur Dalmatia Italia.[78] Austria-Hongaria menyerah pada awal November 1918.[79][80]
Partisipasi Rumania

Marsekal Joffre menginspeksi tentara Rumania
Rumania telah bersekutu dengan Blok Sentral sejak 1882. Ketika perang dimulai, negara ini malah menyatakan netral dengan alasan karena Austria-Hongaria sendirian menyatakan perang terhadap Serbia, Rumania tidak wajib ikut serta dalam perang. Ketika Blok Entente menjanjikan Rumania teritori besar di Hongaria timur (Transylvania dan Banat) yang memiliki populasi Rumania besar dengan imbalan Rumania menyatakan perang terhadap Blok Sentral, pemerintah Rumania menyatakan tidak lagi netral. Pada tanggal 27 Agustus 1916, Angkatan Darat Rumania melancarkan serangan terhadap Austria-Hongaria dengan sedikit bantuan dari Rusia. Serangan Rumania awalnya sukses, memukul tentara Austria-Hongaria di Transylvania, namun serangan balasan oleh pasukan Blok Sentral memukul kembali pasukan Rusia-Rumania. Sebagai akibat dari Pertempuran Bukares, Blok Sentral menduduki Bukares tanggal 6 Desember 1916. Peperangan di Moldova terus berlanjut tahun 1917 dan berakhir dengan kebuntuan yang merugikan bagi Blok Sentral.[81][82] Rusia menarik diri dari perang pada akhir 1917 akibat Revolusi Oktober yang berarti Rumania terpaksa menandatangani gencatan senjata dengan Blok Sentral pada tanggal 9 Desember 1917.
Bulan Januari 1918, pasukan Rumania menguasai Bessarabia setelah AD Rusia meninggalkan provinsi tersebut. Melalui perjanjian yang ditandatangani pemerintah Rumania dan Rusia Bolshevik pasca pertemuan tanggal 5–9 Maret 1918 tentang penarikan pasukan Rumania dari Bessarabia dalam kurun dua bulan, pada tanggal 27 Maret 1918 Rumania memasukkan Bessarabia ke dalam teritorinya, secara formal berdasarkan pada resolusi yang disahkan majelis teritori setempat tentang penyatuan dengan Rumania.
Rumania secara resmi berdamai dengan Blok Sentral dengan menandatangani Perjanjian Bukares tanggal 7 Mei 1918. Rumania wajib mengakhiri perang dengan Blok Sentral dan membuat sedikit konsensi teritori ke Austria-Hongaria, memberikan kendali atas sejumlah celah di Pegunungan Carpathia, dan memberi konsesi minyak ke Jerman. Sebagai imbalannya, Blok Sentral mengakui kedaulatan Rumania atas Bessarabia. Perjanjian ini dihapus bulan Oktober 1918 oleh pemerintahan Alexandru Marghiloman, dan Rumania kembali masuk kancah perang pada tanggal 10 November 1918. Keesokan harinya, Perjanjian Bukares dinulifikasi sesuai ketentuan Gencatan Senjata Compiègne.[83][84] Total korban Rumania sejak 1914 sampai 1918, militer dan sipil di perbatasan lama diperkirakan mencapai 784.000 jiwa.[85]
Peran India
Berbeda dengan kekhawatiran Britania akan terjadinya pemberontakan di India, pecahnya Perang Dunia I malah memunculkan loyalitas dan niat baik terhadap Britania Raya.[86][87] Para pemimpin politik India dari Kongres Nasional India dan kelompok-kelompok lain mau mendukung upaya perang Britania karena yakin bahwa dukungan kuat untuk perang akan mendorong disetujuinya Pemerintahan Bebas India. Angkatan Darat India mengalahkan jumlah Angkatan Darat Britania pada awal perang; sekitar 1,3 juta tentara dan pekerja India tersebar di Eropa, Afrika, dan Timur Tengah, sementara pemerintah pusat dan negara kepangeranan mengirimkan suplai makanan, uang, dan amunisi dalam jumlah besar. Secara keseluruhan, 140.000 tentara ditempatkan di Front Barat dan hampir 700.000 tentara di Timur Tengah. Total korban dari tentara India sepanjang Perang Dunia I berjumlah 47.746 gugur dan 65.126 terluka.[88] Penderitaan akibat perang serta kegagalan pemerintah Britania untuk memberikan pemerintahan bebas kepada India setelah perang berakhir memunculkan disilusi dan mendorong kampanye kemerdekaan penuh yang kelak dipimpin oleh Mohandas Karamchand Gandhi dan teman-temannya.

Tentara Rusia menunggu serangan Jerman
Front Timur
Tindakan awal
Saat Front Barat mencapai kebuntuan, perang terus berlanjut di Eropa Timur. Rencana awal Rusia adalah melakukan invasi bersamaan terhadap Galisia Austria dan Prusia Timur Jerman. Meski serbuan awal Rusia ke Galisia sukses besar, Rusia dipukul mundur dari Prusia Timur oleh Hindenburg dan Ludendorff di Tannenberg dan Danau Masurian bulan Agustus dan September 1914.[89][90] Basis industri Rusia yang kurang maju dan kepemimpinan militernya yang tidak efektif juga memainkan peran dalam peristiwa selanjutnya. Pada musim semi 1915, Rusia mundur ke Galisia, dan pada bulan Mei, Blok Sentral melakukan terobosan luar biasa di front selatan Polandia.[91] Pada tanggal 5 Agustus, mereka menduduki Warsawa dan mengusir Rusia dari Polandia.
Revolusi Rusia
Meski berhasil pada Serangan Brusilov bulan Juni 1916 di timur Galisia,[92] ketidakpuasan atas operasi perang pemerintah Rusia muncul. Kesuksesan serangan ini dirusak oleh keengganan jenderal-jenderal lain untuk mengirimkan pasukan mereka untuk mendukung kemenangan ini. Pasukan Sekutu dan Rusia sementara terbangkitkan oleh masuknya Rumania ke Perang Dunia pada tanggal 27 Agustus. Pasukan Jerman datag membantu Austria-Hongaria di Transylvania, dan Bukares jatuh ke Blok Sentral pada tanggal 6 Desember. Sementara itu, kerusuhan terjadi di Rusia saat Tsar masih berada di garis depan. Pemerintahan Permaisuri Alexandra yang semakin tidak kompeten mendorong protes dan berujung pada pembunuhan tokoh favoritnya, Rasputin, pada akhir 1916.
Bulan Maret 1917, demonstrasi di Petrograd memuncak dengan pengunduran diri Tsar Nicholas II dan penyusunan Pemerintah Darurat lemah yang berbagi kekuasaan dengan sosialis Petrograd Soviet. Pembentukan ini menciptakan kebingungan dan kekacauan baik di garis depan dan dalam negeri. Angkatan darat pun semakin tidak efektif.[91]
Three formally attired men at a conference table sign documents while 32 others look on.
Tokoh yang menandatangani Perjanjian Brest-Litovsk (9 Februari 1918): 1. Count Ottokar von Czernin, 2. Richard von Kühlmann, dan 3. Vasil Radoslavov
Ketidakpuasan dan kelemahan Pemerintah Darurat membuat Partai Bolshevik pimpinan Vladimir Lenin semakin populer, yang meminta penghentian perang secepat mungkin. Pemberontakan bersenjata Bolshevik bulan November yang sukses diikuti dengan gencatan senjata dan negosiasi dengan Jerman pada bulan Desember. Awalnya, Bolshevik menolak permintaan Jerman, namun ketika tentara Jerman mulai bergerak melintasi Ukraina tanpa perlawanan, pemerintahan baru ini membuat Perjanjian Brest-Litovsk tanggal 3 Maret 1918. Perjanjian ini menyerahkan banyak sekali teritori, termasuk Finlandia, provinsi-provinsi Baltik, sebagian Polandia dan Ukraina ke Blok Sentral.[93] Meski Jerman tampak sukses besar, sumber daya manusia yang dibutuhkan Jerman untuk menduduki bekas teritori Rusia mungkin turut berkontribusi pada kegagalan Serangan Musim Semi dan mengamankan sedikit bahan pangan atau material lainnya.
Melalui adopsi Perjanjian Brest-Litovsk, Entente tidak lagi berdiri. Pasukan Sekutu memimpin invasi kecil ke Rusia, pertama untuk menghentikan Jerman mengeksploitasi sumber daya alam Rusia, dan kedua untuk mendukung "Kaum Putih" (lawan dari "Kaum Merah") pada Perang Saudara Rusia.[94] Tentara Sekutu mendarat di Arkhangelsk dan Vladivostok.
Rencana Blok Sentral untuk negosiasi damai

Dalam perjalanan menuju Verdun. "They shall not pass" adalah frasa yang sering dikaitkan dengan pertahanan Verdun.
Pada bulan Desember 1916, setelah sepuluh bulan mematikan pada Pertempuran Verdun dan serangan sukses terhadap Rumania, Jerman berupaya menegosiasikan perdamaian dengan Sekutu. Presiden A.S. Woodrow Wilson segera berusaha mengintervensi selaku pencinta damai dan meminta kedua pihak diberi catatan untuk menyatakan permintaan mereka. Kabinet Perang Lloyd George menganggap tawaran Jerman sebagai jebakan untuk menciptakan perpecahan di kalangan Sekutu. Setelah kemarahan awal dan banyak pertimbangan, mereka menganggap catatan Wilson sebagai upaya terpisah yang menandakan bahwa A.S. berada di ambang pintu perang melawan Jerman pasca-"kekejaman kapal selam". Saat Sekutu mendiskusikan balasan terhadap tawaran Wilson, Jerman memilih untuk mengabaikannya demi "pertukaran pandangan langsung". Mengetahui tanggapan Jerman seperti itu, pemerintah Sekutu bebas membuat permintaan jelas dalam balasan mereka tanggal 14 Januari. Mereka menuntut perbaikan kerusakan, pengosongan teritori dudukan, biaya perbaikan untuk Perancis, Rusia, dan Rumania, dan pengakuan prinsip kebangsaan. Hal ini meliputi pembebasan bangsa Italia, Slavia, Rumania, Ceko-Slovak, dan pembentukan "Polandia bebas dan bersatu". Tentang keamanan, Sekutu menuntut jaminan yang dapat mencegah atau membatasi perang selanjutnya, lengkap dengan sanksi, sebagai persyaratan penyelesaian damai apapun.[95] Negosiasi ini gagal dan negara-negara Entente menolak tawaran Jerman, karena Jerman tidak menyatakan permintaan spesifik apapun. Kepada Wilson, negara-negara Entente menyatakan bahwa mereka tidak akan memulai negosiasi damai sampai Blok Sentral mengosongkan seluruh teritori Sekutu yang diduduki dan memberikan ganti rugi atas semua kerusakan yang diperbuat.[96]
1917–1918

Tentara Perancis pimpinan Jenderal Gouraud bersama senjata mesin mereka di antara reruntuhan katedral dekat Marne berusaha memukul mundur Jerman, 1918
Perkembangan tahun 1917
Peristiwa tahun 1917 terbukti menentukan dalam mengakhiri perang, meski dampaknya tidak terasa penuh sampai 1918.
Blokade laut Britania mulai memberi dampak serius terhadap Jerman. Sebagai tanggapan, pada bulan Februari 1917, Staf Jenderal Jerman meyakinkan Kanselir Theobald von Bethmann-Hollweg untuk menggelar perang kapal selam tanpa batas, dengan tujuan membuat Britania menarik diri dari perang. Para perencana Jerman memperkirakan bahwa perang kapal selam tanpa batas akan merugikan Britania 600.000 ton kapal per bulannya. Staf Jenderal mengakui bahwa kebijakan ini mungkin nyaris membawa Amerika Serikat ke dalam konflik ini, namun memperkirakan bahwa kerugian perkapalan Britania begitu tinggi sehingga mereka bisa dipaksa meminta perdamaian setelah 5 sampai 6 bulan, sebelum intervensi Amerika Serikat berpengaruh terhadap konflik. Kenyataannya, tonase kapal yang tenggelam di atas 500.000 ton per bulan mulai Februari sampai Juli. Jumlah ini meningkat menjadi 860.000 ton pada bulan April. Setelah Juli, sistem konvoi baru yang diperkenalkan kembali menjadi sangat efektif mengurangi ancaman kapal-U. Britania selamat dari ketiadaan armada kapal, sementara produksi industri Jerman jatuh, dan tentara Amerika Serikat ikut berperang dalam jumlah besar lebih cepat daripada yang diperkirakan Jerman.

Kru film Jerman sedang merekam peristiwa.
Tanggal 3 Mei 1917, selama Serangan Nivelle, Divisi Kolonial ke-2 Perancis yang lelah, para veteran Pertempuran Verdun, menolak perintah atasannya, tiba dalam keadaan mabuk dan tanpa membawa senjata. Perwira mereka tidak berani menghukum seluruh divisi dan hukuman keras tidak segera diberlakukan. Kemudian, pemberontakan militer dialami oleh 54 divisi Perancis dan 200.000 prajuritnya desersi. Pasukan Sekutu lainnya menyerang, namun menderita kerugian luar biasa.[97] Akan tetapi, seruan patriotisme dan tugas, serta penahanan dan pengadilan massal, membuat para prajurit kembali mempertahankan parit, meski tentara Perancis menolak berpartisipasi dalam operasi serangan selanjutnya.[98] Robert Nivelle dicopot dari jabatannya pada 15 Mei, digantikan oleh Jenderal Philippe Pétain, yang menunda sejumlah serangan mematikan berskala besar.
Kemenangan Austria-Hongaria dan Jerman pada Pertempuran Caporetto mendorong Sekutu di Konferensi Rapallo membentuk Dewan Perang Agung untuk mengoordinasikan perencanaan. Sebelumnya, pasukan Britania dan Perancis beroperasi di bawah komando yang berbeda.

Haut-Rhin, Perancis, 1917
Bulan Desember, Blok Sentral menandatangani gencatan senjata dengan Rusia. Perjanjian ini membebaskan sejumlah besar tentara Jerman agar bisa dipakai di barat. Dengan bantuan Jerman dan tentara Amerika Serikat baru masuk, hasil perang akan ditentukan di Front Barat. Blok Sentral tahu bahwa mereka tidak mampu memenangkan perang yang berlarut-larut, tetapi mereka memiliki harapan besar untuk berhasil berdasarkan serangan cepat terakhir. Selain itu, para pemimpin Blok Sentral dan Sekutu semakin khawatir terhadap kerusuhan sosial dan revolusi di Eropa. Karena itu, kedua sisi berusaha meraih kemenangan menentukan dengan cepat.[99]
Konflik Kesultanan Utsmaniyah 1917
Bulan Maret dan April 1917, pada Pertempuran Gaza Pertama dan Kedua, pasukan Jerman dan Utsmaniyah menghentikan laju Pasukan Ekspedisi Mesir yang telah dimulai bulan Agustus 1916 di Romani. Pada akhir Oktober, Kampanye Sinai dan Palestina dilanjutkan setelah Korps XX, Korps XXI, dan Korps Berkuda Gurun Jenderal Edmund Allenby memenangkan Pertempuran Beersheba. Dua pasukan Utsmaniyah dikalahkan beberapa minggu kemudian pada Pertempuran Yerusalem. Pada saat itu, Friedrich Freiherr Kress von Kressenstein diberhentikan dari jabatannya sebagai komandan Angkatan Darat ke-8 dan digantikan oleh Djevad Pasha, dan beberapa bulan kemudian komandan Angkatan Darat Utsmaniyah di Palestina, Erich von Falkenhayn, digantikan oleh Otto Liman von Sanders.
Keikutsertaan Amerika Serikat
Non-intervensi
Saat pecah perang, Amerika Serikat mengambil kebijakan non-intervensi, yaitu menghindari konflik tetapi mencoba menciptakan perdamaian. Ketika sebuah kapal-U Jerman menenggelamkan kapal pesiar Britania RMS Lusitania tanggal 7 Mei 1915 yang juga menewaskan 128 warga negara Amerika Serikat, Presiden Woodrow Wilson menegaskan bahwa "Amerika Serikat terlalu bangga untuk berperang", tetapi menuntut berakhirnya serangan terhadap kapal penumpang. Jerman patuh. Wilson gagal mencoba memediasi penyelesaian. Akan tetapi, ia juga berkali-kali memperingatkan bahwa A.S. tidak akan menoleransi perang kapal selam tanpa batas karena melanggar hukum internasional. Mantan presiden Theodore Roosevelt menyebut aksi Jerman sebagai "pembajakan".[100] Wilson menang tipis dalam pemilu presiden 1916 karena para pendukungnya menyatakan bahwa "ia menjauhkan kami dari perang".
Bulan Januari 1917, Jerman melanjutkan perang kapal selam tanpa batasnya, menyadari bahwa Amerika Serikat kelak ikut dalam perang. Menteri Luar Negeri Jerman, dalam Telegram Zimmermann, mengundang Meksiko bergabung sebagai sekutu Jerman melawan Amerika Serikat. Sebagai imbalannya, Jerman akan mendanai perang Meksiko dan membantu mereka mencaplok kembali teritori Texas, New Mexico, dan Arizona.[101] Wilson merilis telegram Zimmerman ke publik, dan warga AS memandangnya sebagai casus belli—penyebab perang. Wilson meminta elemen-elemen antiperang untuk mengakhiri semua perang dengan memenangkan yang satu ini dan menghapus militerisme dari dunia. Ia berpendapat bahwa perang begitu penting sehingga A.S. harus punya suara dalam konferensi perdamaian.[102]

Presiden Wilson di hadapan Kongres, mengumumkan pemutusan hubungan resmi dengan Jerman pada tanggal 3 Februari 1917.
Pernyataan perang A.S. terhadap Jerman
Setelah penenggelaman tujuh kapal dagang A.S. oleh kapal selam dan penerbitan telegram Zimmerman, Wilson menyatakan perang terhadap Jerman,[103] yang dinyatakan tanggal 6 April 1917 oleh Kongres A.S..
Partisipasi aktif A.S. pertama
Amerika Serikat secara formal tidak pernah menjadi anggota Sekutu, tetapi menjadi "Kekuatan Terkait" yang diberi nama sendiri. Amerika Serikat memiliki pasukan kecil, namun setelah pengesahan UU Dinas Selektif, pemerintah mewajibkan militer untuk 2,8 juta pria,[104] dan pada musim panas 1918 Amerika Serikat mengirim 10.000 tentara baru ke Perancis setiap hari. Pada tahun 1917, Kongres A.S. memberikan kewarganegaraan A.S. kepada warga Puerto Rico saat mereka mendaftar untuk ikut serta dalam Perang Dunia I sebagai bagian dari UU Jones. Jerman telah salah perkiraan, percaya bahwa dibutuhkan beberapa bulan sebelum tentara Amerika Serikat datang sehingga kedatangannya bisa dihentikan kapal-U.[105]
Angkatan Laut Amerika Serikat mengirimkan gugus kapal perang ke Scapa Flow untuk bergabung dengan Armada Besar Britania, kapal penghancur ke Queenstown, Irlandia, dan kapal selam untuk membantu melindungi konvoi. Beberapa resimen Marinir A.S. juga dikerahkan ke Perancis. Britania dan Perancis ingin pasukan A.S. dipakai untuk memperkuat tentara mereka yang sudah ditempatkan di lini pertempuran dan tidak menyia-nyiakan kapal kosong untuk membawa persediaan. A.S. menolak permintaan pertama dan menerima yang kedua. Jenderal John J. Pershing, komandan Pasukan Ekspedisi Amerika Serikat (AEF), menolak memecah pasukan A.S. agar dipakai sebagai bantuan untuk pasukan Imperium Britania dan Perancis. Sebagai pengecualian, ia mengizinkan resimen tempur Afrika-Amerika untuk bergabung dengan divisi Perancis. Harlem Hellfighters berperang sebagai bagian dari Divisi ke-16 Perancis, mendapatkan Croix de Guerre atas aksi mereka di Chateau-Thierry, Belleau Wood, dan Sechault.[106] Doktrin AEF menuntut serangan frontal, yang sejak lama ditiadakan oleh komandan Imperium Britania dan Perancis karena banyak memakan korban jiwa.[107]
Tawaran perdamaian terpisah Austria
Tahun 1917, Kaisar Charles I dari Austria secara rahasia mengupayakan negosiasi perdamaian terpisah dengan Clemenceau, bersama saudara istrinya Sixtus di Belgia sebagai penengah, tanpa sepengetahuan Jerman. Ketika negosiasi gagal, upayanya diketahui Jerman dan mengakibatkan bencana diplomatik.[108][109]
Serangan Musim Semi Jerman 1918
Jenderal Jerman Erich Ludendorff membuat rencana (dijuluki Operasi Michael) untuk serangan tahun 1918 di Front Barat. Serangan Musim Semi bermaksud memecah pasukan Britania dan Perancis melalui serangkaian penipuan dan serbuan. Pimpinan militer Jerman berharap bisa memberi pukulan menentukan sebelum tentara A.S. tiba. Operasi ini dimulai tanggal 21 Maret 1918 melalui serangan terhadap pasukan Britania dekat Amiens. Pasukan Jerman memperoleh wilayah sejauh 60 kilometer (37 mil).[110]

Tawanan Britania dan Portugal tahun 1918.
Parit Britania dan Perancis diterobos menggunakan taktik infiltrasi baru, disebut juga taktik Hutier sesuai nama Jenderal Oskar von Hutier. Sebelumnya, serangan memiliki ciri pengeboman artileri panjang dan serangan massal. Akan tetapi, pada Serangan Musim Semi 1918, Ludendorff jarang memakai artileri dan menyisipkan sekelompok kecil infanteri di titik-titik lemah. Mereka menyerang wilayah komando dan logistik dan menerobos titik-titik perlawanan sengit. Infanteri bersenjata berat kemudian menghancurkan posisi-posisi terisolasi ini. Keberhasilan Jerman sangat bergantung pada elemen kejutan.[111]
Front ini pindah ke daerah 120 kilometer (75 mil) dari kota Paris. Tiga senjata kereta berat Krupp menembakkan 183 bom ke ibu kota, mengakibatkan banyak warga Paris mengungsi. Serangan awal begitu sukses sampai-sampai Kaiser Wilhelm II menetapkan 24 Maret sebagai hari libur nasional. Banyak warga Jerman mengira kemenangan sudah dekat. Setelah bertempur sengit, serangan ini terhambat. Ketiadaan tank atau artileri motor membuat Jerman tidak mampu mengonsolidasikan keberhasilan mereka. Suasana juga diperburuk oleh jalur suplai yang sekarang diperpanjang akibat serbuan mereka.[112] Penghentian mendadak ini juga akibat dari empat divisi Pasukan Imperium Australia (AIF) yang "memaksa" menyerang dan melakukan apa yang belum pernah dilakukan pasukan manapun: menghentikan serbuan Jerman di tengah perjalanan. Pada saat itu, divisi Australia pertama secara terburu-buru dikirim lagi ke utara untuk menghentikan serbuan Jerman kedua.

Tentara Divisi Infanteri (West Lancashire) ke-55 Britania dibutakan oleh gas air mata pada Pertempuran Estaires, 10 April 1918.
Jenderal Foch memaksa memakai tentara Amerika yang baru tiba sebagai pengganti individu. Pershing malah berupaya menempatkan unit pasukan Amerika sebagai pasukan independen. Unit-unit tersebut ditempatkan pada komando Perancis dan Imperium Britania yang semakin sedikit pada tanggal 28 Maret. Dewan Perang Tertinggi Pasukan Sekutu dibentuk saat Konferensi Doullens tanggal 5 November 1917.[113] Jenderal Foch ditunjuk sebagai komandan tertinggi pasukan sekutu. Haig, Petain, dan Pershing mempertahankan kendali taktis atas masing-masing pasukannya; Foch mengambil peran koordinasi alih-alih pengarahan, dan komando Britania, Perancis, dan A.S. cenderung beroperasi secara independen.[113]
Setelah Operasi Michael, Jerman melancarkan Operasi Georgette terhadap pelabuhan-pelabuhan utara Selat Inggris. Sekutu menghadang upaya tersebut setelah Jerman sempat menguasai sedikit wilayah. Angkatan Darat Jerman di selatan kemudian melancarkan Operasi Blücher dan Yorck, bergerak terus menuju Paris. Operasi Marne dimulai tanggal 15 Juli yang berusaha mengepung Reims dan memulai Pertempuran Marne Kedua. Serangan balasannya memulai Serangan Seratus Hari dan menandakan serangan perang Sekutu pertama yang sukses.
Tanggal 20 Juli, Jerman berada di seberang Marne di garis awal Kaiserschlacht-nya,[114] gagal memenangkan apapun. Setelah fase terakhir perang di barat, AD Jerman tidak pernah mencapai kembali tujuannya. Korban Jerman antara Maret dan April 1918 sebanyak 270.000 jiwa, termasuk para tentara serbu yang sangat terlatih.
Sementara itu, Jerman terpecah di dalam negeri. Protes anti-perang semakin sering diadakan dan moral militer jatuh. Produksi industri mencapai 53 persen dari jumlah produksi tahun 1913.
Konflik Kesultanan Utsmaniyah 1918
Pada awal tahun 1918, garis depan pertempuran diperpanjang hingga Lembah Yordania yang terus diduduki, setelah serangan Transyordania Pertama dan Transyordania Kedua oleh pasukan Imperium Britania bulan Maret dan April 1918, sampai musim panas. Sepanjang bulan Maret, sebagian besar infanteri Britania dari Pasukan Ekspedisi Mesir dan kavaleri Yeomanry dikirim berperang di Front Barat sebagai akibat Serangan Musim Semi. Mereka digantikan oleh satuan Angkatan Darat India. Selama beberapa bulan reorganisasi dan pelatihan pada musim panas, sejumlah serangan dilancarkan di beberapa bagian garis depan Utsmaniyah. Serangan tersebut mendorong garis depan ke utara di posisi yang lebih menguntungkan bagi persiapan serangan dan menyiapkan infanteri AD India yang baru tiba. Baru pada pertengahan September pasukan bersatu ini siap melakukan operasi besar-besaran.
Pasukan Ekspedisi Mesir yang direorganisasi, bersama divisi berkuda tambahan, memecah belah pasukan Utsmaniyah pada Pertempuran Megiddo bulan September 1918. Dalam dua hari, infanteri Britania dan India, dibantu taktik merayap, berhasil memecah garis depan Utsmaniyah dan mencaplok markas besar Angkatan Darat Kedelapan di Tulkarm, jalur parit bersambungan di Tabsor, Arara, dan markas besar Angkatan Darat Ketujuh di Nablus. Korps Berkuda Gurun masuk lewat celah garis depan yang dibuat infanteri tadi selama operasi dilaksanakan tanpa henti oleh brigade Berkuda Ringan Australia, Yeomanry berkuda Britania, Lancers India, dan Bedil Berkuda Selandia Baru. Di Lembah Jezreel, mereka menduduki Nazareth, Afulah dan Beisan, Jenin, dan Haifa di pesisir Mediterania dan Daraa di timur Sungai Yordan di jalur kereta Hijaz. Samakh dan Tiberias di Laut Galilea diduduki dalam perjalanan ke utara menuju Damaskus. Sementara itu, Pasukan Chaytor yang terdiri dari pasukan berkuda ringan Australia, pasukan bedil berkuda Selandia Baru, infanteri India, Hindia Barat Britania, dan Yahudi menduduki penyeberangan Sungai Yordan, Es Salt, Amman, dan sebagian besar Angkatan Darat Keempat di Ziza. Gencatan Senjata Mudros ditandatangani pada akhir Oktober yang mengakhiri perang dengan Kesultanan Utsmaniyah, sementara perang terus berlangsung di sebelah utara Aleppo.
Negara-negara baru di zona perang
Pada akhir musim semi 1918, tiga negara baru berdiri di Kaukasus Selatan, yaitu Republik Demokratik Armenia, Republik Demokratik Azerbaijan, dan Republik Demokratik Georgia, yang menyatakan merdeka dari Kekaisaran Rusia.[115] Dua entitas minor lain juga berdiri, yaitu Kediktatoran Sentrokaspia (dilikuidasi oleh Azerbaijan pada musim gugur 1918) dan Republik Kaukasia Barat Daya (dilikuidasi oleh satuan tugas gabungan Armenia-Britania pada awal 1919). Melalui penarikan pasukan Rusia dari front Kaukasus pada musim dingin 1917–18, tiga republik besar tersebut bersiap menghadapi serbuan Utsmaniyah selanjutnya, yang dimulai pada bulan-bulan pertama 1918. Solidaritas terbentuk sementara ketika Republik Federatif Transkaukasia didirikan pada musim semi 1918 dan runtuh bulan Mei, ketika Georgia meminta dan menerima perlindungan dari Jerman dan Azerbaijan membuat perjnajian degnan Kesultanan Utsmaniyah yang lebih mirip dengan aliansi militer. Armenia dibiarkan bertahan sendiri dan berjuang selama lima bulan melawan ancaman pendudukan penuh oleh Turki Utsmaniyah.[116]
Kemenangan Sekutu: Musim panas dan gugur 1918
Serangan balasan Sekutu, dikenal sebagai Serangan Seratus Hari, dimulai pada tanggal 8 Agustus 1918. Pertempuran Amiens pecah dengan Korps III Angkatan Darat Keempat Britania Raya di sebelah kiri, Angkatan Darat Pertama Perancis di sebelah kanan, dan Korps Australia dan Kanada memimpin serangan di tengah melalui Harbonnières.[117][118] Serangan ini melibatkan 414 tank tipe Mark IV dan Mark V dan 120.000 prajurit. Mereka bergerak 12 kilometer (7.5 mil) ke dalam teritori dudukan Jerman dalam kurun tujuh jam saja. Erich Ludendorff menyebut hari itu sebagai "Hari Kelam Angkatan Darat Jerman".[117][119]

Foto udara reruntuhan Vaux-devant-Damloup, Perancis, 1918
Australia-Kanada memimpin di Amiens, sebuah pertempuran yang menjadi awal keruntuhan Jerman,[49] membantu pasukan Britania bergerak ke utara dan Perancis ke selatan. Di front AD Keempat Britania di Amiens setelah maju sejauh 14 mil (23 km), perlawanan Jerman semakin sengit dan pertempuran berakhir. Tetapi AD Ketiga Perancis memperpanjang front Amiens pada tanggal 10 Agustus, ketika daerah tersebut dibiarkan begitu saja di sebelah kanan Angkatan Darat Pertama Perancis, dan maju sejauh 4 mil (6 km), membebaskan Lassigny dalam pertempuran yang berlangsung sampai 16  Agustus. Di selatan AD Ketiga Perancis, Jenderal Charles Mangin (si Pembantai) memajukan posisi AD Kesepuluh Perancis di Soissons tanggal 20 Agustus untuk menawan delapan ribu tentara musuh, dua ratus senjata, dan dataran tinggi Aisne yang menghadap dan mengancam posisi Jerman di sebelah utara Vesle.[120] Erich Ludendorff juga menyebut peristiwa ini sebagai "Hari Kelam".

Skotlandia Kanada maju sepanjang Pertempuran Canal du Nord, September 1918
Sementara itu, Jenderal Byng dari AD Ketiga Britania melaporkan bahwa musuh di frontnya semakin sedikit setelah ditarik dan diperintahkan menyerang dengan 200 tank ke Bapaume, memulai Pertempuran Albert, dengan perintah spesifik "Untuk menerobos front musuh, dengan tujuan menghancurkan front pertempuran musuh saat ini" (berseberangan dengan AD Keempat Britania di Amiens).[49] Para pemimpin Sekutu sekarang sadar bahwa melanjutkan serangan setelah perlawanan sengit memakan banyak korban, dan lebih baik membelokkan lini daripada meneruskannya. Mereka mulai melancarkan serangan dengan cara cepat untuk mendapatkan keuntungan dari pergerakan yang berhasil di garis depan, kemudian memecahnya ketika setiap serangan kehilangan impetus awalnya.[120]
Front Angkatan Darat Ketiga Britania sepanjang 15-mil (24 km) di sebelah utara Albert berhasil membuat kemajuan setelah buntu selama satu hari melawan garis perlawanan utama yang merupakan batas penarikan pasukan musuh.[121] Angkatan Darat Keempat Britania pimpinan Rawlinson berhasil menekan garis kirinya sampai wilayah antara Albert dan Somme, meluruskan garis antara posisi Angkatan Darat Ketiga dan front Amiens, yang berakhir dengan penaklukan kembali Albert pada saat yang sama.[120] Tanggal 26 Agustus, Angkatan Darat Pertama Britania di sebelah kiri Angkatan Darat Ketiga terlibat dalam pertempuran, sehingga memperpanjang front ke utara melewati Arras. Korps Kanada, sudah kembali di garis depan Angkatan Darat Pertama, bergerak dari Arras ke timur 5 mil (8 km) melewati wilayah Arras-Cambrai yang dipertahankan habis-habisan sebelum mencapai pertahanan terluar Garis Hindenburg, dan berhasil menerobosnya pada tanggal 28 dan 29 Agustus. Bapaume jatuh tanggal 29 Agustus ke tangan Divisi Selandia Baru Angkatan Darat Ketiga, dan Australia, masih memimpin pergerakan AD Keempat, kembali mampu menekan musuh di Amiens untuk menduduki Peronne dan Mont Saint-Quentin tanggal 31 Agustus. Jauh ke selatan, AD Pertama dan Ketiga Perancis bergerak lambat, sementara AD Kesepuluh, yang sekarang sudah melintasi Ailette dan berada di timur Chemin des Dames, mendekati posisi Alberich di Garis Hindenburg.[122] Sepanjang minggu terakhir Agustus, tekanan di front sepanjang 70-mil (113 km) melawan musuh sangat berat dan tidak berhenti-henti. Dari kesaksian Jerman, "Setiap hari dihabiskan dalam pertempuran berdarah melawan musuh yang selalu menyerbu, dan malam dihabiskan tanpa tidur dalam pergerakan mundur ke garis baru."[120] Bahkan di sebelah utara di Flandria, AD Kedua dan Kelima Britania selama Agustus dan September mampu membuat kemajuan, menawan tentara musuh dan posisi yang sebelumnya mengalahkan mereka.[122]

Tentara Amerika Serikat di Vladivostok, Siberia, Agustus 1918
Tanggal 2 September, Korps Kanada menerobos garis Hindenburg, dengan membuka celah di Posisi Wotan, sehingga memungkinkan Angkatan Darat Ketiga maju dan memberi dampak di seluruh Front Barat. Pada hari yang sama, Oberste Heeresleitung (OHL) tidak punya pilihan lain kecuali mengeluarkan perintah kepada enam pasukan angkatan darat untuk mundur ke Garis Hindenburg di selatan, di belakang Canal du Nord di front AD Pertama Kanada dan kembali ke garis di sebelah timur Lys di utara. Perintah ini tanpa perlawanan berhasil mengembalikan medan perang yang direbut pada April sebelumnya.[123] Menurut Ludendorff, "Kami harus mengakui perlunya tindakan ...menarik seluruh front dari Scarpe ke Vesle."[124]

Potret seorang mayor Amerika Serikat di keranjang balon observasi yang terbang di atas teritori dekat garis depan
Dalam nyaris empat minggu pertempuran yang dimulai tanggal 8 Agustus, lebih dari 100.000 personil Jerman ditawan, 75.000 oleh BEF dan sisanya oleh Perancis. Sebagaimana "Hari Kelam Angkatan Darat Jerman", Komando Tinggi Jerman menyadari mereka kalah perang dan melakukan upaya mencapai akhir yang memuaskan. Sehari setelah eprtempuran tersebut, Ludendorff memberitahu Kolonel Mertz, "Kita tidak lagi mampu memenangkan perang, tetapi kita juga tidak boleh kalah." Pada tanggal 11 Agustus, ia mengajukan pengunduran dirinya ke Kaiser dan ditolak dengan balasan, "Saya pikir kita harus mencapai keseimbangan. Kita nyaris mencapai batas kekuatan perlawanan kita. Perang harus diakhiri." Tanggal 13 Agustus di Spa, Hindenburg, Ludendorff, Kanselir, dan Menteri Luar Negeri Hintz setuju bahwa perang tidak dapat diakhiri secara militer, dan pada keesokan harinya Dewan Kekaisaran Jerman memutuskan bahwa kemenangan di medan perang sudah tidak memungkinkan lagi. Austria dan Hongaria memperingatkan bahwa mereka hanya bisa melanjutkan perang sampai Desember, dan Ludendorff menyarankan negosiasi damai secepatnya dan Kaiser menanggapinya dengan memerintahkan Hintz meminta mediasi Ratu Belanda. Pangeran Rupprecht memperingatkan Pangeran Max dari Baden: "Situasi militer kita cepat sekali memburuk sampai-sampai saya tidak lagi yakin kita bisa bertahan selama musim dingin; bisa saja sebuah bencana datang lebih cepat." Pada tanggal 10 September, Hindenburg menyarankan perdamaian kepada Kaisar Charles dari Austria dan Jerman meminta mediasi dari Belanda. Tanggal 14 September, Austria mengirimkan catatan kepada semua pihak terlibat dan pihak netral yang menyarankan pertemuan diskusi damai di daerah netral dan keesokan harinya Jerman membuat tawaran damai dengan Belgia. Kedua tawaran damai ditolak dan pada tanggal 24 September OHL memberitahu para pemimpin negara di Berlin bahwa pembicaraan gencatan senjata sudah tidak terelakkan lagi.[122]
Pada bulan September, Jerman terus melancarkan serangan pertahanan belakang dan berbagai serangan balasan di daerah-daerah yang hilang, tetapi hanya sedikit yang berhasil, namun sementara saja. Kota, desa, perbukitan, dan parit yang diperebutkan di Garis Hindenburg terus jatuh ke tangan Sekutu, dengan BEF sendiri menawan 30.441 tentara pada minggu terakhir September. Pergerakan kecil ke timur kelak menyusul kemenangan Angkatan Darat Ketiga di Ivincourt tanggal 12 September, Angkatan Darat Keempat di Epheny tanggal 18 September, dan pencaplokan Essigny-le-Grand oleh Perancis keesokan harinya. Pada tanggal 24 September, serangan akhir oleh Britania dan Perancis di front sepanjang 4-mil (6.4 km) terjadi 2 mil (3.2 km) dari St. Quentin.[122] Dengan pos luas dan garis pertahanan awal Posisi Siegfried dan Alberich berhasil dimusnahkan, Jerman saat ini sepenuhnya bertahan di Garis Hindenburg. Dengan posisi Wotan di garis itu telah diterobos dan posisi Siegfried terancam dibelokkan dari utara, sudah saatnya Sekutu menyerbu sisa bentangan garis tersebut.
Serangan di Garis Hindenburg dimulai tanggal 26 September dan melibatkan tentara A.S. Tentara Amerika yang masih baru mengalami masalah dengan suplai untuk pasukan besar di daerah yang tidak bersahabat.[125] Minggu selanjutnya, pasukan gabungan Perancis dan Amerika merangsek ke Champagne pada Pertempuran Blanc Mont Ridge, mengusir Jerman dari posisi komandonya, dan maju mendekati perbatasan Belgia.[126] Kota Belgia terakhir yang dibebaskan sebelum gencatan senjata adalah Ghent, yang dipertahankan Jerman sebagai patokan tempur sampai Sekutu melibatkan artileri.[127][128] Pasukan Jerman harus memperpendek frontnya dan memakai perbatasan Belanda sebagai patokan serangan pertahanan belakang.

Anggota Resimen ke-64 A.S., Divisi Infanteri ke-7, merayakan kabar gencatan senjata, 11 November 1918
Saat Bulgaria menandatangani gencatan senjata terpisah tanggal 29 September, Sekutu berhasil menguasai Serbia dan Yunani. Ludendorff, setelah mengalami tekanan berbulan-bulan, menderita depresi. Sudah jelas bahwa Jerman tidak mampu lagi membuat pertahanan yang berhasil.[129][130]
Sementara itu, berita tentang kekalahan militer Jerman yang sudah dekat menyebar ke seluruh angkatan bersenjata Jerman. Ancaman desersi semakin besar. Laksamana Reinhard Scheer dan Ludendorff memutuskan melancarkan usaha terakhir untuk mengembalikan "kebanggaan" Angkatan Laut Jerman. Tahu bahwa pemerintahan Pangeran Maximilian dari Baden akan memveto tindakan apapun, Ludendorff memutuskan untuk tidak memberitahunya. Sayangnya, berita tentang serangan lanjutan diketahui para marinir di Kiel. Banyak yang menolak menjadi bagian dari serangan laut yang dirasa bersifat bunuh diri dan mereka memberontak dan ditahan. Ludendorff disalahkan dan Kaiser memecatnya pada tanggal 26 Oktober. Keruntuhan Balkan berarti Jerman akan kehilangan suplai minyak dan makanan utamanya. Cadangannya sudah habis, bahkan saat tentara A.S. terus tiba dengan jumlah 10.000 orang per hari.[131]
Menderita lebih dari 6 juta korban, Jerman mencari perdamaian. Pangeran Maximilian dari Baden memimpin pemerintahan baru sebagai Kanselir Jerman untuk bernegosiasi dengan Sekutu. Negosiasi telegraf dengan Presiden Wilson segera dimulai dengan harapan ia akan memberi permintaan yang lebih baik daripada Britania dan Perancis. Harapan tersebut sia-sia karena Wilson malah meminta Kaiser mengundurkan diri. Tidak ada perlawanan ketika Philipp Scheidemann dari Partai Demokrat Sosial menyatakan Jerman sebagai negara republik pada tanggal 9 November. Kekaisaran Jerman tidak berdiri lagi dan Jerman baru telah didirikan dengan nama Republik Weimar.[132]
Gencatan senjata dan penyerahan diri

Gerbang kota Metz tanggal 8 Desember 1918: Upacara penyematan medali kepada Marsekal Philippe Pétain oleh Presiden Perancis Raymond Poincaré di hadapan Jenderal Douglas Haig, Jenderal John J. Pershing, Jenderal Cyriaque Gillain, Jenderal Alberico Albricci, dan Letnan Jenderal Józef Haller. Kota Metz saat itu merupakan simbol geopolitik penting dari aneksasi Alsace-Lorraine oleh Jerman setelah Perang Perancis-Prusia tahun 1870–1871.

Penandatanganan gencatan senjata.

Di hutan Compiègne setelah menyetujui gencatan senjata yang mengakhiri perang, tampak Foch kedua dari kanan. Gerbong di belakangnya, tempat penandatangann tersebut, dipilih sebagai latar simbolis gencatan senjata Juni 1940 oleh Pétain. Gerbong ini dipindahkan ke Berlin sebagai hadiah, namun karena pengeboman Sekutu, gerbong ini dipindahkan ke Crawinkel, Thuringia, dan sengaja dihancurkan tentara SS tahun 1945.[133]
Keruntuhan Blok Sentral terjadi cepat. Bulgaria merupakan negara pertama yang menandatangani gencatan senjata pada tanggal 29 September 1918 di Saloniki.[134] Tanggal 30 Oktober, Kesultanan Utsmaniyah menyerah di Moudros (Gencatan Senjata Mudros).[134]
Tanggal 24 Oktober, Italia memulai pergerakan yang berhasil menguasai kembali teritori yang hilang setelah Pertempuran Caporetto. peristiwa ini memuncak pada Pertempuran Vittorio Veneto, yang menandai akhir dari Angkatan Darat Austria-Hongaria sebagai sebuah pasukan perang yang efektif. Serangan ini juga mendorong disintegrasi Kekaisaran Austria-Hongaria. Selama minggu terakhir Oktober, deklarasi kemerdekaan dibuat di Budapest, Praha, dan Zagreb. Tanggal 29 Oktober, otoritas kekaisaran meminta gencatan senjata dengan Italia. Tetapi Italia terus bergerak maju, mencapai Trento, Udine, dan Trieste.. Tanggal 3 November, Austria-Hongaria mengirimkan bendera putih untuk meminta gencatan senjata. Persyaratan yang disampaikan melalui telegraf oleh pemimpin Sekutu di Paris dikirim ke komandan Austria dan diterima. Gencatan senjata dengan Austria ditandatangani di Villa Giusti, dekat Padua, tanggal 3 November. Austria dan Hongaria menandatangani gencatan senjata terpisah setelah penggulingan Monarki Habsburg.
Setelah pecahnya Revolusi Jerman 1918–1919, sebuah republik diproklamasikan tanggal 9 November. Kaiser mengungsi ke Belanda.
Tanggal 11 November pukul 05:00, gencatan senjata dengan Jerman ditandatangani di sebuah gerbong kereta di Compiègne. Pukul 11:00 tanggal 11 November 1918 — "jam sebelas hari sebelas bulan sebelas" — gencatan senjata diberlakukan. Selama enam jam antara penandatanganan gencatan senjata tersebut dan penerapannya, pasukan yang saling berperang di Front Barat mulai menarik diri dari posisi mereka, tetapi terus bertempur di sejumlah wilayah front karena para komandan ingin mencaplok wilayah sebelum perang berakhir. Prajurit Kanada George Lawrence Price ditembak seorang penembak jitu Jerman pada pukul 10:57 dan tewas pukul 10:58.[135] Prajurit Amerika Serikat Henry Gunther gugur 60 detik sebelum gencatan senjata diterapkan saat sedang berlari menyerbu tentara Jerman yang terkejut dan tahu bahwa gencatan senjata sudah dekat.[136] Prajurit Britania terakhir yang gugur adalah George Edwin Ellison. Korban terakhir dalam perang ini adalah seorang Jerman, Letnan Thomas, yang setelah pukul 11:00 sedang berjalan menyusuri garis depan untuk memberitahu tentara Amerika Serikat yang belum diberitahu tentang gencatan senjata bahwa mereka akan mengosongkan bangunan di belakang mereka.[137] Pendudukan Rhineland terjadi setelah gencatan senjata. Pasukan pendudukan terdiri dari pasukan Amerika Serikat, Belgia, Britania, dan Perancis.
Superioritas Sekutu dan legenda pengkhianatan, November 1918
Pada bulan November 1918, Sekutu memiliki suplai prajurit dan material yang cukup untuk menyerbu Jerman. Namun pada saat gencatan senjata, tidak ada pasukan Sekutu yang melintasi perbatasan Jerman; Front Barat masih 900 mil (1,400 km) jauhnya dari Berlin; dan pasukan Kaiser telah mundur dari medan perang secara baik-baik. Faktor-faktor tersebut memungkinkan Hindenburg dan pemimpin Jerman senior lainnya menyebar berita bahwa pasukan mereka belum benar-benar dikalahkan. Ini berujung pada legenda pengkhianatan,[138][139] yang menyebut kekalahan Jerman bukan karena ketidakmampuannya melanjutkan peperangan (meski hampir satu juta tentara menderita wabah flu 1918 dan tidak bisa berperang), tetapi kegagalan publik merespon "panggilan patriotik"-nya dan dugaan sabotase perang internasional, terutama oleh kaum Yahudi, Sosialis, dan Bolshevik.
Perjanjian Versailles, Juni 1919
Keadaan perang formal antara kedua pihak terus berlanjut selama tujuh bulan selanjutnya sampai penandatanganan Perjanjian Versailles dengan Jerman pada tanggal 28 Juni 1919. Akan tetapi, publik Amerika Serikat menolak ratifikasi perjanjian tersebut, terutama karena Liga Bangsa-Bangsalah perjanjian tersebut dibuat; A.S. tidak mengakhiri secara resmi keikutsertaannya dalam perang sampai Resolusi Knox-Porter ditandatangani tahun 1921. Setelah Perjanjian Versailles, perjanjian dengan Austria, Hongaria, Bulgaria, dan Kesultanan Utsmaniyah ditandatangani. Namun, negosiasi perjanjian terakhir dengan Kesultanan Utsmaniyah diikuti oleh perselisihan (Perang Kemerdekaan Turki), dan perjanjian damai terakhir antara Blok Sekutu dan negara yang segera menjadi Republik Turki baru ditandatangani pada tanggal 24 Juli 1923 di Lausanne.
Sejumlah tugu peringatan perang menyebut akhir perang adalah ketika Perjanjian Versailles ditandatangani tahun 1919, yaitu ketika banyak tentara yang berdinas di luar negeri akhirnya pulang ke negara masing-masing; sebaliknya, banyak peringatan berakhirnya perang terpusat pada gencatan senjata tanggal 11 November 1918. Secara hukum, perjanjian damai formal belum selesai sampai ditandatanganinya perjanjian terakhir, yaitu Perjanjian Lausanne. Sesuai ketentuannya, pasukan Sekutu keluar dari Konstantinopel tanggal 23 Agustus 1923.
Teknologi

Kendaraan lapis baja

Tentara Kanada dengan luka bakar gas mustar, ca. 1917–1918.
Perang Dunia Pertama dimulai sebagai tabrakan teknologi abad ke-20 dan taktik abad ke-19, disertai jatuhnya korban dalam jumlah besar. Tetapi pada akhir 1917, pasukan-pasukan besar, sekarang berjumlah utaan, telah melakukan modernisasi dan memakai telepon, komunikasi nirkabel,[140] kendaraan lapis baja, tank,[141] dan pesawat terbang. Formasi infanteri disusun ulang, sehingga pasukan 100 orang tidak lagi menjadi unit manuver utama dan digantikan oleh skuat yang terdiri dari kurang lebih 10 tentara, di bawah komando NCO junior.
Artileri juga mengalami revolusi. Tahun 1914, meriam diposisikan di garis depan dan ditembakkan langsung ke target. Tahun 1917, tembakan tidak langsung dengan senjata (disertai mortir dan bahkan senjata mesin) biasa dilakukan, memakai teknik baru mencari dan mengukur, terutama pesawat dan telepon lapangan yang sering diabaikan. Misi kontra-baterai biasa dilakukan dan deteksi suara dipakai untuk melacak keberadaan baterai musuh.
Jerman jauh lebih maju daripada Sekutu dalam memanfaatkan tembakan berat tidak langsung. Angkatan Darat Jerman memakai howitzer 150 dan 210 mm pada tahun 1914, sementara senjata Perancis dan Britania hanya 75 dan 105 mm. Britania memiliki howiter 6 inci (152 mm), tetapi sangat berat sehingga harus dirombak dulu dan disusun di medan tempur. Jerman juga memakai senjata Austria 305 mm dan 420 mm, dan sejak awal perang sudah memiliki cadangan berbagai kaliber Minenwerfer yang ideal dipakai untuk peperangan parit.[142]
Banyak pertempuran melibatkan peperangan parit yang memakan korban ratusan tentara untuk setiap yard yang diperebutkan. Sebagian besar pertempuran paling mematikan sepanjang sejarah terjadi pada Perang Dunia Pertama, seperti Ypres, Marne, Cambrai, Somme, Verdun, dan Gallipoli. Jerman memakai proses Haber fiksasi nitrogen untuk menyediakan suplai bubuk mesiu yang tetap untuk pasukan-pasukannya, meski terjadi blokade laut oleh Britania.[143] Artileri mengakibatkan jumlah korban paling banyak[144] dan mengonsumsi banyak sekali peledak. Sejumlah besar luka kepala akibat ledakan granat dan fragmentasi mendorong negara-negara terlibat mengembangkan helm baja modern, dipimpin oleh Perancis yang memperkenalkan helm Adrian pada tahun 1915. Perkembangan ini diikuti oleh helm Brodie yang dipakai tentara Imperium Britania dan A.S., dan pada tahun 1916 oleh Stahlhelm Jerman dengan perbaikan desain yang masih dipakai sampai sekarang.
"Gas! Gas! Quick, boys!... Fitting the clumsy helmets just in time; But someone still was yelling out and stumbling, And flound'ring like a man in fire or lime... Dim, through the misty panes and thick green light, As under a green sea, I saw him drowning."- Wilfred Owen, DULCE ET DECORUM EST, 1917[145]
Pemakaian bahan kimia yang luas adalah fitur berbeda dalam konflik ini. Gas yang dipakai meliputi klorin, gas mustar, dan fosgin. Sedikit korban perang yang jatuh akibat gas,[146] karena pertahanan efektif terhadap serangan gas segera diciptakan, seperti masker gas. Pemakaian peperangan kimia dan pengeboman strategis berskala kecil tidak diizinkan oleh Konvensi Den Haaf 1907, dan keduanya terbukti tidak begitu efektif,[147] meski berhasil menangkap perhatian publik.[148]
Senjata darat terkuat adalah senjata kereta api yang berbobot ratusan ton per unitnya. Senjata ini diberi nama Big Bertha, meski pemilik namanya bukanlah sebuah senjata kereta api. Jerman mengembangkan Paris Gun yang mampu mengebom Paris dari jarak 100 kilometer (62 mil), meski granatnya relatif ringan dengan berat 94 kilogram (210 lb). Saat Sekutu juga mempunyai senjata kereta, model Jerman jauh lebih maju dan canggih daripada Sekutu.
Penerbangan

RAF Sopwith Camel. Bulan April 1917, harapan hidup rata-rata seorang pilot Britania di Front Barat adalah 93 jam terbang.[149]
Pesawat bersayap tetap pertama dipakai secara militer oleh Italia di Libya tanggal 23 Oktober 1911 pada Perang Italia-Turki untuk keperluan mata-mata, dan pada tahun berikutnya diikuti oleh penjatuhan granat dan fotografi udara. Tahun 1914, pemanfaatan militer mereka tampak jelas. Pesawat awalnya dipakai untuk mata-mata dan serangan darat. Untuk menembak jatuh pesawat musuh, senjata antipesawat dan pesawat tempur dikembangkan. Pengebom strategis diciptakan, terutama oleh Jerman dan Britania, meski Jerman juga memakai Zeppelin.[150] Menjelang akhir konflik, kapal angkut pesawat dipakai untuk pertama kalinya, dengan HMS Furious meluncurkan Sopwith Camels dalam sebuah serangan untuk menghancurkan hangar Zeppelin di Tondern tahun 1918.[151]
Balon pemantau berawak, melayang jauh di atas parit, dipakai sebagai platform mata-mata stasioner, melaporkan pergerakan musuh dan mengarahkan artileri. Balon umumnya diawaki dua orang, dilengkapi parasut,[152] sehingga jika terjadi serangan udara musuh, awak balon dapat terjun dengan selamat. Pada masa itu, parasut begitu berat untuk dipakai pilot pesawat (bersama keluaran tenaga marginalnya), dan versi parasut kecil belum dikembangkan sampai akhir perang; parasut juga ditolak para pemimpin Britania yang khawatir akan menciptakan sifat pengecut.[153]

Parit Jerman dihancurkan oleh ledakan ranjau. Sekitar 10.000 tentara Jerman gugur ketika 19 ranjau diledakaan secara bersamaan.
Diakui atas kegunaannya sebagai platform pemantau, balon menjadi target penting pesawat musuh. Untuk mempertahankannya dari serangan udara, balon-balon sangat dilindungi oleh senjata antipesawat dan dipatroli oleh pesawat teman; untuk menyerang musuh, senjata tidak umum seperti roket udara-ke-udara dipakai. Karena itu nilai mata-mata lampu suar dan balon berkontribusi terhadap pengembangan pertempuran udara antara semua jenis pesawat, dan menciptakan kebuntuan parit, karena mustahil memindahkan sejumlah besar tentara tanpa terdeteksi. Jerman melakukan serangan udara di Inggris sepanjang tahun 1915 dan 1916 dengan kapal udara, berharap menjatuhkan moral Britania dan mengakibatkan pesawat dialihkan dari garis depan, dan pada akhirnya menciptakan kepanikan yang mendorong pengalihan beberapa skadron pesawat tempur dari Perancis.[150][153]
Pemutakhiran teknologi laut
Jerman mengirimkan kapal-U (kapal selam) setelah perang dimulai. Berada di antara peperangan kapal selam terbatas dan tanpa batas di Atlantik, Kaiserliche Marine memakai kapal-kapal ini untuk memutus rantai suplai penting Kepulauan Britania Raya. Kematian pelaut dagang Britania dan kehebatan kapal-U mendorong pengembangan ranjau bawah air (1916), hidrofon (sonar pasif, 1917), lampu suar, kapal selam pemburu (HMS R-1, 1917), senjata antikapal selam, dan hidrofon celup (dua perlengkapan terakhir tidak digunakan lagi pada tahun 1918).[154] Untuk memperluas operasi mereka, Jerman merancang kapal selam suplai pada tahun 1916. Kebanyakan kapal selam ditinggalkan pada masa antarperang sampai Perang Dunia II memunculkan lagi kebutuhan akan kapal selam.
Pemutakhiran teknologi peperangan darat
Parit, senjata mesin, mata-mata udara, kawat berduri, dan artileri modern dengan granat fragmentasi membantu menciptakan kebuntuan di lini pertempuran Perang Dunia I. Britania dan Perancis mencari solusi dengan menciptakan tank dan peperangan mekanis. Tank pertama Britania dipakai pada Pertempuran Somme tanggal 15 September 1916. Ketergantungan mekanis adalah suatu masalah, tetapi uji coba membuktikan keandalannya. Dalam satu tahun, Britania melibatkan ratusan tank dalam pertempuran dan tank-tank tersebut menunjukkan kebolehan mereka pada Pertempuran Cambrai bulan November 1917 dengan menerobos Garis Hindenburg, sementara tim senjata gabungan menangkap 8.000 tentara musuh dan 100 senjata. Perancis memperkenalkan tank pertama dengan meriam berputar, Renault FT-A7, yang menjadi perlengkapan perang yang paling menentukan kemenangan. Konflik ini juga mendorong diperkenalkannya senjata otomatis ringan dan senjata submesin, seperti Lewis Gun, bedil otomatis Browning, dan Bergmann MP18.
Penyembur api dan angkutan subterania
Senjata baru lainnya, penyembur api, pertama dipakai oleh pasukan Jerman dan kemudian diadopsi oleh pasukan lain. Meski tidak bernilai taktis tinggi, penyembur api adalah senjata kuat dengan kemampuan demoralisasi yang mengakibatkan teror di medan tempur. Ini adalah senjata berbahaya karena bobotnya yang berat membuat operatornya mudah menjadi target musuh.
Rel kereta parit berevolusi untuk pengiriman sejumlah besar makanan, air, dan amunisi yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan tentara-tentara di daerah tempat sistem transportasi konvensional telah dihancurkan. Mesin pembakaran dalam dan sistem traksi yang diperbarui untuk mobil dan truk/lori akhirnya membuat rel kereta parit kedaluwarsa.
Kejahatan perang
Genosida dan pembersihan etnis

Tentara Austria-Hongaria mengeksekusi warga sipil Serbia saat pendudukan Mačva, 1914
Pembersihan etnis populasi Armenia di Kesultanan Utsmaniyah, termasuk deportasi dan eksekusi massal, saat tahun-tahun terakhir Kesultanan Utsmaniyah tergolong genosida.[155] Utsmaniyah memandang seluruh populasi Armenia sebagai musuh[156] yang memilih berpihak pada Rusia sejak awal perang.[157] Pada awal 1915, sejumlah warga Armenia bergabung dengan pasukan Rusia, dan pemerintah Utsmaniyah menggunakan alasan ini sebagai dasar pengesahan Hukum Tehcir (Hukum Deportasi). Hukum ini membolehkan deportasi penduduk Armenia dari provinsi-provinsi timur Kesultanan ke Suriah antara 1915 dan 1917. Jumlah pasti korban tewas tidak diketahui. Meski Balakian memberi kisaran antara 250.000 sampai 1,5 juta orang Armenia,[158] International Association of Genocide Scholars memperkirakan lebih dari 1 juta jiwa.[155][159] Pemerintah Turki dari dulu tetap menolak tuduhan genosida dengan berpendapat bahwa mereka yang tewas adalah korban peperangan antaretnis, kelaparan, atau wabah selama Perang Dunia Pertama.[160] Kelompok etnis lain yang juga diserang Kesultanan Utsmaniyah pada saat itu termasuk bangsa Assyria dan Yunani, dan sejumlah sarjana menganggap peristiwa tersebut merupakan bagian dari kebijakan pemusnahan yang sama.[161][162][163]

Foto memperlihatkan penduduk Armenia yang dibunuh saat Genosida Armenia. Gambar diambil dari buku Ambassador Morgenthau's Story karya Henry Morgenthau, Sr., diterbitkan tahun 1918.[164]
Kekaisaran Rusia
Banyak pogrom terjadi seiring Revolusi 1917 Rusia dan Perang Saudara Rusia. 60.000–200.000 warga sipil Yahudi tewas dalam kekerasan yang terjadi di seluruh wilayah bekas Kekaisaran Rusia.[165]
"Pemerkosaan Belgia"
Para penyerbu Jerman menganggap perlawanan apapun—seperti menyabotase rel kereta—sebagai tindakan ilegal dan imoral, dan menembak pelanggar dan membakar bangunan sebagai balasannya. Selain itu, mereka cenderung menganggap sebagian besar warga sipil sebagai "franc-tireurs" berpotensial, dan menangkap dan kadang membunuh tahanan dari kalangan warga sipil. Pasukan Jerman mengeksekusi lebih dari 6.500 warga sipil Perancis dan Belgia antara Agustus dan November 1914, biasanya dalam penembakan warga sipil berskala besar nyaris acak yang diperintahkan oleh perwira junior Jerman. Angkatan Darat Jerman menghancurkan 15.000-20.000 bangunan—termasuk perpustakaan universitas di Louvain—dan menciptakan gelombang pengungsi sebesar satu juta orang. Lebih dari separuh resimen Jerman di Belgia terlibat dalam insiden-insiden besar.[166] Ribuan pekerja dikirim ke Jerman untuk bekerja di pabrik. Propaganda Britania yang mendramatisir "Pemerkosaan Belgia" menarik banyak perhatian di Amerika Serikat, sementara Berlin menyatakan tindakan tersebut sah dan perlu karena ancaman para "franc-tireurs" (gerilya) seperti yang terjadi di Perancis tahun 1870.[167] Britania dan Perancis membesar-besarkan laporan tersebut dan menyebarluaskannya di dalam negeri dan Amerika Serikat, tempat mereka memainkan peran besar dalam menghapus dukungan untuk Jerman.[168][169]
Pengalaman tentara

Kontingen Pertama Korps Bedil Relawan Bermuda untuk 1 Lincolns, berlatih di Bermuda untuk Front Barat, musim dingin 1914–1915. 75% dari kedua kontingen BVRC menjadi korban.
Tentara Britania awalnya merupakan relawan, namun pada akhirnya menjadi wajib militer. Imperial War Museum di Britania telah mengoleksi lebih dari 2.500 tekaman kesaksian pribadi tentara, dan sejumlah transkrip pilihan yang disunting oleh penulis militer Max Arthur telah diterbitkan. Museum ini percaya bahwa sejarawan belum memanfaatkan penuh material-material ini, dan museum ini berhasil memiliki arsip lengkap rekaman untuk para penulis dan peneliti.[170] Veteran yang selamat dan pulang cenderung hanya bisa mendiskusikan pengalaman mereka dengan sesama rekannya. Mereka berkumpul dan membentuk "asosiasi veteran" atau "Legiun".
Tawanan perang

Tawanan Jerman di kamp penjara Perancis
Sekitar 8 juta tentara menyerah dan ditahan di kamp tawanan perang selama Perang Dunia I. Semua negara berjanji mengikuti Konvensi Den Haag mengenai perlakuan baik tawanan perang. Tingkat keselamatan tawanan perang umumnya lebih tinggi daripada rekan mereka di garis depan.[171] Penyerahan diri individu cenderung tidak biasa; pasukan dalam jumlah besar yang biasanya menyerah secara massal. Pada Pertempuran Tannenberg 92.000 tentara Rusia menyerah. Saat garnisun Kaunas yang dikepung menyerah tahun 1915, sekitar 20.000 tentara Rusia menyerah. Lebih dari setengah kerugian Rusia (sebagai perbandingan terhadap mereka yang ditangkap, terluka, atau gugur) memiliki status tawanan; untuk Austria-Hongaria 32%, Italia 26%, Perancis 12%, Jerman 9%; Britania 7%. Tawanan dari pasukan Sekutu berjumlah 1,4 juta orang (tidak termasuk Rusia, yang 2,5-3,5 juta tentaranya ditawan). Dari Blok Sentral, sekitar 3,3 juta tentara menjadi tawanan perang.[172]
Jerman menahan 2,5 juta tentara; Rusia menahan 2,9 juta tentara; sementara Britania dan Perancis sekitar 720.000 tentara. Kebanyakan di antara mereka ditangkap tepat sebelum gencatan senjata. A.S. menahan 48.000 tentara. Saat-saat paling berbahaya adalah tindakan penyerahan diri, ketika tentara yang pasrah kadang ditembaki begitu saja.[173][174] Setelah tawanan tiba di kamp, kondisi pada umumnya memuaskan (dan lebih baik daripada Perang Dunia II), berkat upaya Palang Merah Internasional dan inspeksi oleh negara-negara netral. Akan tetapi, di Rusia lebih buruk lagi: kelaparan biasa terjadi di kalangan tawanan dan warga sipil; sekitar 15–20% dari seluruh tawanan di Rusia meninggal. Di Jerman, makanan langka, tetapi hanya 5% yang meninggal.[175][176][177]

Foto ini memperlihatkan tentara Angkatan Darat India kurus yang selamat dari Pengepungan Kut.
Kesultanan Utsmaniyah sering memperlakukan tahanan perang dengan buruk.[178] Sekitar 11.800 tentara Imperium Britania, kebanyakan India, ditawan setelah Pengepungan Kut di Mesopotamia pada bulan April 1916; 4.250 orang meninggal dalam penjara.[179] Meski banyak yang sedang dalam kondisi buruk saat ditangkap, para perwira Utsmaniyah memaksa mereka berjalan sejauh 1.100 kilometer (684 mil) ke Anatolia. Seorang korban selamat mengatakan, "Kami digiring seperti hewan liar; keluar dari sana artinya mati."[180] Para korban selamat kemudian dipaksa membangun rel kereta api melintasi Pegunungan Taurus.
Di Rusia, saat para tawanan dari Legiun Ceko Angkatan Darat Austria-Hongaria dibebaskan tahun 1917, mereka mempersenjatai diri kembali dan sempat menjadi kekuatan militer dan diplomatik pada Perang Saudara Rusia.
Meski tawanan Sekutu di Blok Sentral langsung dikirim pulang setelah akhir perang, perlakuan yang sama tidak diberikan kepada tawanan Blok Sentral di negara Sekutu dan Rusia. Kebanyakan dari tawanan Blok Sentral tersebut dijadikan pekerja paksa, misalnya di Perancis sampai tahun 1920. Mereka baru dibebaskan setelah Palang Merah mendekati Dewan Agung Sekutu berkali-kali.[181] Tawanan Jerman masih ditahan di Rusia sampai tahun 1924.[182]
Atase militer dan koresponden perang
Pemantai militer dan sipil dari setiap kekuatan besar mengikuti dengan saksama jalannya perang. Banyak yang mampu melaporkan suatu peristiwa dari sudut pandang yang mirip dengan posisi "tempelan" di dalam daratan dan pasukan laut musuh. Para atase militer dan pemantau lain ini mempersiapkan kesaksian langsung mengenai perang disertai tulisan analitis.
Misalnya, mantan Kapten Angkatan Darat A.S. Granville Fortescue mengikuti perkembangan Kampanye Gallipoli dari sudut pandang tempelan di dalam wilayah pertahanan Turki; dan laporannya diteruskan melalui sensor Tukri sebelum dicetak di London dan New York.[183] Akan tetapi, peran pemantau ini diabaikan ketika A.S. memasuki kancah perang, sementara Fortescue langsung mendaftar ulang masuk militer dan terluka di Hutan Argonne pada Ofensif Meuse-Argonne, September 1918.[184]
Narasi perang oleh pemantau secara mendalam dan artikel jurnal profesional yang lebih sempit segera ditulis setelah perang; dan laporan pascaperang ini umumnya mengilustrasikan kehancuran medan tempur dalam konflik ini. Ini bukan pertama kalinya taktik posisi parit untuk infanteri yang dipersenjatai senjata mesin dan artileri menjadi sangat penting. Perang Rusia-Jepang juga dipantau secara saksama oleh atase militer, koresponden perang, dan pemantau lain; tetapi, dari sudut pandang abad ke-21, tampak jelas bahwa serangkaian pelajaran taktik diabaikan atau tidak dipakai dalam persiapan perang di Eropa dan seluruh Perang Besar.[185]
Dukungan dan penentangan perang
Dukungan

"Inggris dulu, baru diri sendiri", 1916
Di Balkan, nasionalis Yugoslav seperti pemimpin Ante Trumbić di Balkan sangat mendukung perang ini dan memimpikan bebasnya bangsa Yugoslav dari Austria-Hongaria dan kekuatan asing lainnya, serta pembentukan Yugoslavia merdeka.[186] Komite Yugoslav didirikan di Paris tanggal 30 April 1915, namun kemudian memindahkan kantornya ke London; Trumbić memimpin Komite ini.[186]
Di Timur Tengah, nasionalisme Arab berkobar di teritori-teritori Utsmaniyah sebagai respon atas naiknya nasionalisme Turki sepanjang perang. Para pemimpin nasionalis Arab menyuarakan pembentukan negara pan-Arab.[187] Pada tahun 1916, Pemberontakan Arab terjadi di teritori Timur Tengah milik Utsmaniyah demi mencapai kemerdekaan.[187]
Nasionalisme Italia didorong oleh pecahnya perang dan awalnya sangat didukung oleh berbagai faksi politik. Salah satu pendukung perang nasionalis Italia yang paling tekrenal adalah Gabriele d'Annunzio, yang mempromosikan iredentisme Italia dan membantu meyakinkan publik Italia untuk mendukung intervensi perang.[188] Partai Liberal Italia di bawah kepemimpinan Paolo Boselli mempromosikan intervensi perang di sisi Sekutu dan memanfaatkan Dante Aligheri Society untuk mempromosikan nasionalisme Italia.[189]
Sejumlah partai sosialis awalnya mendukugn perang ketika pecah bulan Agustus 1914.[190] Tetapi sosialis Eropa terbagi di sisi nasional, dengan konsep kelas konflik yang dipegang oleh sosialis radikal seperti kaum Marxis dan sindikalis yang muncul akibat dukungan patriotik mereka terhadap perang.[191] Setelah perang dimulai, sosialis Austria, Britania, Jerman, Perancis, dan Rusia mengikuti arus nasionalis yang bangkit dengan mendukung intervensi perang oleh negara mereka .[192]
Para sosialis Italia terbagi menjadi pendukung perang dan penentangnya; beberapa di antaranya adalah pendukung perang yang militan, termasuk Benito Mussolini dan Leonida Bissolati.[193] Akan tetapi, Partai Sosialis Italia memutuskan menentang perang setelah para pengunjuk rasa anti-militer tewas dan mengakibatkan mogok massal bernama Minggu Merah.[194] Partai Sosialis Italia membersihkan dirinya dari anggota-anggota nasionalis pro-perang, termasuk Mussolini.[194] Mussolini, seorang sindikalis yang mendukung perang atas dasar klaim iredentis wilayah berpopulasi Italia di Austria-Hongaria, membentuk organisasi pro-intervensionis Il Popolo d'Italia dan Fasci Riviluzionario d'Azione Internazionalista ("Fasci Revolusi untuk Aksi Internaisonal") pada bulan Oktober 1914 yang kelak berkembang menjadi Fasci di Combattimento tahun 1919, asal usul fasisme.[195] Nasionalisme Mussolini memungkinkan dirinya menggalang dana dari Ansaldo (firma senjata) dan perusahaan lain untuk membentuk Il Popolo d'Italia untuk meyakinkan para sosialis dan revolusionis agar mendukung perang.[196]
Pada bulan April 1918, Kongres Bangsa Terindas Roma mengadakan pertemuan, termasuk perwakilan bangsa Cekoslovak, Italia, Polandia, Transylvania, dan Yugoslav yang meminta Sekutu mendukung penentuan nasib sendiri nasional untuk orang-orang yang tinggal di dalam Austria-Hongaria.[190]
Penentangan

Sesaat sebelum perang, Jenderal Britania Horace Smith-Dorrien memprediksikan terjadinya perang menghancurkan yang harus bisa dihindari dengan nyaris segala cara.
Serikat dagang dan gerakan sosialis sudah lama menenetang sebuah perang yang menurut mereka berarti bahwa pekerja akan membunuh pekerja lain demi kepentingan kapitalisme. Setelah perang dideklarasikan, rupanya banyak sosialis dan serikat dagang yang malah membantu pemerintah mereka. Di antara pengecualian tersebut adalah kaum Bolshevik, Partai Sosialis Amerika, dan Partai Sosialis Italia, dan individu seperti Karl Liebknecht, Rosa Luxemburg, dan para pengikutnya di Jerman. Ada pula sejumlah kecul kelompok antiperang di Britania dan Perancis.
Benediktus XV, terpilih sebagai Paus kurang dari tiga bulan setelah Perang Dunia I, menjadikan perang dan segala akibatnya fokus utama tugas kepausan pertamanya. Berbeda dengan pendahulunya,[197] lima hari pasca-pemilihannya, ia berbicara tentang tugas dia untuk melakukan sebisanya untuk menciptakan perdamaian. Ensiklik pertamanya, Ad Beatissimi Apostolorum, dibacakan tanggal 1 November 1914, membicarakan masalah ini. Dipandang sebagai tokoh bias yang berpihak pada satu sisi dan dibenci karena melemahkan moral nasional, Benediktus XV melihat kemampuan dan posisinya yang unik sebagai duta perdamaian religius diabaikan oleh negara-negara yang terlibat.

Sackville Street (sekarang O'Connell Street), Dublin, setelah Pemberontakan Paskah 1916
Perjanjian London 1915 antara Italia dan Entente Tiga meliputi persyaratan rahasia yaitu Sekutu setuju dengan Italia untuk mengabaikan panggilan Paus agar berdamai dengan Blok Sentral. Akibatnya, penerbitan Nota Perdamaian Agustus 1917 tujuh poin usulan Benediktus diabaikan oleh semua pihak, kecuali Austria-Hongaria.[198]
Di Britania, tahun 1914, kamp tahunan Public Schools Officers' Training Corps diadakan di Tidworth Pennings, dekat Salisbury Plain. Kepala Angkatan Darat Britania Raya Lord Kitchener bermaksud meninjau kadetnya, tetapi pecahnya perang menggagalkan tugas tersebut. Jenderal Horace Smith-Dorrien menggantikannya. Ia membuat terkejut dua per tiga ribu kadet dengan mengatakan (mengutip Donald Christopher Smith, seorang kadeta Bermuda yang hadir), "bahwa perang harus dihindari dengan nyaris segala cara, bahwa perang tidak menyelesaikan apa-apa, bahwa seluruh Eropa dan lainna akan berantakan, dan bahwa jumlah korban tewas akan sangat besar sehingga seluruh populasi akan menyusut drastis. Akibat keteledoran kita, saya, dan banyak di antara kita, merasa hampir malu terhadap seorang Jenderal Britania yang mengeluarkan sentimen yang memuramkan dan tidak patriotik ini, tetapi selama empat tahun berikutnya, di antara kita yang selamat dari pembantaian ini—mungkin tidak lebih dari seperempat—belajar tnetang betapa benar perkiraan Jenderal dan betapa berani ia menyatakannya."[199] Mengeluarkan perkataan sentimen seperti ini tidak menghancurkan karier Smith-Dorien atau bahkan mencegahnya melakukan tugasnya pada Perang Dunia I sebaik-baiknya.

The Deserter, 1916. Kartun antiperang memperlihatkan Yesus menghadapi regu penembak yang terdiri dari tentara dari lima negara Eropa.

1917 – Eksekusi di Verdun pada masa-masa pemberontakan militer.
Banyak negara memenjarakan orang-orang yang berbicara menentang konflik ini. Mereka mencakup Eugene Debs di Amerika Serikat dan Bertrand Russell di Britania. Di A.S., Undang-Undang Spionase 1917 dan Undang-Undang Penghasutan 1918 menjadikan penolakan perekrutan militer atau membuat pernyataan apapun yang dirasa "tidak loyal" suatu tindak kejahatan. Penerbitan yang kritis terhadap pemerintahan ditarik dari sirkulasi oleh sensor pos,[102] dan banyak yang lama dipenjara akibat pernyataan mereka yang dianggap tidak patriotik.

Pemberontakan pasukan Ceko di Rumburk bulan Mei 1918 secara brutal dipadamkan dan para pemimpinnya dieksekusi.
Sejumlah kaum nasionalis menentang intervensi, terutama di dalam negara-negara yang tidak disukai nasionalis. Meski sebagian besar penduduk Irlandia mau ikut berperang tahun 1914 dan 1915, sebagian kecil nasionalis Irlandia maju menolak ikut serta dalam perang.[200] Perang terjadi meski muncul krisis Pemerintahan Dalam Negeri di Irlandia yang muncul kembali tahun 1912, dan pada Juli 1914 muncul kemungkinan serius akan pecahnya perang sipil di Irlandia.[201] Para nasionalis dan Marxis Irlandia berusaha mengejar kemerdekaan Irlandia yang berujung pada Pemberontakan Paskah tahun 1916, dengan Jerman mengirimkan 20.000 senjata bedil ke Irlandia untuk menciptakan kerusuhan di Britania Raya.[201] Pemerintah Britania Raya memberlakukan darurat militer di Irlandia sebagai tanggapan terhadap Pemberontakan Paskah, meski setelah ancaman revolusi berkurang para pihak berwenang mencoba menenangkan perasaan kaum nasionalis.[202]
Penolakan lain berasal dari para penentang bernurani – separuh sosialis, separuh religius – yang menolak berperang. Di Britania, 16.000 orang meminta status penentang bernurani.[203] Sebagian dari mereka, terutama aktivis perdamaian paling terkenal Stephen Henry Hobhouse, menolak dinas militer dan alternatif.[204] Banyak yang dipenjara bertahun-tahun, termasuk pengurungan sendiri dan diet roti dan air. Bahkan setelah perang, di Britania banyak iklan pekerjaan diberi tanda "Kecuali penentang bernurani".
Pemberontakan Asia Tengah pecah pada musim panas 1916, ketika pemerintah Kekaisaran Rusia mengakhiri pengecualian Muslim dari dinas militer.[205]
Tahun 1917, serangkaian pemberontakan di tubuh AD Perancis berujung pada eksekusi lusinan tentara dan penahanan sejumlah besar tentara lainnya.
Di Milan bulan Mei 1917, kaum revolusi Bolshevik menyusun dan mengadakan pemberontakan yang menuntut berakhirnya perang, dan berupaya menutup pabrik-pabrik dan menghentikan operasi transportasi umum.[206] Pasukan Italia terpaksa memasuki Milan dengan tank dan senjata mesin untuk menghadapi kaum Bolshevik dan anarkis, yang bertempur habis-habisan sampai 23 Mei ketika Angkatan Darat berhasil mengambil alih kota. Hampir 50 orang (termasuk tiga tentara Italia) tewas dan lebih dari 800 orang ditahan.[206]

Revolusi Jerman, November 1918
Krisis Wajib Militer 1917 di Kanada terjadi ketika Perdana Menteri Robert Borden yang konservatif memerintahkan dinas militer wajib atas keberatan warga Quebec berbahasa Perancis.[207] Dari 625.000 tentara Kanada yang bertugas, 60.000 di antaranya gugur dan 173.000 lainnya luka-luka.[208]
Tahun 1917, Kaisar Charles I dari Austria secara rahasia memasuki negosiasi damai dengan negara-negara Sekutu, dengan saudara tirinya Sixtus sebagai penengah, tanpa sepengetahuan sekutunya, Jerman. Sayangnya ia gagal akibat pemberontakan Italia.[209]
Bulan September 1917, tentara Rusia di Perancis mulai mempertanyakan mengapa mereka berperang untuk Perancis dan akhirnya memberontak.[210] Di Rusia, penolakan perang mendorong para tentara mendirikan komite revolusinya sendiri, yang membantu memulai Revolusi Oktober 1917, dengan tuntutan "roti, tanah, dan perdamaian". Kaum Bolshevik menyetujui perjanjian damai dengan Jerman berupa Perjanjian Brest-Litovsk meski berada dalam kondisi buruk.
Di Jerman Utara, Revolusi Jerman 1918–1919 terjadi pada akhir Oktober 1918. Pasukan Angkatan Laut Jerman menolak berlayar untuk operasi berskala besar terakhir dalam perang yang mereka lihat sama saja seperti bunuh diri; peristiwa ini memulai pemberontakan. pemberontakan pelayar yang kemudian terjadi di pelabuhan Wilhelmshaven dan Kiel menyebar ke seluruh Jerman dalam hitungan hari dan berujung pada proklamasi republik tanggal 9 November 1918 dan sesaat setelah itu pengunduran diri Kaiser Wilhelm II.
Wajib militer
Setelah perang ini perlahan berubah menjadi perang atrisi, wajib militer diberlakukan di sejumlah negara. Masalah ini menjadi heboh di Kanada dan Australia. Di Kanada, wajib militer memunculkan celah politik antara warga Perancis Kanada, yang percaya kesetiaan mereka hanya untuk Kanada dan bukan Imperium Britania, dan warga Inggris mayoritas, yang memandang perang sebagai sebuah tugas bagi Britania maupun Kanada. Perdana Menteri Robert Borden mengesahkan Undang-Undang Dinas Militer, sehingga mencetuskan Krisis Wajib Militer 1917. Di Australia, kampanye pro-wajib militer oleh Perdana Menteri Billy Hughes mengakibatkan perpecahan di tubuh Partai Buruh Australia, sehingga Hughes membentuk Partai Nasionalis Australia pada tahun 1917 untuk mempromosikan peraturan ini. Meski begitu, gerakan buruh, Gereja Katolik, dan ekspatriat nasionalis Irlandia berhasil menentang peraturan Hughes, yang kemudian ditolak di dua plebisit.
Wajib militer diterapkan untuk setiap pria yang mampu secara fisik di Britania, enam dari sepuluh juta orang yang layak. Dari jumlah tersebut, sekitar 750.000 orang gugur dan 1.700.000 lainnya luka-luka. Kebanyakan korban tewas adalah pemuda yang belum menikah; akan tetapi, 160.000 istri kehilangan suaminya dan 300.000 anak kehilangan ayahnya.[211]
Dampak
Dampak kesehatan dan ekonomi

Pemakaman militer Perancis dilengkapi osuari Douaumont, yang terdiri dari kerangka milik lebih dari 130.000 tentara yang tidak dikenal.
Belum ada perang yang berhasil mengubah peta Eropa secara dramatis. Empat kekaisaran menghilang: Jerman, Austria-Hongaria, Utsmaniyah, dan Rusia. Empat dinasti, bersama aristokrasi kunonya, jatuh setelah perang: Hohenzollern, Habsburg, Romanov, dan Utsmaniyah. Belgia dan Serbia hancur parah, seperti halnya Perancis, dengan 1,4 juta tentara gugur,[212] tidak termasuk korban lainnya. Jerman dan Rusia juga terkena dampak serupa.[213]
Perang ini memberi konsekuensi ekonomi mendalam. Dari 60 juta tentara Eropa yang dimobilisasi mulai tahun 1914 sampai 1918, 8 juta di antaranya gugur, 7 juta cacat permanen, dan 15 juta luka parah. Jerman kehilangan 15,1% populasi pria aktifnya, Austria-Hongaria 17,1%, dan Perancis 10,5%.[214] Sekitar 750.000 warga sipil Jerman tewas akibat kelaparan yang disebabkan oleh blokade Britania selama perang.[215] Pada akhir perang, kelaparan telah menewaskan sekitar 100.000 orang di Lebanon.[216] Perkiraan terbaik untuk jumlah korban tewas akibat kelaparan Rusia 1921 adalah 5 juta sampai 10 juta orang.[217] Pada tahun 1922, terdapat 4,5 juta sampai 7 juta anak tanpa rumah di Rusia akibat satu dasawarsa kehancuran sejak Perang Dunia I, Perang Saudara Rusia, dan kelaparan 1920–1922.[218] Sejumlah penduduk Rusia anti-Soviet mengungsi ke negara lain setelah Revolusi; pada tahun 1930-an, kota Harbin di Cina utara menampung 100.000 warga Rusia.[219] Ribuan lainnya pindah ke Perancis, Inggris, dan Amerika Serikat.
Di Australia, dampak perang terhadap ekonomi tidak terlalu parah. Perdana Menteri Hughes menulis surat untuk Perdana Menteri Britania Raya Lloyd George, "Anda telah meyakinkan kami bahwa Anda tidak bisa mendapatkan persyaratan yang lebih baik. Saya sangat menyesalkan hal tersebut, dan sekarang berharap bahwa ada suatu cara untuk menetapkan perjanjian permintaan biaya perbaikan setara dengan pengorbanan luar biasa yang dilakukan Imperium Britania dan para Sekutunya."[220] Australia menerima perbaikan perang senilai ₤5.571.720, tetapi biaya perang Australia secara langsung berjumlah ₤376.993.052, dan pada pertengahan 1930-an biaya pensiun, hadiah perang, bunga, dan dana tenggelam berjumlah ₤831.280.947.[220] Dari sekitar 416.000 tentara Australia yang berdinas, 60.000 di antaranya gugur dan 152.000 lainnya luka-luka.[221]
Wabah menyebar pada masa-masa perang yang kacau. Pada tahun 1914 saja, wabah tipus yang dibawa kutu menewaskan 200.000 orang di Serbia.[222] Mulai tahun 1918 sampai 1922, Rusia mengalami 25 juta infeksi dan 3 juta kematian akibat wabah tipus.[223] Sementara sebelum Perang Dunia I Rusia memiliki 3,5 juta kasus malaria, negara ini memiliki lebih dari 13 juta kasus pada tahun 1923.[224] Selain itu, wabah influenza besar menyebar ke seluruh dunia. Secara keseluruhan, pandemi flu 1918 menewaskan sedikitnya 50 juta orang.[225][226]

Rumah sakit militer darurat saat wabah flu Spanyol yang menewaskan sekitar 675.000 orang di Amerika Serikat. Camp Funston, Kansas, 1918
Lobi oleh Chaim Weizmann dan kekhawatiran bahwa penduduk Yahudi Amerika akan memaksa AS mendukung Jerman berakhir dengan Deklarasi Balfour 1917 oleh pemerintah Britania yang menetapkan pendirian tanah air Yahudi di Palestina.[227] Lebih dari 1.172.000 tentara Yahudi berdinas di pasukan Sekutu dan Sentral pada Perang Dunia I, termasuk 275.000 di Austria-Hongaria dan 450.000 di Kekaisaran Rusia.[228]
Gangguan sosial dan kekerasan luas pada Revolusi 1917 dan Perang Saudara Rusia mengakibatkan terjadinya 2.000 pogrom di bekas Kekaisaran Rusia, kebanyakan di Ukraina.[229] Sekitar 60.000–200.000 warga sipil Yahudi tewas dalam kekerasan ini.[230]
Setelah Perang Dunia I, Yunani berperang melawan kaum nasionalis Turki yang dipimpin oleh Mustafa Kemal, sebuah perang yang berakhir dengan pertukaran penduduk besar-besaran antar kedua negara di bawah Perjanjian Lausanne.[231] Menurut berbagai sumber,[232] sekian ratus ribu Yunani Pontik tewas pada masa-masa perang tersebut.[233]
Perjanjian damai dan batas negara
Setelah perang, Konferensi Perdamaian Paris memberlakukan beberapa perjanjian damai terhadap Blok Sentral. Perjanjian Versailles 1919 secara resmi mengakhiri perang ini. Ditandatangani di Titik ke-14 Wilson, Perjanjian Versailles juga mencetuskan berdirinya Liga Bangsa-Bangsa pada tanggal 28 Juni 1919.[234][235]
Dalam penandatanganan perjanjian, Jerman mengaku bertanggung jawab atas perang ini dan setuju membayar perbaikan perang dalam jumlah besar dan memberikan sejumlah teritori ke pihak pemenang. "Tesis Rasa Bersalah" menjadi penjelasan kontroversial mengenai peristiwa-peristiwa terakhir di kalangan analis Britania dan Amerika Serikat Perjanjian Versailles menimblkan ketidakpuasan luar biasa di Jerman, yang dieksploitasi gerakan nasionalis, terutama Nazi, dengan teori konspirasi yang mereka sebut Dolchstosslegende (legenda pengkhianatan). Republik Weimar kehilangan jajahan kolonialnya dan dibebani tuduhan bersalah atas perang, serta membayar perbaikan akibat perang. Tidak mampu membayar dengan ekspor (akibat kehilangan teritori dan resesi pascaperang),[236] Jerman membayar dengan meminjam dari Amerika Serikat. Inflasi berkelanjutan tahun 1920-an berkontribusi pada keruntuhan ekonomi Republik Weimar, dan pembayaran perbaikan tertunda tahun 1931 setelah Kejatuhan Pasar Saham 1929 dan permulaan Depresi Besar di seluruh dunia.

Pengungsi Yunani dari Smyrna, Turki, 1922
Austria-Hongaria terbagi menjadi beberapa negara pengganti, termasuk Austria, Hongaria, Cekoslovakia, dan Yugoslavia, meski tidak sepenuhnya berada dalam perbatasan etnis. Transylvania dipindahkan dari Hongaria ke Rumania Raya. Rinciannya tercantum dalam Perjanjian Saint-Germain dan Perjanjian Trianon. Sebagai hasil dari Perjanjian Trianon, 3,3 juta warga Hongaria berada di bawah pemerintahan asing. Meski penduduk Hongaria membentuk 54% populasi Kerajaan Hongaria pra-perang, hanya 32% teritorinya yang disisakan untuk Hongaria. Antara 1920 dan 1924, 354.000 warga Hongaria keluar dari bekas teritori Hongaria yang dikuasai Rumania, Cekoslovakia, dan Yugoslavia.
Kekaisaran Rusia, yang telah menarik diri dari Perang Dunia I pada tahun 1917 setelah Revolusi Oktober, kehilangan sebagian besar wilayah baratnya dan negara-negara merdeka Estonia, Finlandia, Latvia, Lithuania, dan Polandia berdiri di sana. Bessarabia kembali bergabung dengan Rumania Raya karena sudah menjadi teritori Rumania selama lebih dari seribu tahun.[237]
Kesultanan Utsmaniyah pecah, dan sebagian besar teritori non-Anatolianya diberikan ke berbagai negara Sekutu dalam bentuk protektort. Turki sendiri disusun ulang menjadi Republik Turki. Kesultanan Utsmaniyah dipecah-pecah oleh Perjanjian Sèvres tahun 1920. Perjanjian ini tidak pernah diratifikasi oleh Sultan dan ditolak oleh gerakan republikan Turki, sehingga memunculkan Perang Kemerdekaan Turki dan berakhir dengan Perjanjian Lausanne tahun 1923.
Warisan
..."Strange, friend," I said, "Here is no cause to mourn."
"None," said the other, "Save the undone years"...
Wilfred Owen, Strange Meeting, 1918[145]
Upaya tentatif pertama untuk memahami makna dan konsekuensi peperangan modern dimulai pada tahap-tahap awal perang, dan proses ini terus berlanjut selama dan setelah akhir perang.
Tugu peringatan
Tugu peringatan dibangun di ribuan desa dan kota. Dekat dengan medan tempur, mereka yang dimakamkan di lahan pemakaman buatan perlahan dipindahkan ke pemakaman resmi yang dirawat oleh organisasi-organisasi seperti Commonwealth War Graves Commission, American Battle Monuments Commission, German War Graves Commission, dan Le Souvenir français. Banyak di antara pemakaman yang memiliki monumen pusat yang dipersembahkan kepada korban hilang atau tidak dikenal, seperti tugu Menin Gate dan Thiepval Memorial to the Missing of the Somme.

Dokter bedah Letkol John McCrae dari Kanada, penulis In Flanders Fields, meninggal dunia tahun 1918 akibat pneumonia.
Pada tanggal 3 Mei 1915, selama Pertempuran Ypres Kedua, Letnan Alexis Helmer gugur. Di samping makamnya, temannya, John McCrae, M.D., dari Guelph, Ontario, Kanada, menulis sebuah puisi terkenal berjudul In Flanders Fields sebagai penghormatan untuk semua orang yang tewas dalam Perang Besar. Diterbitkan di majalah Punch tanggal 8 Desember 1915, puisi ini masih dibacakan sampai sekarang, terutama pada Hari Gencatan Senjata dan Hari Peringatan.[238][239]
Liberty Memorial di Kansas City, Missouri, adalah sebuah tugu peringatan Amerika Serikat yang dipersembahkan kepada semua warga negara A.S. yang berdinas di Perang Dunia I. Situs Liberty Memorial diresmikan tanggal 1 November 1921. Pada hari itu, para komandan tertinggi Sekutu berbicara di hadapan 100.000 orang. Itulah satu-satunya masa dalam sejarah ketika para pemimpin tersebut berkumpul di satu tempat. Tokoh-tokoh yang hadir meliputi Letnan Jenderal Baron Jacques dari Belgia; Jenderal Armando Diaz dari Italia; Marsekal Ferdinand Foch dari Perancis; Jenderal Pershing dari Amerika Serikat; dan Laksamana D. R. Beatty dari Britania Raya. Setelah tiga tahun pembangunan, Liberty Memorial rampung dan Presiden Calvin Coolidge menyampaikan pidato khusus di hadapan 150.000 orang pada tahun 1926.
Liberty Memorial juga merupakan rumah bagi The National World War I Museum, satu-satunya museum khusus Perang Dunia I di Amerika Serikat.
Ingatan budaya
Perang Dunia Pertama memberi pengaruh besar terhadap ingatan sosial. Perang ini dipandang oleh banyak orang di Britania sebagai tanda akhir zaman stabilitas yang sudah ada sejak zaman Victoria, dan di seluruh Eropa banyak orang menganggapnya sebagai ambang batas.[240] Sejarawan Samuel Hynes menjelaskan:

Generasi pemuda tak bersalah, kepala mereka dipenuhi abstraksi tinggi seperti Kehormatan, Kejayaan dan Inggris, pergi berperang untuk menjadikan dunia ini aman bagi demokrasi. Mereka dibunuh dalam pertempuran bodoh yang dirancang oleh jenderal yang bodoh pula. Mereka yang selamat terkejut, mengalami disilusi dan terpahitkan oleh pengalaman perang mereka, dan melihat bahwa musuh asli mereka bukanlah Jerman, tetapi orang-orang tua di kampung halaman yang telah membohongi mereka. Mereka menolak nilai-nilai masyarakat yang mengirimkan mereka ke perang, dan dalam melakukannya mereka memisahkan generasinya sendiri dari masa lalu dan warisan budayanya.[241]

Sebuah tugu peringatan perang desa untuk para tentara yang gugur pada Perang Dunia I.
Ini telah menjadi persepsi paling umum mengenai Perang Dunia Pertama, dimunculkan oleh seni, sinema, puisi, dan cerita-cerita yang diterbitkan sesudahnya. Film seperti All Quiet on the Western Front, Paths of Glory, dan King & Country telah menciptakan pemikiran ini, sementara film masa perang seperti Camrades, Flanders Poppies, dan Shoulder Arms menunjukkan bahwa pandangan perang paling kontemporer secara keseluruhan jauh lebih positif.[242] Sama pula, karya seni Paul Nash, John Nash, Christopher Nevison, dan Henry Tonks di Britania melukiskan pandangan negatif mengenai konflik bersamaan dengan persepsi yang tumbuh, sementara seniman masa perang yang terkenal seperti Muirhead Bone melukiskan interpretasi yang lebih damai dan menenangkan yang kemudian ditolak karena tidak akurat.[241] Sejumlah sejarawan seperti John Terriane, Niall Ferguson, dan Gary Sheffield telah menantang segala interpretasi ini sebagai pandangan parsial dan polemik:

Siegfried Sassoon (Mei 1915)
Keyakinan-keyakinan ini tidak dibagi sepenuhnya karena mereka hanya memberikan interpretasi akurat mengenai peristiwa pada zaman perang. Dengan segala hormat, perang justru lebih rumit daripada perkataan mereka. Dalam beberapa tahun terakhir, sejarawan telah berpendapat persuasif terhadap hampir setiap klise populer mengenai Perang Dunia Pertama. Sudah ditunjukkan bahwa, meski kerugiannya luar biasa, dampak terbesar mereka terbatas secara sosial dan geografis. Keragaman emosi selain horor yang dialami para tentara di dalam dan luar garis depan, termasuk persaudaraan, kebosanan, dan bahkan kenikmatan, telah diakui. Perang sekarang tidak dipandang sebagai "pertempuran omong kosong', namun sebagai perang pemikiran, sebuah perjuangan antara militerisme agresif dan kurang lebih demokrasi liberal. Sudah diketahui bahwa jenderal-jenderal Britania adalah para pria yang mampu menghadapi tantangan sulit, dan bahwa di bawah komando merekalah Angkatan Darat Britania memainkan peran penting dalam kekalahan Jerman tahun 1918: sebuah kemenangan besar yang terlupakan.[242]
Meski para sejarawan menganggap segala persepsi perang sebagai "mitos",[241][243] itu hal yang biasa.[rujukan?] Persepsi tersebut secara dinamis berubah sesuai pengaruh kontemporer, berefleksi pada persepsi perang tahun 1950-an sebagai 'tidak bertujuan' setelah Perang Dunia Kedua yang kontras dan konflik besar pada masa-masa konflik kelas tahun 1960-an.[242] Sebagian besar tambahan terhadap kebalikannya sering ditolak.[242]
Trauma sosial
Trauma sosial yang diakibatkan oleh jumlah korban tidak terduga terbentuk dalam berbagai cara, yang selalu menjadi subjek perdebatan sejarah selanjutnya.[244] Sejumlah orang[siapa?] terbakar oleh nasionalisme dan segala akibatnya, dan mulai mengupayakan terciptanya dunia internasionalis, mendukung organisasi-organisasi seperti Liga Bangsa-Bangsa. Pasifisme semakin populer. Pihak lain memberi reaksi bertentangan, merasa bahwa hanya kekuatan dan militer yang mampu menangani dunia yang kacau dan tidak manusiawi ini. Pandangan anti-modernis merupakan hasil dari berbagai perubahan yang terjadi dalam masyarakat.

Buku yang didistribusikan oleh Departemen Perang A.S. kepada veteran tahun 1919
Pengalaman perang mengakibatkan trauma kolektif yang dirasakan oleh sebagian besar negara terlibat. Optimisme la belle époque hancur, dan mereka yang berperang disebut sebagai Generasi Hilang.[245] Selama bertahun-tahun pascaperang, orang-orang meratapi korban tewas, hilang, dan cacat.[246] Banyak tentara pulang dengan trauma luar biasa, mengalami guncangan pertempuran (juga disebut neurastenia, sebuah keadaan yang terkait dengan gangguan tekanan pascatrauma).[247] Tentara lain pulang dengan sedikit dampak pascaperang; akan tetapi, diamnya mereka mengenai perang berkontribusi pada status mitologi yang terus berkembang mengenai konflik ini.[244] Di Britania Raya, mobilisasi massal, jumlah korban tinggi, dan runtuhnya zaman Edward membuat masyarakat sangat puas. Meski banyak pihak terlibat tidak berbagi pengalaman dalam pertempuran atau menghabiskan banyak waktu di garis depan, atau memiliki ingatan positif mengenai jasa mereka, gambaran penderitaan dan trauma menjadi persepsi yang terus-menerus dikembangkan.[244] Sejarawan seperti Dan Todman, Paul Fussell, dan Samuel Heyns menerbitkan banyak karya tulis sejak 1990-an yang berpendapat bahwa persepsi perang yang umum faktanya salah.[244]
Ketidakpuasan di Jerman
Munculnya Nazisme dan fasisme meliputi kebangkitan spirit nasionalis dan penolakan berbagai perubahan pascaperang. Sama pula, popularitas legenda pengkhianatan (Jerman: Dolchstoßlegende) adalah wasiat terhadap keadaan psikologis Jerman yang kalah dan penolakan tanggung jawab atas konflik ini. Teori konspirasi pengkhianatan ini menjadi umum dan penduduk Jerman melihat diri mereka sebagai korban. Penerimaan rakyat Jerman terhadap Dolchstoßlegende' memainkan peran penting dalam kemunculan Nazisme. Rasa disilusi dan sinisisme dibesar-besarkan disertai pertumbuhan nihilisme. Banyak pihak percaya perang ini mengawali akhir dunia karena korban yang tinggi dari kalangan pria, pembubaran pemerintahan dan kekaisaran, dan jatuhnya kapitalisme dan imperialisme.
Gerakan komunis dan sosialis di seluruh dunia mengumpulkan kekuatan dari teroi ini dan menikmati popularitas baru. Perasaan-perasaan ini lebih lantang diteriakkan di daerah-daerah yang langsung terkena dampak perang. Dari ketidakpuasan Jerman terhadap Perjanjian Versailles yang masih kontroversial, Adolf Hitler berhasil memperoleh popularitas dan kekuasaan.[248][249] Perang Dunia II juga merupakan kelanjutan perebutan kekuasan yang tidak pernah selesai sepenuhnya oleh Perang Dunia Pertama; faktanya, sudah biasa bagi Jerman pada tahun 1930-an dan 1940-an untuk menjustifikasi tindakan agresi internasional karena persepsi ketidakadilan yang diberlakukan oleh para pemenang Perang Dunia Pertama.[250][251][252] Sejarawan Amerika Serikat William Rubinstein menulis bahwa:
"'Zaman Totalitarianisme' mencakup hampir semua contoh genosida terkenal dalam sejarah modern, dipimpin oleh Holocaust Yahudi, tetapi juga terdiri dari pembunuhan dan pemusnahan massal di dunia Komunis, pembunuhan massal lain oleh Jerman Nazi dan sekutunya, serta genosida Armenia tahun 1915. Semua pembantaian ini memiliki asal usul yang sama, kejatuhan struktur elit dan mode pemerintahan normal di sebagian besar Eropa tengah, timur, dan selatan akibat Perang Dunia Pertama, yang tanpanya tentu saja Komunisme atau Fasisme tidak akan muncul kecuali dalam pikiran para penghasut dan orang sinting".[253]
Pendirian negara modern Israel dan akar dari Konflik Israel-Palestina yang terus berlanjut dapat ditemukan pada dinamika kekuatan yang tidak stabil di Timur Tengah akibat Perang Dunia I.[254] Sebelum perang berakhir, Kesultanan Utsmaniyah berhasil mempertahankan pertahanan dan stabilitas di seluruh Timur Tengah.[255] Dengan jatuhnya pemerintahan Utsmaniyah, kekosongan kekuasaan terjadi dan klaim wilayah dan kebangsaan saling bermunculan.[256] Perbatasan politik yang ditetapkan oleh para pemenang Perang Dunia Pertama segera diberlakukan, kadang baru setelah konsultasi dengan penduduk setempat. Dalam beberapa kasus, hal ini menjadi masalah dalam perjuangan identitas nasional abad ke-21.[257][258] Sementara bubarnya Kesultanan Utsmaniyah pada akhir Perang Dunia I menentukan dalam kontribusi terhadap situasi politik modern di Timur Tengah, termasuk konflik Arab-Israel,[259][260][261] berakhirnya kekuasaan Utsmaniyah juga menciptakan sengketa yang belum diketahui terhadap perairan dan sumber daya alam lain.[262]

Pengumuman gencatan senjata tanggal 11 November 1918. Philadelphia.
Pandangan di Amerika Serikat
Intervensi A.S. dalam perang ini, termasuk pemerintahan Wilson sendiri, semakin sangat tidak populer. Ini tampak dari penolakan Senat A.S. terhadap Perjanjian Versailles dan keanggotaan di Liga Bangsa-Bangsa. Pada masa antarperang, sebuah konsensus disepakati bahwa intervensi A.S. adalah suatu kesalahan, dan Kongres mengesahkan beberapa hukum dalam upaya melindungi netralitas A.S. pada konflik-konflik selanjutnya. Pemungutan suara tahun 1937 dan bulan-bulan pertama Perang Dunia II menunjukkan bahwa hampir 60% responden menyatakan intervensi pada PDI adalah kesalahan, dan hanya 28% yang menentang pandangan tersebut. Tetapi pada periode antara kejatuhan Perancis dan serangan Pearl Harbor, opini publik berubah total dan untuk pertama kalinya mayoritas responden menolak pandangan bahwa Perang Dunia I adalah suatu kesalahan.[263]
Identitas nasional baru
Polandia lahir kembali sebagai sebuah negara merdeka setelah lebih dari satu abad. Sebagai "bangsa Entente kecil" dan negara dengan korban terbanyak per kapita,[264][265][266] Kerajaan Serbia dan dinastinya menjadi tulang belakang negara multinasional baru, Kerajaan Serbia, Kroasia, dan Slovenia (kelak bernama Yugoslavia). Cekoslovakia, menggabungkan Kerajaan Bohemia dengan sebagian Kerajaan Hongaria, dan menjadi satu bangsa baru. Rusia menjadi Uni Soviet dan kehilangan Finlandia, Estonia, Lituania, dan Latvia, yang menjadi negara-negara merdeka. Kesultanan Utsmaniyah langsung digantikan oleh Turki dan beberapa negara lain di Timur Tengah.

Peta perubahan wilayah Eropa setelah Perang Dunia I
Di Imperium Britania, perang ini melepaskan bentuk baru nasionalisme. Di Australia dan Selandia Baru, Pertempuran Gallipoli semakin terkenal sebagai "Baptisme Perjuangan" negara-negara tersebut. Inilah perang besar pertama yang melibatkan negara-negara yang baru berdiri, serta untuk pertama kalinya tentara Australia berperang sebagai penduduk Australia, bukan subjek dari Kerajaan Britania Raya. Hari Anzac memperingati Korps Angkatan Darat Australia dan Selandia Baru dan merayakan momen-momen menentukan tersebut.[267][268]
Setelah Pertempuran Vimy Ridge, tempat divisi Kanada berperang bersama untuk pertama kalinya sebagai satu korps tunggal, warga Kanada mulai menyebut diri mereka sebagia bangsa yang "ditempa dari api".[269] Berhasil di medan tempur yang sama tempat "negara induk" gagal sebelumnya, Kanada untuk pertama kalinya dihormati secara internasional atas keberhasilan mereka sendiri. Kanada memasuki perang dengan status Dominion Imperium Britania dan tetap seperti itu, meski kelak bangkit dengan rasa kemerdekaan yang lebih besar.[270][271] Ketika Britania menyatakan perang pada tahun 1914, jajahan-jajahannya otomatis juga ikut perang; pada akhirnya, Kanada, Australia, Selandia Baru, dan Afrika Selatan menjadi penandatangan Perjanjian Versailles yang terpisah dari Britania.[272]
Dampak ekonomi

Jerman, 1923: uang kertas kehilangan nilai begitu besar sampai-sampai dijadikan pelapis dinding. Jutaan warga kelas menengah Jerman menderita akibat hiperinflasi. Ketika perang dimulai tahun 1914, satu dolar bernilai 4,2 mark; pada November 1923, satu dolar bernilai 4,2 triliun[273] mark.[274]
Salah satu dampak paling dramatis setelah perang adalah perluasan kekuasaan pemerintah dan tanggung jawab di Britania, Perancis, Amerika Serikat, dan Jajahan Imperium Britania. Untuk memanfaatkan semua kekuatan masyarakat mereka, pemerintah membentuk kementerian dan kekuasaan baru. Pajak baru ditetapkan dan hukum disahkan, semuanya dirancang untuk menunjang usaha perang; banyak yang masih ada sampai sekarang. Perang ini juga membatasi kemampuan sejumlah bekas pemerintahan yang besar dan terbirokratisasi, seperti Austria-Hongaria dan Jerman; akan tetapi, analisis apapun mengenai dampak jangka panjang tidak berlaku akibat kekalahan negara-negara tersebut.
Produk domestik bruto (PDB) naik di tiga negara Sekutu (Britania, Italia, dan A.S.), tetapi turun di Perancis dan Rusia, Belanda netral, dan tiga negara Sentral utama. Penurunan PDB di Austria, Rusia, Perancis, dan Kesultanan Utsmaniyah mencapai 30 sampai 40%. Di Austria, misalnya, banyak babi dipotong, sehingga tidak ada lagi daging pada akhir perang.
Di semua negara, pangsa pemerintah di PDB meningkat, melampaui 50% di Jerman dan Perancis dan nyaris mencapai level tersebut di Britania. Untuk membayar pembelian di Amerika Serikat, Britania melakukan investasi besar-besaran di industri rel kereta api Amerika Serikat dan mulai meminjam uang dalam jumlah besar dari Wall Street. Presiden Wilson berada di ambang pemotongan pinjaman pada akhir 1916, tetapi mengizinkan peningkatan besar pinjaman pemerintah A.S. kepada negara Sekutu. Setelah 1919, A.S. meminta pembayaran pinjaman tersebut. Pembayaran ini sebagian didanai oleh dana perbaikan Jerman, yang sebaliknya, dibantu oleh pinjaman Amerika Serikat ke Jerman. Sistem melingkar ini kolaps tahun 1931 dan pinjaman-pinjaman tersebut tidak pernah terbayarkan. Tahun 1934, Britania berutang senilai US$4,4 miliar[275] dalam bentuk utang Perang Dunia I.[276]

"The Girl Behind the Gun" – Pekerja wanita, 1915
Dampak makro dan mikroekonomi terjadi setelah perang. Banyak keluarga berubah setelah kaum pria pergi berperang. Setelah kematian atau ketiadaan pencari nafkah utama, wanita terpaksa bekerja dalam jumlah besar. Pada saat yang sama, industri ingin mengganti buruh-buruh yang hilang karena ikut berperang. Hal ini membantu perjuangan untuk menuntut pemberian hak suara untuk wanita.[277]
Perang Dunia I terus meningkatkan ketidakseimbangan jenis kelamin, sehingga memunculkan fenomena wanita berlebih. Kematian hampir satu juta pria selama perang memperlebar celah gender sebanyak satu juta orang; dari 670.000 sampai 1.700.000 orang. Jumlah wanita belum menikah yang mencari kemapanan ekonomi tumbuh pesar. Selain itu, demobilisasi dan kemerosotan ekonomi setelah perang mengakibatkan tingginya pengangguran. Perang meningkatkan jumlah pekerja wanita, akan tetapi kembalinya pria yang terdemobilisasi menggantikan banyak wanita dari pekerjaannya, disertai penutupan berbagai pabrik masa perang. Karena itu wanita yang bekerja selama perang akhirnya terpaksa berjuang mencari pekerjaan dan wanita yang mendekati usia kerja tidak mendapat kesempatan.
Di Britania, penjatahan akhirnya diberlakukan pada awal 1918 untuk daging, gula, dan lemak (mentega dan oleo), namun bukan roti. Sistem baru ini berjalan lancar. Sejak 1914 sampai 1918, keanggotaan serikat dagang berlipat dari empat juta orang menjadi delapan juta orang. Mogok kerja semakin sering terjadi pada tahun 1917–1918 karena serikat-serikat tersebut tidak puas terhadap harga, pengendalian alkohol, sengketa gaji, kelelahan akibat kerja berlebihan dan bekerja pada hari Minggu, dan rumah yang tidak layak.
Britania mencari bantuan ke koloni-koloninya dalam memperoleh material perang penting yang persediannya semakin langka di sumber-sumber tradisional. Para geolog seperti Albert Ernest Kitson ditugaskan mencari sumber mineral berharga baru di koloni Afrika. Kitson menemukan deposit mangan baru di Gold Coast yang dipakai untuk pembuatan munisi.[278]
Artikel 231 Perjanjian Versailles (klausa "rasa bersalah perang") menyatakan Jerman dan sekutunya bertanggung jawab atas semua "kehilangan dan kerusakan" yang diderita Sekutu sepanjang perang dan memberi dasar untuk perbaikan pascaperang. Total perbaikan yang dituntut senilai 132 miliar mark emas, lebih dari total emas atau valuta asing Jerman. Masalah ekonomi yang mencuat dari pembayaran tersebut, dan kekesalan Jerman atas posisi mereka, biasanya dianggap sebagai salah satu faktor penting yang mendorong berakhirnya Republik Weimar dan awal dari kediktatoran Adolf Hitler. Setelha kekalahan Jerman pada Perang Dunia II, pembayaran perbaikan tidak dilanjutkan. Jerman selesai membayar perbaikan pascaperang pada bulan Oktober 2010.[279]



Perang Dunia II

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Langsung ke: navigasi, cari
Perang Dunia II
Infobox collage for WWII.PNG
Searah jarum jam dari kiri atas: Pasukan Cina pada Pertempuran Wanjialing, Meriam 25-pounder Australia pada Pertempuran El Alamein Pertama, pesawat pengebom Stuka Jerman di Front Timur musim dingin 1943–1944, pasukan AL Amerika Serikat di Teluk Lingayen, Wilhelm Keitel menandatangani Instrumen Penyerahan Diri Jerman, tentara Soviet pada Pertempuran Stalingrad
Tanggal 1 September 1939  – 2 September 1945 (6 tahun, 1 hari)
Lokasi Eropa, Pasifik, Atlantik, Asia Tenggara, Cina, Timur Tengah, Mediterania dan Afrika, Amerika Utara
Hasil Kemenangan Sekutu
Pihak yang terlibat
Sekutu
 Uni Soviet (1941–45)[nb 1]
 Amerika Serikat (1941–45)
 Imperium Britania
Cina (at war 1937–45)
 Perancis[nb 2]
 Polandia
 Kanada
 Australia
 Selandia Baru
 Afrika Selatan
 Yugoslavia (1941–45)
 Yunani (1940–45)
 Norwegia (1940–45)
 Belanda (1940–45)
 Belgia (1940–45)
 Cekoslowakia
 Brasil (1942–45)
...dan lain-lain

Negara klien dan boneka
Bendera Filipina Filipina (1941–45)
Bendera Mongolia Mongolia (1941–45)
...dan lain-lain
Poros
 Jerman
 Kekaisaran Jepang (at war 1937–45)
 Italia (1940–43)
 Hongaria (1940–45)
 Rumania (1941–44)
 Bulgaria (1941–44)

Pihak terlibat
 Finlandia (1941–44)
 Thailand (1942–45)
 Irak (1941)

Negara klien dan boneka
 Manchukuo
 Republik Sosial Italia (1943–45)
 Kroasia (1941–45)
 Slowakia
...dan lain-lain
Komandan
Pemimpin Sekutu
Bendera Britania Raya Winston Churchill
Bendera Amerika Serikat Franklin D. Roosevelt
Bendera Uni Soviet Joseph Stalin
Bendera Republik Cina Chiang Kai-shek
...dan lain-lain
Pemimpin Poros
Bendera Jerman Nazi Adolf Hitler
Bendera Kekaisaran Jepang Hirohito
Bendera Kerajaan Italia Benito Mussolini
...dan lain-lain
Korban
Korban militer:
Lebih dari 16.000.000
Korban sipil:
Lebih dari 45.000.000
Total korban:
Lebih dari 61.000.000 (1937–45)
...lebih lanjut
Korban militer:
Lebih dari 8.000.000
Korban sipil:
Lebih dari 4.000.000
Total korban:
Lebih dari 12.000.000 (1937–45)
...lebih lanjut
Templat:Topik Perang Dunia II
Perang Dunia II, atau Perang Dunia Kedua (biasa disingkat menjadi PDII atau PD2), adalah sebuah perang global yang berlangsung mulai tahun 1939 sampai 1945. Perang ini melibatkan banyak sekali negara di dunia —termasuk semua kekuatan besar—yang pada akhirnya membentuk dua aliansi militer yang saling bertentangan: Sekutu dan Poros. Perang ini merupakan perang terluas dalam sejarah yang melibatkan lebih dari 100 juta orang di berbagai pasukan militer Dalam keadaan "perang total", negara-negara besar memaksimalkan seluruh kemampuan ekonomi, industri, dan ilmiahnya untuk keperluan perang, sehingga menghapus perbedaan antara sumber daya sipil dan militer. Ditandai oleh sejumlah peristiwa penting yang melibatkan kematian massal warga sipil, termasuk Holocaust dan pemakaian senjata nuklir dalam peperangan, perang ini memakan korban jiwa sebanyak 50 juta sampai 70 juta jiwa. Jumlah kematian ini menjadikan Perang Dunia II konflik paling mematikan sepanjang sejarah umat manusia.[1]
Kekaisaran Jepang berusaha mendominasi Asia Timur dan sudah memulai perang dengan Republik Cina pada tahun 1937,[2] tetapi perang dunia secara umum pecah pada tanggal 1 September 1939 dengan invasi ke Polandia oleh Jerman yang diikuti serangkaian pernyataan perang terhadap Jerman oleh Perancis dan Britania. Sejak akhir 1939 hingga awal 1941, dalam serangkaian kampanye dan perjanjian, Jerman membentuk aliansi Poros bersama Italia, menguasai atau menaklukkan sebagian besar benua Eropa. Setelah Pakta Molotov–Ribbentrop, Jerman dan Uni Soviet berpisah dan menganeksasi wilayah negara-negara tetangganya sendiri di Eropa, termasuk Polandia. Britania Raya, dengan imperium dan Persemakmurannya, menjadi satu-satunya kekuatan besar Sekutu yang terus berperang melawan blok Poros, dengan mengadakan pertempuran di Afrika Utara dan Pertempuran Atlantik. Bulan Juni 1941, Poros Eropa melancarkan invasi terhadap Uni Soviet yang menandakan terbukanya teater perang darat terbesar sepanjang sejarah, yang melibatkan sebagian besar pasukan militer Poros sampai akhir perang. Pada bulan Desember 1941, Jepang bergabung dengan blok Poros, menyerang Amerika Serikat dan teritori Eropa di Samudra Pasifik, dan dengan cepat menguasai sebagian besar Pasifik Barat.
Serbuan Poros berhenti tahun 1942, setelah Jepang kalah dalam berbagai pertempuran laut dan tentara Poros Eropa dikalahkan di Afrika Utara dan Stalingrad. Pada tahun 1943, melalui serangkaian kekalahan Jerman di Eropa Timur, invasi Sekutu ke Italia, dan kemenangan Amerika Serikat di Pasifik, Poros kehilangan inisiatif mereka dan mundur secara strategis di semua front. Tahun 1944, Sekutu Barat menyerbu Perancis, sementara Uni Soviet merebut kembali semua teritori yang pernah dicaplok dan menyerbu Jerman beserta sekutunya. Perang di Eropa berakhir dengan pendudukan Berlin oleh tentara Soviet dan Polandia dan penyerahan tanpa syarat Jerman pada tanggal 8 Mei 1945. Sepanjang 1944 dan 1945, Amerika Serikat mengalahkan Angkatan Laut Jepang dan menduduki beberapa pulau di Pasifik Barat, menjatuhkan bom atom di negara itu menjelang invasi ke Kepulauan Jepang. Uni Soviet kemudian mengikuti melalui negosiasi dengan menyatakan perang terhadap Jepang dan menyerbu Manchuria. Kekaisaran Jepang menyerah pada tanggal 15 Agustus 1945, sehingga mengakhiri perang di Asia dan memperkuat kemenangan total Sekutu atas Poros.
Perang Dunia II mengubah haluan politik dan struktur sosial dunia. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) didirikan untuk memperkuat kerja sama internasional dan mencegah konflik-konflik yang akan datang. Para kekuatan besar yang merupakan pemenang perang—Amerika Serikat, Uni Soviet, Cina, Britania Raya, dan Perancis—menjadi anggota permanen Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa.[3] Uni Soviet dan Amerika Serikat muncnul sebagai kekuatan super yang saling bersaing dan mendirikan panggung Perang Dunia yang kelak bertahan selama 46 tahun selanjutnya. Sementara itu, pengaruh kekuatan-kekuatan besar Eropa mulai melemah, dan dekolonisasi Asia dan Afrika dimulai. Kebanyakan negara yang industrinya terkena dampak buruk muali menjlaani pemulihan ekonomi. Integrasi politik, khususnya di Eropa, muncul sebagai upaya untuk menstabilkan hubungan pascaperang.

Kronologi

Awal terjadinya perang umumnya disetujui pada tanggal 1 September 1939, dimulai dengan invasi Jerman ke Polandia; Britania dan Perancis menyatakan perang terhadap Jerman dua hari kemudian. Tanggal lain mengenai awal perang ini adalah dimulainya Perang Cina-Jepang Kedua pada 7 Juli 1937.[4][5]
Lainnya mengikuti sejarawan Britania Raya A. J. P. Taylor, yang percaya bahwa Perang Cina-Jepang dan perang di Eropa beserta koloninya terjadi bersamaan dan dua perang ini bergabung pada tahun 1941. Artikel ini memakai penanggalan konvesional. Tanggal-tanggal awal lainnya yang sering dipakai untuk Perang Dunia II juga meliputi invasi Italia ke Abisinia pada tanggal 3 Oktober 1935.[6] Sejarawan Britania raya Antony Beevor memandang awal Perang Dunia Kedua terjadi saat Jepang menyerbu Manchuria bulan Agustus 1939.[7]
Tanggal pasti akhir perang juga tidak disetujui secara universal. Dari dulu disebutkan bahwa perang berakhir saat gencatan senjata 14 Agustus 1945 (V-J Day), alih-alih penyerahan diri resmi Jepang (2 September 1945); di sejumlah teks sejarah Eropa, perang ini berakhir pada V-E Day (8 Mei 1945). Meski begitu, Perjanjian Damai dengan Jepang baru ditandatangani pada tahun 1951,[8] dan dengan Jerman pada tahun 1990.[9]

Latar belakang

Perang Dunia I membuat perubahan besar pada peta politik, dengan kekalahan Blok Sentral, termasuk Austria-Hongaria, Jerman, dan Kesultanan Utsmaniyah; dan perebutan kekuasaan oleh Bolshevik di Rusia pada tahun 1917. Sementara itu, negara-negara Sekutu yang menang seperti Perancis, Belgia, Italia, Yunani, dan Rumania memperoleh wilayah baru, dan negara-negara baru tercipta setelah runtuhnya Austria-Hongaria, Kekaisaran Rusia, dan Kesultanan Utsmaniyah.
Meski muncul gerakan pasifis setelah perang,[10][11] kekalahan ini masih membuat nasionalisme iredentis dan revanchis pemain utama di sejumlah negara Eropa. Iredentisme dan revanchisme punya pengaruh kuat di Jerman karena kehilangan teritori, koloni, dan keuangan yang besar akibat Perjanjian Versailles. Menurut perjanjian ini, Jerman kehilangan 13 persen wilayah dalam negerinya dan seluruh koloninya di luar negeri, sementara Jerman dilarang menganeksasi negara lain, harus membayar biaya perbaikan perang, dan membatasi ukuran dan kemampuan angkatan bersenjata negaranya.[12] Pada saat yang sama, Perang Saudara Rusia berakhir dengan terbentuknya Uni Soviet.[13]
Kekaisaran Jerman bubar melalui Revolusi Jerman 1918–1919 dan sebuah pemerintahaan demokratis yang kemudian dikenal dengan nama Republik Weimar dibentuk. Periode antarperang melibatkan kerusuhan antara pendukung republik baru ini dan penentang garis keras atas sayap kanan maupun kiri. Walaupun Italia selaku sekutu Entente berhasil merebut sejumlah wilayah, kaum nasionalis Italia marah mengetahui janji-janji Britania dan Perancis yang menjamin masuknya Italia ke kancah perang tidak dipenuhi dengan penyelesaian damai. Sejak 1922 sampai 1925, gerakan Fasis pimpinan Benito Mussolini berkuasa di Italia dnegan agenda nasionalis, totalitarian, dan kolaborasionis kelas yang menghapus demokrasi perwakilan, penindasan sosialis, kaum sayap kiri dan liberal, dan mengejar kebijakan luar negeri agresif yang berusaha membawa Italia sebagai kekuatan dunia—"Kekaisaran Romawi Baru".[14]
Di Jerman, Partai Nazi yang dipimpin Adolf Hitler berupaya mendirikan pemerintahan fasis di Jerman. Setelah Depresi Besar dimulai, dukungan dalam negeri untuk Nazi meningkat dan, pada tahun 1933, Hitler ditunjuk sebagai Kanselir Jerman. Setelah kebakaran Reichstag, Hitler menciptakan negara satu partai totalitarian yang dipimpin Partai Nazi.[15]
Parati Kuomintang (KMT) di Cina melancarkan kampanye penyatuan melawan panglima perang regional dan secara nominal berhasil menyatukan Cina pada pertengahan 1920-an, tetapi langsung terlibat dalam perang saudara melawan bekas sekutunya yang komunis.[16] Pada tahun 1931, Kekaisaran Jepang yang semakin militaristik, yang sudah lama berusaha memengaruhi Cina[17] sebagai tahap pertama dari apa yang disebut pemerintahnya sebagai hak untuk menguasai Asia, memakai Insiden Mukden sebagai alasan melancarkan invasi ke Manchuria dan mendirikan negara boneka Manchukuo.[18]
Terlalu lemah melawan Jepang, Cina meminta bantuan Liga Bangsa-Bangsa. Jepang menarik diri dari Liga Bangsa-Bangsa setelah dikecam atas tindakannya terhadap Manchuria. Kedua negara ini kemudian bertempur di Shanghai, Rehe, dan Hebei sampai Gencatan Senjata Tanggu ditandatangani tahun 1933. Setelah itu, pasukan voluntir Cina melanjutkan pemberontakan terhadap agresi Jepang di Manchuria, dan Chahar dan Suiyuan.[19]
Benito Mussolini (kiri) dan Adolf Hitler (kanan)
Adolf Hitler, setelah upaya gagal menggulingkan pemerintah Jerman tahun 1923, menjadi Kanselir Jerman pada tahun 1933. Ia menghapus demokrasi, menciptakan revisi orde baru radikal dan rasis, dan segera memulai kampanye persenjataan kembali.[20] Sementara itu, Perancis, untuk melindungi aliansinya, memberikan Italia kendali atas Ethiopia yang diinginkan Italia sebagai jajahan kolonialnya. Situasi ini memburuk pada awal 1935 ketika Teritori Cekungan Saar dengan sah bersatu kembali dengan Jerman dan Hitler menolak Perjanjian Versailles, mempercepat program persenjataan kembalinya dan memperkenalkan wajib militer.[21]
Berharap mencegah Jerman, Britania Raya, Perancis, dan Italia membentuk Front Stresa. Uni Soviet, khawatir akan keinginan Jerman mencaplok wilayah luas di Eropa Timur, membuat perjanjian bantuan bersama dengan Perancis. Sebelum diberlakukan, pakta Perancis-Soviet ini perlu melewati birokrasi Liga Bangsa-Bangsa, yang pada dasarnya menjadikannya tidak berguna.[22][23] Akan tetapi, pada bulan Juni 1935, Britania Raya membuat perjanjian laut independen dengan Jerman, sehingga melonggarkkan batasan-batasan sebelumnya. Amerika Serikat, setelah mempertimbangkan peristiwa yang terjadi di Eropa dan Asia, mengesahkan Undang-Undang Netralitas pada bulan Agustus.[24] Pada bulan Oktober, Italia menginvasi Ethiopia, dan Jerman adalah satu-satunya negara besar Eropa yang mendukung tindakan tersebut. Italia langsung menarik keberatannya terhadap tindakan Jerman menganeksasi Austria.[25]
Hitler menolak Perjanjian Versailles dan Locarno dengan meremiliterisasi Rhineland pada bulan Maret 1936. Ia mendapat sedikit tanggapan dari kekuatan-kekuatan Eropa lainnya.[26] Ketika Perang Saudara Spanyol pecah bulan Juli, Hitler dan Mussolini mendukung pasukan Nasionalis yang fasis dan otoriter dalam perang saudara mereka melawan Republik Spanyol yang didukung Soviet. Kedua pihak memakai konflik ini untuk menguji senjata dan metode peperangan baru,[27] berakhir dengan kemenangan Nasionalis pada awal 1939. Bulan Oktober 1936, Jerman dan Italia membentuk Poros Roma-Berlin. Sebulan kemudian, Jerman dan Jepang menandatangani Pakta Anti-Komintern, namun kelak diikuti Italia pada tahun berikutnya. Di cina, setelah Insiden Xi'an, pasukan Kuomintang dan komunis menyetujui gencatan senjata untuk membentuk front bersatu dan sama-sama melawan Jepang.[28]

Sebelum perang

Invasi Italia ke Ethiopia (1935)

Perang Italia-Abisinia Kedua adalah perang kolonial singkat mulai bulan Oktober 1935 sampai Mei 1936. Perang ini terjadi antara angkatan bersenjata Kerajaan Italia (Regno d'Italia) dan angkatan bersenjata Kekaisaran Ethiopia (juga disebut Abisinia). Perang ini berakhir dengan pendudukan militer di Ethiopia dan aneksasinya ke koloni baru Afrika Timur Italia (Africa Orientale Italiana, atau AOI); selain itu, perang ini membuka kelemahan Liga Bangsa-Bangsa sebagai kekuatan pelindung perdamaian. Baik Italia dan Ethiopia adalah negara anggota, tetapi Liga ini tidak berbuat apa-apa ketika negara pertama jelas-jelas melanggar Artikel X yang dibuat oleh Liga ini.[29]

Perang Saudara Spanyol (1936-39)

Reruntuhan Guernica setelah dibom.
Jerman dan Italia memberi dukungan kepada kebangkitan Nasionalis yang dipimpin Jenderal Francisco Franco di Spanyol. Uni Soviet mendukung pemerintah yang sudah berdiri, Republik Spanyol, yang memiliki kecenderungan sayap kiri. Baik Jerman dan Uni Soviet memakai perang proksi ini sebagai kesempatan menguji senjata dan taktik baru mereka. Pengeboman Guernica yang disengaja oleh Legiun Condor Jerman pada April 1937 berkontribusi pada kekhawatiran bahwa perang besar selanjutnya akan melibatkan serangan bom teror besar-besaran terhadap warga sipil.[30][31]

Invasi Jepang ke Cina (1937)

Sarang senjata mesin Cina pada Pertempuran Shanghai, 1937.
Pada bulan Juli 1937, Jepang mencaplok bekas ibu kota kekaisaran Cina Beijing setelah memulai Insiden Jembatan Marco Polo, yang menjadi batu pijakan kampanye Jepang untuk menjajah seluruh wilayah Cina.[32] Uni Soviet segera menandatangani pakta non-agresi dengan Cina untuk memberi dukungan material yang secara efektif mengakhiri kerja sama Cina dengan Jerman sebelumnya. Generalissimo Chiang Kai-shek mengerahkan pasukan terbaiknya untuk mempertahankan Shanghai, tetapi setelah tiga bulan bertempur, Shanghai jatuh. Jepang terus menekan pasukan Cina, mencaplok ibu kota Nanking pada Desember 1937 dan melakukan Pembantaian Nanking.
Pada bulan Juni 1938, pasukan Jepang menghentikan serbuan Jepang dengan membanjiri Sungai Kuning; manuver ini memberikan waktu bagi Cina untuk mempersiapkan pertahanan di Wuhan, namun kota ini berhasil direbut pada bulan Oktober.[33] Kemenangan militer Jepang gagal menghentikan pemberontakan Cina yang menjadi tujuan Jepang. Pemerintahan Cina pindah ke pedalaman di Chongqing dan melanjutkan perang.[34]

Invasi Jepang ke Uni Soviet dan Mongolia (1938)

Tentara Soviet memerangi Jepang pada Pertempuran Khalkhin Gol di Mongolia, 1939.
Pada tanggal 29 Juli 1938, Jepang menyerbu Uni Soviet dan kalah di Pertempuran Danau Khasan. Meski pertempuran tersebut dimenangkan Soviet, Jepang menyebutnya seri dan buntu, dan pada tanggal 11 Mei 1939, Jepang memutuskan memindahkan perbatasan Jepang-Mongolia sampai Sungai Khalkhin Gol melalui pemaksaan. Setelah serangkaian keberhasilan awal, serangan Jepang di Mongolia digagalkan oleh Pasukan Merah yang menandakan kekalahan besar pertama Angkatan Darat Kwantung Jepang.[35][36]
Pertempuran ini meyakinkan sejumlah faksi pemerintahan Jepang bahwa mereka harus fokus berkonsiliasi dengan pemerintah Soviet demi menghindari ikut campur Soviet dalam perang melawan Cina dan mengalihkan perhatian militer mereka ke selatan, yaitu ke jajahan Amerika Serikat dan Eropa di Pasifik, serta mencegah penggulingan pemimpin militer Soviet berpengalaman seperti Georgy Zhukov, yang kelak memainkan peran penting dalam mempertahankan Moskwa.[37]

Pendudukan Eropa dan perjanjian

Dari kiri ke kanan (depan): Chamberlain, Daladier, Hitler, Mussolini, dan Ciano sebelum menandatangani Perjanjian Munich.
Di Eropa, Jerman dan Italia semakin keras. Pada bulan Maret 1938, Jerman menganeksasi Austria, lagi-lagi mendapat sedikit perhatian dari kekuatan-kekuatan Eropa lainnya.[38] Semakin tertantang, Hitler mulai menegaskan klaim Jerman atas Sudetenland, wilayah Cekoslowakia yang didominasi oleh etnis Jerman; dan Perancis dan Britania segera memberikan wilayah ini ke Jerman melalui Perjanjian Munich, yang dibuat melawan keinginan pemerintah Cekoslowakia, dengan imbalan janji tidak meminta wilayah lagi.[39] Sesaat setelah perjanjian ini, Jerman dan Italia memaksa Cekoslowakia menyerahkan wilayah tambahan ke Hongaria dan Polandia.[40] Pada bulan Maret 1939, Jerman menyerbu sisa Cekoslowakia dan membelahnya menjadi Protektorat Bohemia dan Moravia Jerman dan negara klien pro-Jerman bernama Republik Slovak.[41]
Terkejut, ditambah Hitler menuntut Danzig, Perancis dan Britania Raya menjamin dukungan mereka terhadap kemerdekaan Polandia; ketika Italia menguasai Albania pada bulan April 1939, jaminan yang sama diberikan untuk Rumania dan Yunani.[42] Tidak lama setelah janji Perancis-Britania kepada Polandia, Jerman dan Italia meresmikan aliansi mereka sendiri melalui Pakta Baja.[43]
Bulan Agustus 1939, Jerman dan Uni Soviet menandatangani Pakta Molotov–Ribbentrop,[44] sebuah perjanjian non-agresi dengan satu protokol rahasia. Setiap pihak memberikan haknya satu sama lain, "andai terjadi penyusunan wilayah dan politik," terhadap "cakupan pengaruh" (antara Polandia dan Lituania untuk Jerman, dan Polandia timur, Finlandia, Estonia, Latvia, dan Bessarabia untuk Uni Soviet). Pakta ini juga memunculkan pertanyaan tentang keberlangsungan kemerdekaan Polandia.[45]

Alur perang

Pecah di Eropa (1939)

Parade umum Wehrmacht Jerman dan Pasukan Merah Soviet pada tanggal 23 September 1939 di Brest, Polandia Timur setelah Invasi Polandia berakhir. Di tengah adalah Mayor Jenderal Heinz Guderian dan di kanan adalah Brigadir Semyon Krivoshein.
Pada tanggal 1 September 1939, Jerman dan Slowakia—negara klien pada tahun 1939—menyerang Polandia.[46] Tanggal 3 September, Perancis dan Britania Raya, diikuti negara-negara Persemakmuran,[47] menyatakan perang terhadap Jerman, tetapi memberi sedikit dukungan kepada Polandia ketimbang serangan kecil Perancis ke Saarland.[48] Britania dan Perancis juga mulai memblokir perairan Jerman pada tanggal 3 September untuk melemahkan ekonomi dan upaya perang negara ini.[49][50]
Tanggal 17 September, setelah menandatangani gencatan senjata dengan Jepang, Soviet juga menyerbu Polandia.[51] Wilayah Polandia terbagi antara Jerman dan Uni Soviet, dengan Lituania dan Slowakia mendapat bagian kecil. Polandia tidak menyerah; mereka mendirikan Negara Bawah Tanah Polandia dan Pasukan Dalam Negeri bawah tanah, dan terus berperang bersama Sekutu di semua front di luar Polandia.[52]
Sekitar 100.000 personil militer Polandia diungsikan ke Rumania dan negara-negara Baltik; sebagian besar tentara tersebut kemudian berperang melawan Jerman di teater perang yang lain.[53] Pemecah kode Enigma Polandia juga diungsikan ke Perancis.[54] Pada saat itu pula, Jepang melancarkan serangan pertamanya ke Changsha, sebuah kota Cina yang strategis, tetapi digagalkan pada akhir September.[55]
Setelah invasi Polandia dan perjanjian Jerman-Soviet atas Lituania, Uni Soviet memaksa negara-negara Baltik mengizinkan mereka menempatkan tentara Soviet di negara mereka atas alasan "bantuan bersama".[56][57][58] Finlandia menolak permintaan wilayah dan diserang oleh Uni Soviet pada bulan November 1939.[59] Konflik yang kemudian pecah berakhir pada bulan Maret 1940 dengan konsesi oleh Finlandia.[60] Perancis dan Britania Raya, menyebut serangan Soviet ke Finlandia sebagai alasan memasuki kancah perang di pihak Jerman, menanggapi invasi Soviet dengan mendukung dikeluarkannya Uni Soviet dari Liga Bangsa-Bangsa.[58]
Di Eropa Barat, tentara Britania dikerahkan ke benua ini, namun pada fase yang dijuluki Perang Phoney oleh Britania dan "Sitzkrieg" (perang duduk) oleh Jerman tak satupun pihak yang melancarkan operasi besar-besaran terhadap satu sama lain sampai April 1940.[61] Uni Soviet dan Jerman membuat pakta dagang pada bulan Februari 1940, yang berarti Soviet menerima bantuan militer dan industri dengan imbalan menyediakan bahan mentah untuk Jerman agar bisa mengakali pemblokiran oleh Sekutu.[62]
Pada bulan April 1940, Jerman menginvasi Denmark dan Norwegia untuk mengamankan pengiriman bijih besi dari Swedia, yang hendak dihadang oleh Sekutu.[63] Denmark langsung menyerah, dan meski dibantu Sekutu, Norwegia berhasil dikuasai dalam waktu dua bulan.[64] Bulan Mei 1940, Britania menyerbu Islandia untuk mencegah kemungkinan invasi Jerman ke pulau itu.[65] Ketidakpuasan Britania atas kampanye Norwegia mendorong penggantian Perdana Menteri Neville Chamberlain dengan Winston Churchill pada tanggal 10 Mei 1940.[66]

Serbuan Poros

Jerman menyerbu Perancis, Belgia, Belanda, dan Luksemburg pada tanggal 10 Mei 1940.[67] Belanda dan Belgia kewalahan menghadapi taktik blitzkrieg dalam beberapa hari dan minggu.[68] Jalur Maginot yang dipertahankan Perancis dan pasukan Sekutu di Belgia diakali dengan bergerak secara mengapit melintasi hutan lebat Ardennes,[69] yang disalahartikan oleh perencana perang Perancis sebagai penghalang alami bagi kendaraan lapis baja.[70]
Tentara Britania terpaksa keluar dari Eropa melalui Dunkirk, meninggalkan semua peralatan beratnya pada awal Juni.[71] Tanggal 10 Juni, Italia menyerbu Perancis, menyatakan perang terhadap Perancis dan Britania Raya;[72] dua belas hari kemudian Perancis menyerah dan langsung dibelah menjadi zona pendudukan Jerman dan Italia,[73] dan sebuah negara sisa yang tak diduduki di bawah Rezim Vichy. Pada tanggal 3 Juli, Britania menyerang armada Perancis di Aljazair untuk mencegah perebutan oleh Jerman.[74]
Bulan Juni, pada hari-hari terakhir Pertempuran Perancis, Uni Soviet memaksa aneksasi Estonia, Latvia, dan Lituania,[57] lalu menganeksasi wilayah Bessarabia yang dipertentangkan Rumania. Sementara itu, kesesuaian politik dan kerja sama ekonomi Nazi-Soviet[75][76] perlahan buntu,[77][78] dan kedua negara mulai bersiap untuk perang.[79]
Dengan Perancis dinetralkan, Jerman memulai kampanye superioritas udara atas Britania (Pertempuran Britania) untuk mempersiapkan sebuah invasi.[80] Kampanye ini gagal, dan rencana invasi tersebut dibatalkan pada bulan September.[80] Menggunakan pelabuhan-pelabuhan Perancis yang baru dicaplok, Angkatan Laut Jerman menikmati kesuksesan melawan Angkatan Laut Kerajaan dengan memakai kapal-U untuk menyerang kapal-kapal Britania di Atlantik.[81] Italia memulai operasinya di Mediterania, memulai pengepungan Malta bulan Juni, menguasai Somaliland Britania bulan Agustus, dan menerobos wilayah Mesir Britania bulan September 1940. Jepang meningkatkan pemblokirannya terhadap Cina pada bulan September dengan merebut sejumlah pangkalan di wilayah utara Indocina Perancis yang saat ini terisolasi.[82]
Pertempuran Britania mengakhiri serbuan Jerman di Eropa Barat.
Sepanjang periode ini, Amerika Serikat yang netral melakukan sejumlah hal untuk membantu Cina dan Sekutu Baratnya. Pada bulan November 1939, Undang-Undang Netralitas diamandemen untuk memungkinkan pembelian "beli dan angkut" oleh Sekutu.[83] Tahun 1940, setelah pencaplokan Paris oleh Jerman, ukuran Angkatan Laut Amerika Serikat meningkat pesat dan, setelah serbuan Jepang ke Indocina, Amerika Serikat memberlakukan embargo besi, baja, dan barang-barang mekanik terhadap Jepang.[84] Pada bulan September, Amerika Serikat menyetujui penukaran kapal penghancur AS dengan pangkalan Britania Raya.[85] Tetap saja, mayoritas rakyat Amerika Serikat menentang intervensi militer langsung apapun terhadap konflik ini sampai tahun 1941.[86]
Pada akhir September 1940, Pakta Tiga Pihak menyatukan Jepang, Italia, dan Jerman untuk meresmikan Kekuatan Poros. Pakta Tiga Pihak ini menegaskan bahwa negara apapun, kecuali Uni Soviet, yang tidak terlibat dalam perang yang menyerang Kekuatan Poros apapun akan dipaksa berperang melawan ketiganya.[87] Pada waktu itu, Amerika Serikat terus mendukung Britania Raya dan Cina dengan memperkenalkan kebijakan Lend-Lease yang mengizinkan pengiriman material dan barang-barang lain[88] dan membuat zona keamanan yang membentang hingga separuh Samudra Atlantik agar Angkatan Laut Amerika Serikat bisa melindungi konvoi Britania.[89] Akibatnya, Jerman dan Amerika Serikat terlibat dalam peperangan laut di Atlantik Utara dan Tengah pada Oktober 1941, bahkan meski Amerika Serikat secara resmi tetap netral.[90][91]
Blok Poros meluas bulan November 1940 ketika Hongaria, Slowakia, dan Rumania bergabung dengan Pakta Tiga Pihak ini.[92] Rumania akan memberi kontribusi besar terhadap perang Poros melawan Uni Soviet, sebagian untuk merebut kembali wilayah yang diserahkan kepada Soviet, sebagian lagi demi memenuhi keinginan pemimpinnya, Ion Antonescu, untuk melawan komunisme.[93] Pada bulan Oktober 1940, Italia menyerbu Yunani, tetapi beberapa hari kemudian digagalkan dan dipukul sampai Albania yang berakhir dengan kebuntuan.[94] Bulan Desember 1940, pasukan Persemakmuran Britania Raya memulai serangan balasan terhadap pasukan Italia di Mesir dan Afrika Timur Italia.[95] Pada awal 1941, dengan pasukan Italia dipukul hingga Libya oleh Persemakmuran, Churchill memerintahkan pengerahan tentara dari Afrika untuk membantu Yunani.[96] Angkatan Laut Italia juga menderita kekalahan besar, dengan Angkatan Laut Kerajaan membuat tiga kapal perang Italia tidak berfungsi melalui serangan kapal induk di Taranto, dan menetralisasi beberapa kapal perang lain pada Pertempuran Tanjung Matapan.[97]
Tentara penerjun Jerman menyerbu pulau Kreta, Yunani, Mei 1941.
Jerman segera turun tangan untuk membantu Italia. Hitler mengirimkan pasukan Jerman ke Libya pada bulan Februari, dan pada akhir Maret mereka melancarkan serangan terhadap pasukan Persemakmuran yang semakin sedikit.[98] Dalam kurun sebulan, pasukan Persemakmuran dipukul mundur ke Mesir dengan pengecualian pelabuhan Tobruk yang dikepung.[99] Persemakmuran berupaya mengusir pasukan Poros pada bulan Mei dan lagi pada bulan Juni, tetapi keduanya gagal.[100] Pada awal April, setelah penandatanganan Pakta Tiga Pihak oleh Bulgaria, Jerman turun tangan di Balkan dengan menyerbu Yunani dan Yugoslavia setelah terjadi kudeta; di sini mereka membuat kemajuan besar, sehingga memaksa Sekutu pindah setelah Jerman menguasai pulau Kreta, Yunani pada akhir Mei.[101]
Sekutu sempat beberapa kali berhasil pada saat itu. Di Timur Tengah, pasukan Persemakmuran pertama menggagalkan kudeta di Irak yang dibantu pesawat Jerman dari pangkalan-pangkalan di Suriah Vichy,[102] kemudian dengan bantuan Perancis Merdeka, menyerbu Suriah dan Lebanon untuk mencegah peristiwa seperti itu lagi.[103] Di Atlantik, Britania berhasil menaikkan moral publik dengan menenggelamkan kapal perang Jerman Bismarck.[104] Mungkin yang terpenting adalah pada Pertempuran Britania, Angkatan Udara Kerajaan berhasil bertahan dari serangan Luftwaffe dan kampanye pengeboman Jerman yang berakhir bulan Mei 1941.[105]
Di Asia, meski sejumlah serangan dari kedua pihak, perang antara Cina dan Jepang buntu pada tahun 1940. Demi meningkatkan tekanan terhadap Cina dengan memblokir rute-rute suplai, dan untuk memosisikan pasukan Jepang dengan tepat andai pecah perang dengan negara-negara Barat, Jepang merebut kendali militer di Indocina selatan[106] Pada Agustus 1940, kaum komunis Cina melancarkan serangan di Cina Tengah; sebagai balasan, Jepang menerapkan kebijakan keras (Kebijakan Serba Tiga) di daerah-daerah pendudukan untuk mengurangi sumber daya manusia dan bahan mentah untuk pasukan komunis.[107] Antipati yang terus berlanjut antara pasukan komunis dan nasionalis Cina memuncak pada pertempuran bersenjata pada bulan Januari 1941, secara efektif mengakhiri kerja sama mereka.[108]
Dengan stabilnya situasi di Eropa dan Asia, Jerman, Jepang, dan Uni Soviet mempersiapkan diri. Dengan kekhawatiran Soviet terhadap meningkatnya ketegangan dengan Jerman dan rencana Jepang untuk memanfaatkan Perang Eropa dengan merebut jajahan Eropa yang kaya sumber daya alam di Asia Tenggara, kedua kekuatan ini menandatangani Pakta Netralitas Soviet–Jepang pada bulan April 1941.[109] Kebalikannya, Jerman bersiap-siap menyerang Uni Soviet dengan menempatkan pasukan dalam jumlah besar di perbatasan Soviet.[110]

Perang global (1941)

Infanteri dan kendaraan lapis baja Jerman melawan pasukan Soviet di jalanan Kharkov, Oktober 1941.
Pada tanggal 22 Juni 1941, Jerman, bersama anggota Poros Eropa lainnya dan Finlandia, menyerbu Uni Soviet dalam Operasi Barbarossa. Target utama serangan kejutan ini[111] adalah kawasan Baltik, Moskwa dan Ukraina dengan tujuan utama mengakhiri kampanye 1941 dekat jalur Arkhangelsk-Astrakhan yang menghubungkan Laut Kaspia dan Laut Putih. Tujuan Hitler adalah menghancurkan Uni Soviet sebagai sebuah kekuatan militer, menghapus komunisme, menciptakan Lebensraum ("ruang hidup")[112] dengan memiskinkan penduduk asli[113] dan menjamin akses ke sumber daya strategis yang diperlukan untuk mengalahkan musuh-musuh Jerman yang tersisa.[114]
Meski Angkatan Darat Merah mempersiapkan serangan balasan strategis sebelum perang,[115] Barbarossa memaksa komando tertinggi Soviet mengadopsi pertahanan strategis. Sepanjang musim panas, Poros berhasil menerobos jauh ke dalam wilayah Soviet, mengakibatkan kerugian besar dalam hal personil dan material. Pada pertengahan Agustus, Komando Tinggi Angkatan Darat Jerman memutuskan menunda serangan oleh Army Group Centre yang kecil dan mengalihkan Satuan Panzer ke-2 untuk membantu tentara yang maju melintasi Ukraina tengah dan Leningrad.[116] Serangan Kiev sukses besar dan berakhir dengan pengepungan dan penghancuran empat unit pasukan Soviet, serta memungkinkan pergerakan lebih lanjut di Krimea dan Ukraina Timur yang industrinya maju (Pertempuran Kharkov Pertama).[117]
Serangan balasan Soviet pada pertempuran Moskwa, Desember 1941.
Pengalihan tiga per empat pasukan Poros dan sebagian besar angkatan udaranya dari Perancis dan Mediterania tengah ke Front Timur[118] membuat Britania mempertimbangkan kembali strategi besarnya.[119] Pada bulan Juli, Britania Raya dan Uni Soviet membentuk aliansi militer melawan Jerman[120] Britania dan Soviet menyerbu Iran untuk melindungi Koridor Persia dan ladang minyak Iran.[121] Bulan Agustus, Britania Raya dan Amerika Serikat bersama-sama meresmikan Piagam Atlantik.[122]
Pada bulan Oktober, ketika tujuan operasional Poros di Ukraina dan Baltik tercapai, dengan pengepungan Leningrad[123] dan Sevastopol yang masih berlanjut,[124] sebuah serangan besar ke Moskwa dilancarkan kembali. Setelah dua bulan bertempur sengit, pasukan Jerman hampir mencapai pinggiran terluar Moskwa, tempat tentara-tentaranya yang lelah[125] terpaksa menunda serangan mereka.[126] Pencaplokan teritorial besar dilakukan oleh pasukan Poros, tetapi kampanye mereka gagal mencapai tujuan utamanya: dua kota utama masih dikuasai Soviet, kemampuan memberontak Soviet gagal dipadamkan, dan Uni Soviet mempertahankan banyak sekali potensi militernya. Fase blitzkrieg perang di Eropa telah berakhir.[127]
Animasi Teater Eropa PDII.
Pada awal Desember, pasukan cadangan yang baru dimobilisasi[128] memungkinkan Soviet menyamakan jumlah tentaranya dengan Poros.[129] Hal ini, bersama data intelijen yang menetapkan jumlah minimum tentara Soviet di Timur yang cukup untuk mencegah serangan apapun oleh Angkatan Darat Kwantung Jepang,[130] memungkinkan Soviet memulai serangan balasan massal yang dimulai tanggal 5 Desember di front sepanjang 1.000 kilometer (620 mil) dan mendesak tentara Jerman mundur 100–250 kilometers (62–160 mil) ke barat.[131]
Keberhasilan Jerman di Eropa menggugah Jerman untuk meningkatkan tekanannya terhadap pemerintah-pemerintah Eropa di Asia Tenggara. Pemerintah Belanda setuju menyediakan minyak untuk Jepang dari Hindia Timur Belanda, namun menolak menyerahkan kendali politik atas koloninya. Perancis Vichy, sebaliknya, menyetujui pendudukan Jepang di Indocina Perancis.[132] Pada bulan Juli 1941, Amerika Serikat, Britania Raya, dan pemerintah Barat lainnya bereaksi terhadap pendudukan Indocina dengan membekukan aset-aset Jepang, sementara Amerika Serikat (yang menyediakan 80 persen minyak Jepang[133]) merespon dengan menerapkan embargo minyak secara penuh.[134] Ini berarti Jepang terpaksa memilih antara mengabaikan ambisinya di Asia dan perang melawan Cina, atau merebut sumber daya alam yang diperlukan melalui kekuatan; militer Jepang tidak menganggap yang pertama sebagai pilihan, dan banyak pejabat menganggap embargo minyak sebagai pernyataan perang tidak langsung.[135]
Jepang berencana merebut koloni-koloni Eropa di Asia dengan cepat untuk menciptakan perimeter defensif besar yang membentang hingga Pasifik Tengah; Jepang kemudian bebas mengeksploitasi sumber daya di Asia Tenggara sambil menyibukkan Sekutu dengan melancarkan perang defensif.[136] Untuk mencegah intervensi Amerika Serikat sambil mengamankan perimeter, Jepang berencana menetralisasi Armada Pasifik Amerika Serikat dari kancah perang.[137] Pada tanggal 7 Desember (8 Desember di Asia) 1941, Jepang menyerang aset-aset Britania dan Amerika Serikat dengan serangan di Asia Tenggara dan Pasifik Tengah secara nyaris bersamaan.[138] Peristiwa ini meliputi serangan ke armada Amerika Serikat di Pearl Harbor, pendaratan di Thailand dan Malaya[138] dan pertempuran Hong Kong.
Kejatuhan Singapura pada Februari 1942 mengakibatkan 80.000 tentara Sekutu ditangkap dan diperbudak oleh Jepang.
Serangan-serangan ini mendorong Amerika Serikat, Britania Raya, Cina, Australia, dan beberapa negara lain secara resmi menyatakan perang terhadap Jepang, sementara Uni Soviet, karena sedang terlibat dalam perang besar-besaran dengan blok Poros Eropa, memilih untuk tetap netral dengan Jepang.[139][140] Jerman dan negara-negara Poros menanggapi dengan menyatakan perang terhadap Amerika Serikat. Pada bulan Januari, Amerika Serikat, Britania Raya, Uni Soviet, Cina, dan 22 pemerintahan kecil atau terasingkan mengeluarkan Deklarasi oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa, sehingga memperkuat Piagam Atlantik,[141] dan melakukan kewajiban untuk tidak menandatangani perjanjian damai terpisah dengan negara-negara Poros. Sejak 1941, Stalin terus meminta Churchill, dan kemudian Roosevelt, untuk membuka 'front kedua' di Perancis.[142] Front Timur menjadi teater perang besar di Eropa dan jumlah korban Soviet yang berjumlah jutaan menciutkan jumlah korban Sekutu Barat yang hanya ratusan ribu orang; Churchill dan Roosevelt mengatakan mereka butuh lebih banyak waktu untuk persiapan, sehingga memunculkan klaim bahwa mereka sengaja buntu untuk menyelamatkan orang-orang Barat dengan mengorbankan orang-orang Soviet.[143]
Sementara itu, pada akhir April 1942, Jepang dan sekutunya Thailand hampir menguasai seluruh Burma, Malaya, Hindia Timur Belanda, Singapura,[144] dan Rabaul, sehingga menambah kerugian bagi tentara Sekutu dan banyak di antara mereka yang ditawan. Meski memberontak habis-habisan di Corregidor, Filipina akhirnya ditaklukkan pada bulan Mei 1942 dan memaksa pemerintah Persemakmuran Filipina mengasingkan diri.[145] Pasukan Jepang juga memenangkan pertempuran laut di Laut Cina Selatan, Laut Jawa, dan Samudra Hindia,[146] dan mengebom pangkalan laut Sekutu di Darwin, Australia. Satu-satunya kesuksesan sejati Sekutu melawan Jepang adalah kemenangan Cina di Changsha pada awal Januari 1942.[147] Kemenangan-kemenangan mudah atas lawan yang tidak punya persiapan ini membuat Jepang terlalu percaya diri dan berlebihan.[148]
Jerman juga mewujudkan inisiatifnya. Dengan mengeksploitasi keputusan komando laut Amerika Serikat yang ragu-ragu, Angkatan Laut Jerman mengacaukan jalur kapal Sekutu di lepas pesisir Atlantik Amerika Serikat.[149] Meski kalah besar, anggota Poros Eropa menghentikan serbuan Soviet di Rusia Tengah dan Selatan, sehingga melindungi sebagian besar jajahan yang mereka peroleh pada tahun sebelumnya.[150] Di Afrika Utara, Jerman melancarkan sebuah serangan pada bulan Januari yang memukul Britania kembali ke posisinya di Garis Gazala pada awal Februari,[151] diikuti oleh meredanya pertempuran untuk sementara yang dimanfaatkan Jerman untuk mempersiapkan serangan mereka selanjutnya.[152]

Kebuntuan serbuan Poros (1942)

Pada awal Mei 1942, Jepang memulai operasi untuk menduduki Port Moresby dengan serangan amfibi dan memutuskan komunikasi dan jalur suplai antara Amerika Serikat dan Australia. Akan tetapi, Sekutu berhasil mencegah invasi ini dengan mencegat dan mengalahkan pasukan laut Jepang pada Pertempuran Laut Koral.[153] Rencana Jepang selanjutnya, termotivasi oleh Serangan Doolittle sebelumnya, adalah merebut Atol Midway dan memancing kapal induk Amerika Serikat ke kancah perang untuk dihancurkan; sebagai aksi pengalihan, Jepang juga mengirimkan pasukan untuk menduduki Kepulauan Aleut di Alaska.[154] Pada awal Juni, Jepang melaksanakan operasinya, tetapi Amerika Serikat, setelah berhasil memecahkan kode laut Jepang pada akhir Mei, mengetahui semua rencana dan pemindahan pasukan mereka dan memakai pengetahuan ini untuk memperoleh kemenangan telak di Midway atas Angkatan Laut Kekaisaran Jepang.[155]
Dengan kapasitasnya untuk bertindak secara agresif hilang akibat Pertempuran Midway, Jepang memilih fokus pada upaya menduduki Port Moresby melalui kampanye darat di Teritori Papua.[156] AMerika Serikat merencanakan serangan balasan terhadap posisi Jepang di selatan Kepulauan Solomon, terutama Guadalcanal, sebagai tahap pertama menduduki Rabaul, pangkalan utama Jepang di Asia Tenggara.[157]
Kedua rencana ini dimulai bulan Juli, namun pada pertengahan September, Pertempuran Guadalcanal dimenangkan Jepang, dan tentara-tentara di Nugini diperintahkan mundur dari Port Moresby ke bagian utara pulau, tempat mereka menghadapi tentara Australia dan Amerika Serikat dalam Pertempuran Buna-Gona.[158] Guadalcanal segera menjadi titik fokus bagi kedua pihak dengan komitmen besar tentara dan kapal dalam pertempuran Guadalcanal. Pada awal 1943, Jepang dikalahkan di pulau ini dan menarik tentara mereka.[159] Di Burma, pasukan Persemakmuran melancarkan dua operasi. Pertama, ofensif ke wilayah Arakan pada akhir 1942 gagal dan memaksa pasukan mundur ke India bulan Mei 1943.[160] Kedua, penyisipan pasukan ireguler ke belakang garis depan Jepang bulan Februari yang, pada akhir April, memperoleh hasil yang diragukan.[161]
Tentara Soviet menyerang sebuah rumah pada Pertempuran Stalingrad, 1943.
Di front timur Jerman, pasukan Poros mematahkan serangan Soviet di Semenanjung Kerch dan Kharkov,[162] dan kemudian melancarkan serangan musim panas utamanya terhadap Rusia Selatan pada bulan Juni 1942 untuk menguasai ladang minyak di Kaukasus dan menduduki stepa Kuban, sementara mempertahankan posisi di wilayah front sebelah utara dan tengah. Jerman membagi Grup Angkatan Darat Selatan menjadi dua grup: Grup Angkatan Darat A bergerak ke Sungai Don, sementara Grup Angkatan Darat B bergerak ke sebelah tenggara Kaukasus menuju Sungai Volga.[163] Soviet memutuskan bertahan di Stalingrad yang berada di jalur pergerakan pasukan Jerman.
Pada pertengahan November, Jerman hampir berhasil menduduki Stalingrad dalam pertempuran jalanan saat Soviet memulai serangan balasan musim dingin keduanya, dimulai dengan mengepung pasukan Jerman di Stalingrad[164] dan serangan ke unggulan Rzhev dekat Moskwa, meski upaya terakhir gagal besar.[165] Pada awal Februari 1943, Angkatan Darat Jerman menderita kekalahan besar; tentara Jerman di Stalingrad dipaksa menyerah[166] dan garis depan dimundurkan hingga posisinya sebelum serangan musim panas. Pada pertengahan Februari, setelah desakan Soviet meruncing, Jerman melancarkan serangan lain ke Kharkov dan membentuk unggulan baru di garis depan mereka di sekitar kota Kursk, Rusia.[167]
Tank Crusader Britania bergerak ke posisi depan pada Kampanye Afrika Utara.
Pada bulan November 1941, pasukan Persemakmudan mengadakan serangan balasan, Operasi Crusader, di Afrika Utara dan mengklaim kembali semua wilayah yang direbut Jerman dan Italia.[168] Di Barat, kekhawatiran bahwa Jepang mungkin memakai pangkalan di Madagaskar Vichy mendorong Britania menyerbu pulau ini pada awal Mei 1942.[169] Kesuksesan ini tidak bertahan lama setelah Poros berhasil memukul Sekutu kembali ke Mesir dalam serangan di Libya sampai pasukan Poros dihentikan di El Alamein.[170] Di Eropa, serangan komando Sekutu terhadap target-target strategis, berakhir dengan Serangan Dieppe yang menghancurkan,[171] menunjukkan ketidakmampuan Sekutu Barat untuk melancarkan invasi ke daratan Eropa tanpa persiapan, perlengkapan, dan keamanan operasional yang lebih baik.[172]
Pada bulan Agustus 1942, Sekutu sukses mematahkan serangan kedua terhadap El Alamein[173] dan, dengan banyak korban, berupaya mengirimkan suplai ke Malta yang sedang dikepung.[174] Beberapa bulan kemudian, Sekutu melancarkan serangan di Mesir, memecah pasukan Poros dan mendorong mereka ke barat melintasi Libya.[175] Serangan ini tidak lama kemudian dilanjutkan dengan invasi Inggris-Amerika Serikat ke Afrika Utara Perancis, yang berakhir dengan bergabungnya wilayah ini dengan Sekutu.[176] Hitler menanggapi pendudukan koloni Perancis ini dengan memerintahkan pendudukan Perancis Vichy;[176] meski pasukan Vichy sendiri tidak melawan pelanggaran gencatan senjata ini, mereka berusaha menenggelamkan armadanya sendiri agar tidak direbut pasukan Jerman.[177] Pasukan Poros yang sekarang kewalahan di Afrika mundur hingga Tunisia, yang kemudian dikuasai Sekutu pada bulan 1943.[178]

Sekutu menguasai medan (1943)

Video lama memperlihatkan pengeboman Hamburg oleh Sekutu.
Pesawat Il-2 Soviet menyerang kolom Wehrmacht pada Pertempuran Kursk, 1 Juli 1943.
Setelah Kampanye Guadalcanal, Sekutu memulai sejumlah operasi melawan Jepang di Pasifik. Pada bulan Mei 1943, pasukan Sekutu dikirim untuk mengusir pasukan Jepang dari Kepulauan Aleut,[179] dan segera memulai operasi besar untul mengisolasi Rabaul dengan menduduki pulau-pulau sekitarnya, dan menembus perimeter Pasifik Tengah Jepang di Kepulauan Gilbert dan Marshall.[180] Pada akhir Maret 1944, Sekutu menyelesaikan kedua misi ini, dan selain itu menetralisasi pangkalan Jepang di Truk di Kepulauan Caroline. Bulan April, Sekutu melancarkan operasi mencaplok kembali Nugini Barat.[181]
Di Uni Soviet, baik Jerman dan Soviet menghabiskan musim semi dan awal musim panas 1943 dengan bersiap-siap untuk serangan besar di Rusia Tengah. Tanggal 4 Juli 1943, Jerman menyerang pasukan Soviet di sekitar Kursk Bulge. Dalam satu minggu, pasukan Jerman lelah menghadapi pertahanan Soviet yang sangat teratur[182][183] dan, untuk pertama kalinya dalam perang ini, Hitler membatalkan sebuah operasi sebelum memperoleh kesuksesan taktis atau operasional.[184] Keputusan ini sebagian dipengaruhi oleh invasi Sisilia oleh Sekutu Barat pada 9 Juli yang, bersama kegagalan-kegagalan Italia sebelumnya, berujung pada penggulingan dan penahanan Mussolini pada akhir bulan itu.[185]
Tanggal 12 Juli 1943, Soviet melancarkan serangan balasannya sendiri, sehingga memupuskan harapan apapun bagi Angkatan Darat Jerman untuk memenangkan pertempuran atau buntu di timur. Kemenangan Soviet di Kursk menandai kejatuhan superioritas Jerman[186] dan memberi Uni Soviet inisiatif di Front Timur.[187][188] Jerman berusaha menstabilkan front timur mereka di sepanjang garis Panther-Wotan yang sangat dipertahankan, namun Soviet berhasil mendobraknya di Smolensk dan Serangan Dnieper Hilir.[189]
Pada awal September 1943, Sekutu Barat menyerbu daratan Italia, diikuti gencatan senjata Italia dengan Sekutu.[190] Jerman menanggapinya dengan melumpuhkan pasukan Italia, mengambil alih kendali militer di wilayah Italia,[191] dan membuat serangkaian garis pertahanan.[192] Pasukan khusus Jerman kemudian menyelamatkan Mussolini, yang kemudian mendirikan negara klien baru di Italia dudukan Jerman bernama Republik Sosial Italia.[193] Sekutu Barat berperang melintasi beberapa garis hingga garis pertahanan utama Jerman pada pertengahan November.[194]
Operasi Jerman di Atlantik juga terganggu. Pada Mei 1943, dengan efektifnya serangan balasan Sekutu, kerugian kapal selam Jerman yang besar memaksa kampanye laut Atlantik Jerman ditunda.[195] Pada bulan November 1943, Franklin D. Roosevelt dan Winston Churchill bertemu dengan Chiang Kai-shek di Kairo[196] dan Joseph Stalin di Teheran.[197] Konferensi pertama menentukan pengembalian teritori Jepang pascaperang,[196] sementara yang terakhir menghasilkan perjanjian bahwa Sekutu Barat akan menyerbu Eropa pada tahun 1944 dan Uni Soviet akan menyatakan perang terhadap Jepang dalam tiga bulan setelah kekalahan Jerman.[197]
Tentara Britania menembakkan mortir pada Pertempuran Imphal, India Timur Laut, 1944.
Sejak November 1943, selama tujuh minggu di Pertempuran Changde, Cina memaksa Jepang memasuki perang atrisi yang merugikan sambil menunggu bantuan Sekutu.[198][199] Bulan Januari 1944, Sekutu melancarkan serangkaian serangan di Italia terhadap garis di Monte Cassino dan berupaya menembusnya dengan mendarat di Anzio.[200] Pada akhir Januari, serangan besar Soviet mengusir pasukan Jerman dari wilayah Leningrad,[201] dan mengakhiri pengepungan paling mematikan dan terlama sepanjang sejarah.
Serangan Soviet selanjutnya terhalang di perbatasan Estonia sebelum perang oleh Grup Angkatan Darat Utara Jerman yang dibantu penduduk Estonia yang berharap menetapkan kembali kemerdekaan nasional mereka. Penundaan ini memperlambat operasi Soviet selanjutnya di kawasan Laut Baltik.[202] Pada akhir Mei 1944, Soviet berhasil membebaskan Krimea, mengusir pasukan Poros besar-besaran dari Ukraina, dan melakukan terobosan ke teritori Rumania, yang dipukul balik oleh pasukan Poros.[203] Serangan Sekutu di Italia berhasil dan, dengan mengizinkan sejumlah divisi Jerman mundur, pada tanggal 4 Juni Roma ditaklukkan.[204]
Sekutu mengalami berbagai keberhasilan di daratan Asia. Bulan Maret 1944,Jepang melancarkan invasi pertama dari dua rencananya, operasi melawan posisi Britania di Assam, India,[205] dan kemudian mengepung posisi Persemakmuran di Imphal dan Kohima.[206] Bulan Mei 1944, pasukan Britania melakukan serangan balasan yang mendorong tentara Jepang kembali ke Burma,[206] dan pasukan Cina yang menyerbu Burma utara pada akhir 1943 mengepung tentara Jepang di Myitkyina.[207] Invasi Jepang kedua berupaya menghancurkan pasukan tempur utama Cina, melindungi jalur kereta api di antara teritori dudukan Jepang dan menduduki lapangan udara Sekutu.[208] Bulan Juni, Jepang telah menguasai provinsi Henan dan memulai serangan baru terhadap Changsha di provinsi Hunan.[209]

Sekutu mendekat (1944)

Invasi Normandia oleh Sekutu, 6 Juni 1944
Personil dan perlengkapan Pasukan Merah melintasi sungai saat musim panas utara 1944
Pada tanggal 6 Juni 1944 (dikenal sebagai D-Day), setelah tiga tahun ditekan Soviet,[143] Sekutu Barat menyerbu Perancis Utara. Setelah menyusun kembali beberapa divisi Sekutu dari Italia, mereka juga menyerang Perancis Selatan.[210] Semua pendaratan ini berhasil dan berakhir dengan kekalahan unit Angkatan Darat Jerman di Perancis. Paris dibebaskan oleh pemberontakan lokal yang dibantu Pasukan Perancis Merdeka pada tanggal 25 Agustus[211] dan Sekutu Barat terus memukul pasukan Jerman di Eropa Timur sepanjang paruh terakhir tahun ini. Sebuah upaya bergerak maju melintasi Jerman Utara yang diawali dengan operasi udara besar-besaran di Belanda tidak berhasil.[212] Setelah itu, Sekutu Barat pelan-pelan masuk wilayah Jerman, namun gagal menyeberangi Sungai Rur dalam serangan besar. Di Italia, serbuan Sekutu juga terhambat saat mereka melintasi garis pertahanan besar Jerman terakhir.
Pada tanggal 22 Juni, Soviet mengadakan serangan strategis di Belarus ("Operasi Bagration") yang berakhir dengan nyaris kehancuran total Pusat Grup Angkatan Darat Jerman.[213] Tidak lama selepas itu, serangan strategis Soviet lainnya mengusir tentara Jerman dari Ukraina Barat dan Polandia Timur. Pergerakan Soviet sukses memaksa pasukan pemberontak di Polandia memulai sejumlah pemberontakan, meski yang terbesar di Warsawa, serta Pemberontakan Slowakia di selatan, tidak dibantu Soviet dan dipadamkan oleh pasukan Jerman.[214] Serangan strategis Pasukan Merah di Rumania timur memecah belah dan menghancurkan pasukan Jerman di sana sekaligus berhasil menggulingkan pemerintahan di Rumania dan Bulgaria, diikuti dengan memihaknya negara-negara tersebut ke Sekutu.[215]
Milisi Polandia pada Pemberontakan Warsawa yang menewaskan 200.000 warga sipil.
Pada bulan September 1944, tentara Angkatan Darat Merah Soviet melaju hingga Yugoslavia dan memaksa penarikan cepat Grup Angkatan Darat Jerman E dan F di Yunani, Albania, dan Yugoslavia untuk menyelamatkan mereka dari kehancuran.[216] Pada saat ini, Partisan Komunis pimpinan Marsekal Josip Broz Tito, yang memulai kampanye gerilya sukses melawan pendudukan sejak 1941, menguasai sebagian besar teritori Yugoslavia dan terlibat dalam menunda serangan terhadap pasukan Jerman di selatan. Di Serbia utara, Pasukan Merah, dengan bantuan terbatas dari pasukan Bulgaria, membantu Partisan dalam pembebasan bersama ibu kota Belgrade tanggal 20 Oktober. Beberapa hari kemudian, Soviet melancarkan serangan massal terhadap Hongaria dudukan Jerman yang berlangsung sampai jatuhnya Budapest pada bulan Februari 1945.[217] Kebalikan dengan kemenangan impresif Soviet di Balkan, pemberontakan Finlandia terhadap serangan Soviet di Tanah Genting Karelia menggagalkan pendudukan Soviet di Finlandia dan berakhir dengan penandatanganan gencatan senjata Soviet-Finlandia pada kondisi relatif kondusif,[218][219] disertai memihaknya Finlandia ke Sekutu.
Pada awal Juli, pasukan Persemakmuran di Asia Tenggara menggagalkan pengepungan Jepang di Assam, memukul pasukannya kembali hingga Sungai Chindwin[220] sementara Cina mencaplok Myitkyina. Di Cina, Jepang menuai kesuksesan besar, berhasil mencaplok Changsha pada pertengahan Juni dan kota Hengyang pada awal Agustus.[221] Selepas itu, mereka menyerbu provinsi Guangxi, memenangkan pertempuran besar melawan pasukan Cina di Guilin dan Liuzhou pada akhir November[222] dan berhasil menyatukan pasukan mereka di Cina dan Indocina pada pertengahan Desember.[223]
Di Pasifik, pasukan Amerika Serikat terus menekan mundur perimeter Jepang. Pada pertengahan Juni 1944, mereka memulai serangan ke Kepulauan Mariana dan Palau, dan dengan telak mengalahkan pasukan Jepang pada Pertempuran Laut Filipina. Kekalahan-kekalahan ini memaksa Perdana Menteri Jepang Tōjō mengundurkan diri dan memberi Amerika Serikat keunggulan atas pangkalan udara baru untuk melancarkan serangan bom besar-besaran di kepulauan utama Jepang. Pada akhir Oktober, pasukan Amerika Serikat menyerbu pulau Leyte, Filipina; tidak lama kemudian, angkatan laut Sekutu mencetak kemenangan besar pada Pertempuran Teluk Leyte, salah satu pertempuran laut terbesar sepanjang sejarah.[224]

Poros runtuh, Sekutu menang (1945)

Tanggal 16 Desember 1944, Jerman mengupayakan kesuksesan terakhirnya di Front Barat dengan mengerahkan sisa-sisa pasukan cadangannya untuk melancarkan serangan balasan massal di Ardennes untuk memecah belah Sekutu Barat, mengepung sebagian besar tentara Sekutu Barat dan menaklukkan pelabuhan suplai utama mereka di Antwerp demi mencapai penyelesaian politik.[225] Pada Januari, serangan ini digagalkan tanpa satu tujuan strategis pun yang tercapai.[225] Di italia, Sekutu Barat tetap buntu di garis pertahanan Jerman. Pada pertengahan Januari 1945, Soviet menyerbu Polandia, bergerak dari Sungai Vistula ke Sungai Oder di Jerman, dan menduduki Prusia Timur.[226] Tanggal 4 Februari, para pemimpin A.S., Britania Raya, dan Soviet bertemu di Konferensi Yalta. Mereka menyetujui pendudukan di Jerman pascaperang,[227] dan Uni Soviet bergabung dalam perang melawan Jepang.[228]
Pada bulan Februari, Soviet menginvasi Silesia dan Pomerania, sementara Sekutu Barat memasuki Jerman Barat dan mendekati Sungai Rhine. Bulan Maret, Sekutu Barat melintasi Rhine di utara dan selatan Ruhr, mengepung Grup Agkatan Darat Jerman B,[229] sementara Soviet melaju ke Wina. Pada awal April, Sekutu Barat akhirnya berhasil membuat kemajuan di Italia dan bergerak melintasi Jerman Barat, sementara pasukan Soviet menyerbu Berlin pada akhir April; kedua pasukan bertemu di sungai Elbe tanggal 25 April. Tanggal 30 April 1945, Reichstag diduduki dan menandakan kekalahan militer Reich Ketiga.[230]
Sejumlah perubahan kepemimpinan terjadi pada masa ini. Tanggal 12 April, Presiden A.S. Roosevelt meninggal dunia dan digantikan oleh Harry Truman. Benito Mussolini dibunuh oleh partisan Italia tanggal 28 April.[231] Dua hari kemudian, Hitler bunuh diri dan digantikan oleh Laksamana Agung Karl Dönitz.[232]
Pasukan Jerman menyerah di Italia pada tanggal 29 April. Instrumen penyerahan diri Jerman ditandatangani tanggal 7 Mei di Reims,[233] dan diratifikasi tanggal 8 Mei di Berlin.[234] Pusat Grup Angkatan Darat Jerman bertahan di Praha sampai 11 Mei.[235]
Di teater Pasifik, pasukan Amerika Serikat dibantu Persemakmuran Filipina bergerak maju di Filipina, membebaskan Leyte pada akhir April 1945. Mereka mendarat di Luzon bulan Januari 1945 dan mencaplok Manila bulan Maret setelah pertempuran yang menghancurkan kota ini. Pertempuran berlanjut di Luzon, Mindanao dan pulau-pulau lain di Filipina sampai berakhirnya perang.[236]
Bulan Mei 1945, tentara Australia mendarat di Kalimantan dan menduduki ladang minyak di sana. Pasukan Britania, Amerika Serikat, dan Cina mengalahkan Jepang di Burma utara pada bulan Maret, dan Britania mencapai Rangoon pada tanggal 3 Mei.[237] Pasukan Cina mulai balas menyerang pada Pertempuran Hunan Barat yang pecah antara 6 April dan 7 Juni 1945. Pasukan Amerika Serikat juga bergerak ke Jepang, mencaplok Iwo Jima pada bulan Maret, dan Okinawa pada akhir Juni.[238] Pesawat pengebom Amerika Serikat menghancurkan kota-kota Jepang dan kapal selam Amerika Serikat memutuskan impor Jepang.[239]
Tanggal 11 Juli, para pemimpin Sekutu bertemu di Potsdam, Jerman. Mereka menyetujui perjanjian awal tentang Jerman,[240] dan menegaskan tuntutan penyerahan diri semua pasukan Jepang oleh Jepang, dengan menyatakan bahwa "alternatif bagi Jepang adalah kehancuran dalam waktu singkat".[241] Dalam konferensi ini, Britania Raya mengadakan pemilu dan Clement Attlee menggantikan Churchill sebagai Perdana Menteri.[242]
Saat Jepang terus mengabaikan persyaratan Potsdam, Amerika Serikat menjatuhkan bom atom di kota Hiroshima dan Nagasaki, Jepang, pada awal Agustus. Di antara kedua pengeboman ini, Soviet, sesuai perjanjian Yalta, menyerbu Manchuria dudukan Jepang dan dengan cepat mengalahkan Angkatan Darat Kwantung yang saat itu merupakan pasukan tempur Jepang terbesar.[243][244] Pasukan Merah juga menduduki Pulau Sakhalin dan Kepulauan Kuril. Pada tanggal 15 Agustus 1945, Jepang menyerah dengan penandatanganan dokumen penyerahan diri di atas geladak kapal perang Amerika Serikat USS Missouri pada tanggal 2 September 1945, sehingga mengakhiri perang ini.[233]

Dampak

Sekutu mendirikan pemerintahan pendudukan di Austria dan Jerman. Negara pertama menjadi negara netral dan tidak memihak dengan blok politik manapun. Negara terakhir dibelah menjadi zona pendudukan barat dan timur yang dikuasai Sekutu Barat dan Uni Soviet. Program denazifikasi di Jerman melibatkan pengadilan penjahat perang Nazi dan penggulingan mantan Nazi dari kekuasaan, meski kebijakan ini lebih condong ke amnesti dan reintegrasi mantan Nazi ke masyarakat Jerman Barat.[245]
Jerman kehilangan seperempat wilayahnya sebelum perang (1937), wilayah timur: Silesia, Neumark dan sebagian besar Pomerania diambil alih Polandia; Prusia Timur dibagi antara Polandia dan Uni Soviet, diikuti dengan pengusiran 9 juta warga Jerman dari provinsi-provinsi tersebut, serta 3 juta warga Jerman dari Sudetenland di Cekoslowakia ke Jerman. Pada 1950-an, satu dari lima orang Jerman Barat adalah pengungsi dari timur. Uni Soviet juga menduduki provinsi milik Polandia di sebelah timur Garis Curzon (melibatkan pengusiran 2 juta warga Polandia),[246] Rumania Timur,[247][248] dan sebagian Finlandia timur,[249] serta tiga negara Baltik.[250][251]
Perdana Menteri Winston Churchill memberi tanda "Victory" kepada kerumunan di London pada Hari Kemenangan di Eropa.
Demi mempertahankan perdamaian,[252] Sekutu mendirikan Perserikatan Bangsa-Bangsa yang resmi berdiri tanggal 24 Oktober 1945,[253] dan mengadopsi Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia tahun 1948 sebagai standar umum bagi semua negara anggotanya.[254] Kekuatan-kekuatan besar yang menjadi pemenang perang—Amerika Serikat, Uni Soviet, Cina, Britania Raya, dan Perancis—menjadi anggota permanen Dewan Keamanan PBB.[3] Kelima anggota permanen ini masih ada sampai sekarang, meski terjadi perubahan dua kursi, angata Republik Cina dan Republik Rakyat Cina tahun 1971, dan antara Uni Soviet dan negara penggantinya, Federasi Rusia, setelah pembubaran UNi Soviet. Aliansi antara Sekutu Barat dan Uni Soviet mulai memburuk, bahkan sejak sebelum perang berakhir.[255]
Jerman dibagi secara de facto, dan dua negara merdeka, Republik Federal Jerman dan Republik Demokratik Jerman[256] dibentuk di dalam perbatasan zona pendudukan Sekutu dan Soviet. Seluruh Eropa terbagi antara cakupan pengaruh Barat dan Soviet.[257] Kebanyakan negara Eropa timur dan tengah masuk dalam cakupan Soviet yang melibatkan pendirian rezim-rezim Komunis dengan dukungan penuh atau setengah dari otoritas pendudukan Soviet. Akibatnya, Polandia, Hongaria,[258] Cekoslowakia,[259] Rumania, Albania,[260] dan Jerman Timur menjadi negara satelit Soviet. Yugoslavia Komunis melaksanakan kebijakan merdeka penuh yang menciptakan ketegangan dengan Uni Soviet.[261]
Pembagian dunia pascaperang diresmikan oleh dua aliansi militer internasional, NATO pimpinan Amerika Serikat dan Pakta Warsawa pimpinan Soviet;[262] periode panjang ketegangan politik dan persaingan militer di antara mereka, Perang Dingin, akan dilengkapi oleh perlombaan senjata dan perang proksi yang tidak terduga.[263]
Di Asia, Amerika Serikat memimpin pendudukan Jepang dan menguasai bekas pulau-pulau Jepang di Pasifik Barat, sementara Soviet menganeksasi Sakhalin dan Kepulauan Kuril.[264] Korea, sebelumnya di bawah kekuasaan Jepang, dibagi dan diduduki oleh Amerika Serikat di Selatan dan Uni Soviet di Utara antara 1945 dan 1948. Republik terpisah muncul di kedua sisi garis paralel ke-38 pada tahun 1948, masing-masing mengklaim sebagai pemerintahan sah untuk seluruh Korea dan berujung pada pecahnya Perang Korea.[265]
Di Cina, pasukan nasionalis dan komunis melanjutkan perang saudara pada bulan Juni 1946. Pasukan komunis menang dan mendirikan Republik Rakyat Cina di daratan, sementara pasukan nasionalis mundur ke Taiwan tahun 1949.[266] Di Timur Tengah, penolakan Arab terhadap Rencana Pembagian Palestina Perserikatan Bangsa-Bangsa dan pembentukan Israel menandai eskalasi konflik Arab-Israel. Saat kekuatan-kekuatan kolonial Eropa berupaya merebut kembali sebagian atau semua imperium kolonialnya, kehilangan prestise dan sumber daya saat perang justru menggagalkan upaya ini dan mendorong dilakukannya dekolonisasi.[267][268]
Ekonomi global menderita akibat perang, meski negara-negara yang terlibat terpengaruh dengan berbagai cara. Amerika Serikat tampil lebih kaya daripada negara lain; negara ini mengalami ledakan bayi dan pada tahun 1950 produk domestik bruto per orangnya lebih tinggi daripada negara-negara besar lain dan Amerika Serikat mendominasi ekonomi dunia.[269][270] Britania Raya dan Amerika Serikat menerapkan kebijakan pelucutan industri di Jerman Barat pada tahun 1945–1948.[271] Akibat perdagangan internasional yang saling tergantung, hal ini menciptakan stagnasi ekonomi di Eropa dan menunda pemulihan Eropa selama beberapa tahun.[272][273]
Pemulihan dimulai dengan reformasi mata uang di Jerman Barat pada pertengahan 1948 dan dipercepat oleh liberalisasi kebijakan ekonomi Eropa yang dipengaruhi Rencana Marshall (1948–1951) baik secara langsung maupun tidak langsung.[274][275] Pemulihan Jerman Barat pasca-1948 disebut-sebut sebagai keajaiban ekonomi Jerman.[276] Selain itu, ekonomi Italia[277][278] dan Perancis juga meroket.[279] Kebalikannya, Britania Raya berada dalam fase kekacauan ekonomi,[280] dan terus memburuk selama beberapa dasawarsa.[281]
Uni Soviet, meski menderita kerugian manusia dan material yang luar biasa, juga mengalami peningkatan pesat produksi pada masa-masa pascaperang.[282] Jepang mengalami pertumbuhan ekonomi pesat, menjadi salah satu ekonomi terkuat dunia pada tahun 1980-an.[283] Cina kembali ke produksi industrinya sebelum perang pada tahun 1952.[284]

Korban dan kejahatan perang

Korban jiwa Perang Dunia II
Perkiraan total korban perang bervariasi, karena banyak kematian yang tidak tercatat. Kebanyakan pihak memperkirakan sekitar 60 juta orang tewas dalam perang, termasuk 20 juta tentara dan 40 juta warga sipil.[285][286][287] Banyak warga sipil tewas akibat wabah, kelaparan, pembantaian, pengeboman, dan genosida yang disengaja. Uni Soviet kehilangan sekitar 27 juta rakyatnya sepanjang perant,[288] termasuk 8,7 juta personil militer dan 19 juta warga sipil. Pangsa korban jiwa militer terbesar adalah etnis Rusia (5.756.000), diikuti etnis Ukraina (1,377,400).[289] Satu dari empat warga sipil Sovet dibunuh atau terluka dalam perang ini.[290] Jerman mengalami 5,3 juta kematian militer, kebanyakan di Front Timur dan sepanjang pertempuran terakhir di Jerman.[291]
Dari total korban tewas pada Perang Dunia II, sekitar 85 persen—kebanyakan Soviet dan Cina—berada di pihak Sekutu dan 15 persen sisanya di pihak Poros. Sebagian besar kematian ini diakibatkan oleh kejahatan perang yang dilakukan pasukan Jerman dan Jepang di wilayah pendudukan. Sekitar 11[292] sampai 17 juta[293] warga sipil tewas akibat kebijakan ideologi Nazi secara langsung maupun tidak langsung, termasuk genosida sistematis sekitar enam juta kaum Yahudi sepanjang Holocaust ditambah lima juta bangsa Roma, homoseksual, serta Slav dan suku bangsa atau kaum minoritas lainnya.[294]
Secara kasar 7,5 juta warga sipil tewas di Cina selama pendudukan Jepang.[295] Ratusan ribu (perkiraan bervariasi) etnis Serbia, bersama gipsi dan Yahudi, dibunuh oleh Ustaše Kroasia yang berpihak pada Poros di Yugoslavia,[296] dengan pembunuhan balas dendam terhadap warga sipil Kroasia tepat setelah perang berakhir.
Warga sipil Cina hendak dikubur hidup-hidup oleh tentara Jepang.
Kekejaman Jepang yang paling terkenal adalah Pembantaian Nanking, yaitu ketika sekian ratus ribu warga sipil Cina diperkosa dan dibunuh.[297] Antara 3 juta hingga lebih dari 10 juta warga sipil, kebanyakan etnis Cina, dibunuh oleh pasukan pendudukan Jepang.[298] Mitsuyoshi Himeta melaporkan 2,7 juta korban jiwa selama dilaksanakannya Sankō Sakusen. Jenderal Yasuji Okamura menerapkan kebijakan ini di Heipei dan Shantung.[299]
Pasukan Poros memakai senjata biologis dan kimia dalam jumlah terbatas. Italia memakai gas mustar saat menaklukkan Abisinia,[300] sementara Angkatan Darat Kekaisaran Jepang memakai berbagai macam senjata saat menyerbu dan menduduki Cina (lihat Unit 731)[301][302] dan pada konflik awal melawan Soviet.[303] Baik Jerman dan Jepang menguji senjata-senjata tersebut terhadap warga sipil[304] serta tahanan perang.[305]
Meski banyak aksi Poros diadili dalam pengadilan internasional pertama di dunia,[306] insiden yang diakibatkan pihak Sekutu tidak diadili. Misalnya, pemindahan penduduk di Uni Soviet dan penahanan warga Jepang Amerika di Amerika Serikat; Operasi Keelhaul,[307] pengusiran penduduk Jerman setelah Perang Dunia II, pemerkosaan pada pendudukan Jerman; pembantaian Katyn oleh Uni Soviet, yang tanggung jawabnya dituduhkan kepada Jerman. Sejumlah besar kematian akibat kelaparan juga disebabkan oleh perang, seperti kelaparan Bengal 1943 dan kelaparan Vietnam 1944–45.[308]
Sejumlah sejarawan, seperti Jörg Friedrich, menegaskan bahwa pengeboman massal kawasan berpenduduk di wilayah musuh, termasuk Tokyo dan terutama kota-kota Jerman di Dresden, Hamburg, dan Koln oleh Sekutu Barat, yang mengakibatkan kehancuran lebih dari 160 kota dan kematian 600.000 warga sipil Jerman, bisa dianggap sebagai kejahatan perang.[309]

Kamp konsentrasi dan perbudakan

Jenazah di kamp konsentrasi Mauthausen-Gusen setelah dibebaskan, kemungkinan tahanan politik atau tahanan perang Soviet
Nazi bertanggung jawab atas terjadinya Holocaust, yaitu pembunuhan sekitar enam juta kaum Yahudi (kebanyakan Ashkenazim), serta dua juta etnis Polandia dan empat juta orang lainnya yang dianggap "tidak layak hidup" (termasuk orang cacat dan sakit jiwa, tahanan perang Soviet, homoseksual, Freemason, Saksi-Saksi Yehuwa, dan Romani) sebagai bagian dari program pemusnahan dengan sengaja. Sekitar 12 juta orang, kebanyakan penduduk Eropa Timur, dipekerjakan sebagai buruh paksa di ekonomi perang Jerman.[310]
Selain kamp konsentrasi Nazi, gulag (kamp buruh) Soviet mengakibatkan kematian warga sipil negara-negara yang diduduki seperti Polandia, Lituania, Latvia, dan Estonia, serta tahanan perang Jerman dan bahkan warga sipil Soviet yang dianggap mendukung Nazi.[311] Enam puluh persen tahanan perang Jerman di Soviet tewas sepanjang perang.[312] Richard Overy memberi jumlah 5,7 juta tahanan perang Soviet. Dari jumlah tersebut, 57 persen meninggal dunia atau dibunuh dengan jumlah 3,6 juta orang.[313] Mantan tahanan perang Soviet dan warga sipil yang pulang diperlakukan dengan kecurigaan luar biasa sebagai pendukung Nazi yang potensial, dan beberapa di antara mereka dikirim ke Gulag setelah diperiksa NKVD.[314]
Kamp tahanan perang Jepang, kebanyakan dipakai sebagai kamp buruh, juga memiliki tingkat kematian tinggi. Pengadilan Militer Internasional untuk Timur Jauh menemukan tingkat kematian tahanan Barat adalah 27,1 persen (37 persen untuk tahanan perang Amerika Serikat),[315] tujuh kali lebih tinggi daripada tahanan perang di Jerman dan Italia.[316] Sementara 37.583 tahanan dari Britania Raya, 28.500 dari Belanda, dan 14.743 dari Amerika Serikat dilepaskan setelah penyerahan diri Jepang, tahanan Cina yang dilepas hanya 56 orang.[317]
Menurut sejarawan Zhifen Ju, sedikitnya lima juta warga sipil Cina dari Cina utara dan Manchukuo diperbudak antara 1935 dan 1941 oleh Dewan Pembangunan Asia Timur, atau Kōain, untuk bekerja di pertambangan dan industri perang. Setelah 1942, jumlah ini mencapai 10 juta orang.[318] U.S. Library of Congress memperkirakan bahwa di Jawa, antar 4 dan 10 juta romusha (bahasa Indonesia: "buruh manual"), dipaksa bekerja oleh militer Jepang. Sekitar 270.000 buruh Jawa dikirim ke wilayah pendudukan Jepang lain di Asia Tenggara, dan hanya 52.000 orang yang pulang ke Jawa.[319]
Pada tanggal 19 Februari 1942, Roosevelt menandatangani Perintah Eksekutif 9066 yang menahan ribuan orang Jepang, Italia, Jerman Amerika, dan sejumlah emigran dari Hawaii yang mengungsi setelah pengeboman Pearl Harbor sampai perang berakhir. Pemerintah A.S. dan Kanada menahan 150.000 warga Jepang Amerika.[320][321] Selain itu, 14.000 penduduk Jerman dan Italia di A.S. yang dianggap sebagai risiko keamanan juga ditahan.[322]
Sesuai perjanjian Sekutu pada Konferensi Yalta, jutaan tahanan perang dan warga sipil dimanfaatkan sebagai buruh paksa oleh Uni Soviet.[323] Dalam hal Hongaria, penduduknya dipaksa bekerja untuk Uni Soviet sampai 1955.[324]

Front dalam negeri dan produksi

Rasio PDB Sekutu dibandingkan dengan Poros
Di Eropa, sebelum pecah perang, Sekutu memiliki keunggulan signifikan dalam hal populasi dan ekonomi. Pada tahun 1938, Sekutu Barat (Britania Raya, Perancis, Polandia, dan Jajahan Britania) memiliki populasi 30 persen lebih besar dan produk domestik bruto 30 persen lebih besar daripada Poros Eropa (Jerman dan Italia); jika koloni disertakan dalam hitungan, Sekutu mendapatkan keunggulan 5:1 dalam jumlah penduduk dan 2:1 dalam PDB.[325] Di Asia pada saat yang sama, Cina memiliki jumlah penduduk enam kali lebih banyak daripada Jepang, tetapi PDB yang 89 persen lebih tinggi; jumlah ini berkurang menjadi populasi tiga kali lebih banyak dan PDB 38 persen lebih tinggi jika koloni-koloni Jepang disertakan dalam hitungan.[325]
Meski keunggulan ekonomi dan populasi Sekutu dimanfaatkan besar-besaran selama serangan blitzkrieg awal Jerman dan Jepang, mereka menjadi faktor penentu pada tahun 1942, setelah Amerika Serikat dan Uni Soviet bergabung dengan Sekutu, setelah sebagian besar perang ini menjadi perang atrisi.[326] Sementara kemampuan Sekutu untuk melampaui produksi Poros sering dikaitkan dengan akses Sekutu yang besar ke sumber daya alam, faktor-faktor lain, seperti keengganan Jerman dan Jepang untuk mempekerjakan wanita dalam tenaga kerja,[327][328] pengeboman strategis oleh Sekutu,[329][330] dan peralihan terbaru Jerman ke ekonomi perang[331] sangat berkontribusi besar. Selain itu, baik Jerman maupun Jepang tidak berencana mengadakan perang yang berkepanjangan, dan tidak sanggup melakukannya.[332][333] Untuk meningkatkan produksi mereka, Jerman dan Jepang memanfaatkan jutaan buruh budak;[334] Jerman memanfaatkan 12 juta orang, kebanyakan dari Eropa Timur,[310] sementara Jepang memanfaatkan lebih dari 18 juta orang di Asia Timur Jauh.[318][319]

Pendudukan

Partisan Soviet digantung oleh tentara Jerman pada Januari 1943
Di Eropa, pendudukan muncul dalam dua bentuk yang sangat berbeda. Di Eropa Barat, Utara, dan Tengah (Perancis, Norwegia, Denmark, Negara-Negara Hilir, dan wilayah Cekoslowakia yang dianeksasi), Jerman menerapkan kebijakan ekonomi yang berhasil mengumpulkan 69,5 miliar reichmark (27,8 miliar dolar AS) pada akhir perang; jumlah ini tidak meliputi perampokan produk industri, perlengkapan militer, bahan mentah, dan barang-barang lain.[335] Dari situ, pendapatan yang muncul dari negara-negara pendudukan mencapai 40 persen dari pendapatan yang dikumpulkan Jerman dari pajak, jumlah yang meningkat hampir 40 persen dari total pendapatan Jerman sepanjang perang.[336]
Di Timur, keuntungan yang diharapkan dari Lebensraum tidak pernah didapatkan karena garis depan yang berfluktuasi dan kebijakan bumi hangus Soviet memusnahkan sumber daya bagi para penjajah Jerman.[337] Tidak seperti di Barat, kebijakan ras Nazi mengizinkan kekejaman berlebihan terhadap "orang inferior" keturunan Slavik; sebagian besar serbuan Jerman disertai dengan eksekusi massal.[338] Meski kelompok pemberontak berdiri di hampir semua teritori pendudukan, mereka tidak mengganggu operasi Jerman baik di Timur[339] maupun Barat[340] sampai akhir tahun 1943.
Di Asia, Jepang menyebut negara-negara di bawah pendudukannya sebagai bagian dari Lingkup Persemakmuran Asia Timur Raya, yang pada dasarnya merupakan hegemoni Jepang yang diklaim bertujuan membebaskan bangsa yang dikolonisasi.[341] Meski pasukan Jepang awalnya disambut sebagai pembebas dari dominasi Eropa di sejumlah daerah, kekejaman mereka yang berlebihan mengubah opini publik menjadi menentang mereka dalam hitungan minggu.[342] Selama penaklukan awal Jepang, negara ini mencaplok 4.000.000 barrel (640,000 m3) minyak (~5.5×105 ton) yang ditinggalkan oleh pasukan Sekutu yang mundur, dan pada tahun 1943 Jepang mampu merebut produksi minyak di Hindia Timur Belanda hingga Templat:Bbl to t, 76 persen dari tingkat produksinya tahun 1940.[342]

Kemajuan teknologi dan peperangan

Pesawat terbang dimanfaatkan sebagai alat mata-mata, pesawat tempur, pengebom, dan bantuan darat, dan masing-masing perannya memperoleh kemajuan yang berarti. Inovasi-inovasi yang muncul meliputi pengangkutan udara (kemampuan memindahkan suplai, perlengkapan, dan personil berprioritas tinggi dan terbatas dalam waktu singkat);[343] dan pengeboman strategis (pengeboman kawasan berpenduduk untuk menghancurkan industri dan moral).[344] Persenjataan antipesawat juga dikembangkan, termasuk pertahanan radar dan artileri darat-ke-udara, seperti senjata 88 mm Jerman. Pemakaian pesawat jet dimulai dan meski pengenalannya yang terlambat memberi sedikit pengaruh, pesawat jet kelak menjadi standar angkatan udara di seluruh dunia.[345]
Kemajuan dibuat di hampir segala aspek pertempuran laut, terutama kapal angkut pesawat (kapal induk) dan kapal selam. Meski sejak awal perang, peperangan udara menuai sedikit kesuksesan, berbagai aksi di Taranto, Pearl Harbor, Laut Cina Selatan, dan Laut Koral membuat kapal induk dianggap mampu menggantikan kapal perang.[346][347][348]
Di Atlantik, kapal induk pengawal terbukti memainkan peran penting dalam konvoi Sekutu dan meningkatkan radius perlindungan efektif serta membantu menutup celah Atlantik Tengah.[349] Kapal induk juga lebih ekonomis daripada kapal perang karena biaya produksi pesawat yang relatif rendah[350] dan tidak perlu diperkuat habis-habisan.[351] Kapal selam, terbukti merupakan senjata efektif pada Perang Dunia Pertama,[352] diantisipasi oleh semua pihak sebagai sesuatu yang terpenting nomor dua. Britania memfokuskan pengembangan persenjataan dan taktik antikapal selam, seperti sonar dan konvoi, sementara Jerman berfokus pada memperbarui kemampuan serangannya dengan desain seperti kapal selam Tipe VII dan taktik wolfpack.[353] Secara perlaham, teknologi baru Sekutu seperti sinar Leigh, hedgehog, squid, dan torpedo lacak terbukti unggul.
Peperangan darat berubah dari garis depan statis pada Perang Dunia I ke peningkatan mobilitas dan senjata gabungan. Tank, yang sering dipakai untuk membantu infanteri saat Perang Dunia Pertama, berubah menjadi senjata utama.[354] Pada akhir 1930-an, desain tank lebih maju dibandingkan saat Perang Dunia I,[355] dan kemajuan terjadi sepanjang perang melalui peningkatan kecepatan, pertahanan, dan daya tembak.
Saat perang dimulai, kebanyakan komandan menduga tank musuh harus bertemu tank dengan spesifikasi yang lebih hebat.[356] Ide ini ditantang oleh performa buruk senjata tank awal yang relatif ringan melawan kendaraan lapis baja, dan doktrin Jerman menghindari pertempuran tank-versus-tank. Hal ini, bersama pemakaian senjata gabungan oleh Jerman, termasuk di antara leemen kunci kesuksesan taktik blitzkrieg mereka di Polandia dan Perancis.[354] Banyak cara untuk menghancurkan tank, termasuk dengan artileri tidak langsung, senjata antitank (baik yang ditarik maupun gerak sendiri), ranjau, senjata antitank infanteri jarak pendek, dan bahkan tank lain pun diikutsertakan.[356] Bahkan dengan mekanisasi besar-besaran, infanteri masih merupakan tulang punggung seluruh pasukan,[357] dan sepanjang perang, sebagian besar infanteri memiliki perlengkapan yang sama seperti saat Perang Dunia I.[358]
Senjata mesin portabel meluas, seperti MG42 Jerman dan berbagai senjata submesin yang dimodifikasi untuk pertempuran jarak dekat di perkotaan dan hutan.[358] Bedil serang, sebuah pengembangan akhir perang yang mencakup berbagai fitur bedil dan senjata submesin, menjadi senjata standar infanteri pascaperang untuk sebagian besar angkatan bersenjata.[359][360]
Sebagian besar pihak yang terlibat berupaya memecahkan masalah kompleksitas dan kerumitan yang muncul dari pemakaian buku kode besar untuk kriptografi dengan memakai mesin sandi, yang paling terkenal adalah mesin Enigma Jerman.[361] SIGINT (signals intelligence) adalah proses melawan dekripsi yang pernah dipakai oleh Sekutu untuk memecahkan kode laut Jepang[362] dan Ultra dari Britania Raya, berasal dari metodologi dari Polish Cipher Bureau, yang berhasil mengungkap Enigma selama tujuh tahun sebelum perang.[363] Aspek lain intelijen militer adalah pemakaian kebohongan, yang berhasil dipakai oleh Sekutu dengan kesuksesan besar seperti dalam operasi Mincemeat dan Bodyguard.[362][364] Kemajuan teknologi dan rekayasa lainnya tercapai sepanjang atau setelah perang, termasuk komputer-komputer terprogram pertama di dunia (Z3, Colossus, dan ENIAC), misil pandu dan roket modern, pengembangan senjata nuklir Proyek Manhattan, penelitian operasi dan pengembangan pelabuhan buatan dan jalur pipa di bawah Selat Inggris.[365]